Gus Habsyi menggandeng Laila yang keluar dari mobil, kemudian mendahului Hanna dan Gus Zein untuk masuk keacara itu.
Bunyai memilihkan 6 kursi disebelah pelaminan untuk anggota keluarga.
Hanna memandangan takjub kearah pelaminan yang sangat mewah, matanya berbinar.
"Hanna, kamu menginginkan resepsi seperti ini?"
"Mboten gus, kulo namung ningali ning Azimah yang kelihatan sangat bahagia"6
Gus Zein hanya mengangguk mendengar penjelasan Hanna.
Dipelaminan, terlihat Ning Azimah dan suaminya sungkem terhadap orang tuanya.
Hanna yang melihat pemandangan ini, benar benar terharu. Air matanya menetes begitu saja.
"Hanna, kenapa?"
"Cuma terharu gus"
"Jika kamu menginginkan acara resepsi pernikahan seperti ini, akan aku adakan, jika itu bisa membuatmu bahagia"
"Mboten gus, untuk apa? Jika aku mengadakan resepsi pernikahan mewah.. Tapi tidak ada orang tuaku yang hadir dan ikut berbahagia disana.. Bahagiaku tak akan sempurna bukan?"
"Kau merindukan abi dan umi?"
Hanna menoleh ke arah Gus Zein dengan tatapan yang sendu.
"Sangat rindu"
"Tidakkah kamu menganggap umik sebagai umi mu juga?"
Pertanyaan itu membuat Hanna semakin terisak.
Gus Zein menenangkan Hanna dengan menjatuhkannya kedalam dekapannya.
Gus Habsyi menatap nanar ke arah Gus Zein dan Hanna, yang berada diseberang meja.
( Ya Allah, kenapa aku merasa tak terima ketika Mas Zein memeluk Hanna, ada apa denganku? )
"Lho, Hanna kenapa toh nduk..?"
Bunyai khawatir dengan Hanna yang terisak didalam dekapan Gus Zein.
"Mboten nopo bunyai, remen sanget teng acaranya Ning Azimah, terharu bunyai"
Hanna mencari alasan agar tak membuat bunyai khawatir.
"Samean kenal ning Azimah toh nduk?"
"Mboten bunyai, dalem remen mawon.. Beliau idola dalem"
"Oalah.. Yawes, ayo foto karo ning Azimah"
Mereka pun berfoto dengan Ning Azimah dipelaminan, setelah itu. Bunyai, Laila dan Hanna bersalaman terhadap beliau, Kemudian langsung pulang.
*
*
Hanna yang sekarang menjadi seorang Ning, sudah dua minggu tak mengunjungi pondok.Dia merasa rindu dengan pojok loteng, akhirnya jam dua dini hari, dia mengunjungi tempat paling menenangkan itu.
"Sejuk sekali, Ya Allah.. Tempat ini, tempat ternyaman yang akan selalu kurindukan setelah umi dan abi"
Hanna masih belum bisa menempatkan Gus Zein didalam hatinya, benar benar belum bisa. belum ada cinta sedikit pun yang tertanam disana. Masih Gus Habsyi yang belum bisa hilang dari ingatannya, jadi meskipun Gus Zein belum menyentuhnya sama sekali, dia merasa biasa saja.
"Kenapa Ya Allah? Dosa apa yang hamba lakukan sehingga sulit sekali melupakan Gus Habsyi, dan sulit sekali mencintai Gus Zein"
Angin malam menghempas halus diwajah cantik Hanna, ranting pohon ikut menari nari seakan mengejek suasana hatinya saat ini.
"Hanna"
( Suara itu?? )
Hanna menoleh kearah sumber suara.
"Gus Habsyi sedang apa njenengan disini?"
Gus Habsyi mendekati Hanna, dan Hanna menjauh dua langkah dari Beliau.
"Hanna, boleh aku berbicara sebentar?"
"Monggo gus.. "
"Hanna.. Kenapa aku baru menyadari?"
"Apa yang njenengan sadari gus?"
"Aku mencintaimu, bukan Laila?"
"Apa!!?"
Hanna terkejut bukan main, bukan karna senang. Tapi ini, sesuatu yang tak bisa dipercaya.
"Iya Hanna, dan bodohnya aku, kenapa aku baru menyadari ketika aku sudah bersama Laila"
"Gus, njenengan bercanda kan.. Kita sudah berkeluarga tidak sepantasnya njenengan berkata seperti ini"
Hanna hendak meninggalkan Gus Habsyi namun Gus Habsyi menghalangi jalannya.
"Hanna, tolong dengarkan aku sebentar saja"
"Gus, apakah sangat tidak menyakiti jika Laila tau njenengan berkata seperti ini? sekalipun njenengan bercanda"
"Tapi aku tidak bercanda Hanna, aku benar benar mencintai mu"
"Lalu untuk apa njenengan menikah dengan Laila?"
"Entahlah, aku terlalu gegabah.. Aku baru sadar, jika aku hanya sekedar mengagumi saat itu.. Bukan mencintai Laila.. Dan taukah kamu? Aku selalu nyaman jika ada Didekatmu"
Air mata Hanna luruh seketika, bukankah sangat sakit, ketika kita mengetahui seseorang mencintai kita setelah dia sudah bersama orang lain?
( Kenapa baru sekarang? Kenapa ketika aku yang berusaha keras menghapus cinta yang tumbuh sempurna.. Malah njenengan datang dengan menabur benih cinta kembali..
Kenapa ketika aku berjuang untuk membunuh cinta itu, dan menguburkan nya dalam dalam.
Dan njenengan datang untuk menggali kembali cinta yang belum hilang.. Kenapa gus? )"Gus.. Mungkin jika kita masing masing masih sendiri, aku bisa saja menerimamu.. Tapi masing masing dari kita sudah berkeluarga gus"
"Entahlah Hanna.. Aku tak pernah bisa membendung rasaku sendiri"
"'Gus.. Tolong jangan egois.. Buang rasamu jauh jauh.. Jika njenengan bersikap seperti ini, maka njenengan akan menyakiti Banyak hati,. Terutama Gus Zein, kakakmu sendiri"
"Aku tak tau Hanna.. Kenapa aku secinta ini padamu.. Dan aku juga terlalu bodoh hingga mengambil langkah secepat itu, aku terlalu gegabah Hanna, dan lebih bodohnya lagi.. Aku baru sadar jika aku telah lama mencintaimu, namun tak sadar jika itu adalah cinta"
"Gus.. Semua sudah terlambat, yang harus njenengan lakukan adalah membuang jauh jauh cinta itu sendiri. Kita tak boleh terlarut larut dalam dosa karna telah mencintai orang yang tak halal untuk kita!"
"Kita? Apa maksudmu, kamu juga mencintaiku?"
Hanna bingung karna telah terlanjur keceplosan menyebut kata "kita".
"Mbboteen"
"Katakan padaku jika kamu tak mencintai Mas Zein?"
Hanna semakin menumpahkan air matanya, kata katanya sangat sangatlah benar.
"Jawab Hanna"
Ucap Gus Habsyi lirik.
"Mboten Gus.. Aku cinta Gus Zein, sangat cinta.. Dan aku.. Akan terus memperjuangkan cinta itu"
Setelah mengucapkan itu, Hanna berlalu meninggalkan Gus Habsyi. Dia tak menghiraukan panggilan Beliau sama sekali. Dia terus berlari dengan air mata yang terus berderai.
( Ya Allah.. Kenapa takdir cintaku serumit ini?.. Kuatkan iman Hamba ya Rabb.. Kuatkan iman seorang Hamba yang berusaha berjuang untuk tetap berada dijalanmu ).
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...