"Lupa kalo udah punya imam?"
Wajah Hanna langsung bersemu merah menahan malu mendengar ucapan Gus Zein yang terkesan sedikit tapi menusuk.
( iihh.. Kenapa menyebalkan sekali? )
"Kulo kinten sampun sholat"
Hanna menggelar sajadah diposisi kanan belakang Gus Zein. Kemudian mereka melakukan qobliyah subuh disusul fardlu subuh.
Setelah melakukan aktivitas Sholatnya, Hanna menaruh mukenah dan hendak keluar.
"Mau kemana?"
Ucap Gus Zein dingin.
"Teng Pawon gus"
"Ngapain?"
Hanna mengernyit heran mendengar ucapan suaminya itu.
"Nggeh masak Gus"
"Biar para khoddam yang masak"
"Kulo kan khoddam gus"
"Samean khoddam pribadiku"
"Tapi biasanya kan kulo masak gus"
"Yowes aku melu"
( Mau ngapain? )
Gumamnya, kemudian pasrah dengan keinginan suaminya yang hendak ikut dengannya kedapur.
Didapur, Hanna berkutat dengan berbagai macam masakan, dia yang sudah terbiasa dengan ilmu perdapuran, sangat lihai mengotak atik berbagai bahan masakan.
Gus Zein yang tak tau harus apa, hanya memandangi istrinya yang sedang sibuk sendiri.Karna merasa gabut, Gus Zein mendekati penggorengan yang berisi ikan, Beliau mencoba membalik ikan didalam penggorengan itu. Alhasil, minyaknya meletus mengenai tangan Gus Zein.
"Ahh.. Sshh"
Gus Zein terjingkat, ketika percikan minyak mengenai tangannya.
"Gus!!"
Hanna menghampiri Gus Zein, mematikan kompor lalu melihat kondisi tangan Gus Zein yang terkena percikan minyak panas. Kemudian dengan sigap Hanna mengambil garam dan mengoleskan garam itu ketangan Gus Zein yang terkena percikan.
"Emang bisa sembuh?"
Tanya Gus Zein heran.
"Inggih mboten langsung sembuh gus, tapi garam niki bisa mengurangi pelepuhan kulit akibat terkena minyak panas "
Jelas Hanna, yang tak dihiraukan oleh Gus Zein. Beliau malah memandangi aksi Hanna yang tengah sibuk mengoles, sembari meniup niup tangan gus Zein.
"Pun Gus, mboten usah nderek nderek.. Njenengan lenggah mawon nggeh"
Hanna menuntun suaminya itu menuju meja makan lagi. Kemudian kembali berkutat dengan pekerjaannya. Gus Zein yang merasa gabut akhirnya memilih tidur dengan posisi duduk berbantalkan tangan diatas meja.
Setelah selesai semua, Hanna membangunkan suaminya.
"Gus, monggo sarapan"
Gus Zein yang masih mengantuk, tak mampu membuka matanya, Beliau bangun lalu tidur lagi. Kembali dengan posisi awal.
"Lah, Guuus.. Banguuun"
Hanna menggoncang tubuh gagah Gus Zein yang malas untuk bangun.
"Ihh.. Gus.. Susah sanget toh.. "
Karna susah dibangunkan, Hanna pun bergegas ke kulkas untuk mencari es batu. Setelah menemukannya, Hanna kembali ke meja makan, dan menggeggamkan es batu itu ke tangan kiri Gus Zein. Tak lama kemudian....
"Inna Lillahi.. "
Gus Zein terperanjat, es batu tersebut sukses membangunkan Gus Zein dengan sempurna.
"Hanna, dingin Hanna"
Protes Gus Zein seraya mengibas ngibaskan tangannya karna terasa dingin sebab kelakuan Hanna.
"Ma'af, habisnya mboten purun tangi"
Sesal Hanna dengan wajah memelas.
( Kenapa menyebalkan sekali sih )
Batin Gus Zein yang geram dengan kelakuan Hanna.
"Onok opo toh, isuk isuk wes ribut"
Bunyai keluar dari ruang tengah menuju dapur masih memakai mukenah.
"Mboten wonten umik"
Gus Zein menutupi kejadian tadi, karna tak ingin bertambah panjang urusannya. Nanti bisa bisa dirinya yang disalahkan, karna perempuan.. Selalu benar.
"Kalian kok bangun pagi banget toh, opo ndak capek habis aktivitas semalaman?"
Goda bunyai terhadap mereka.
Hanna dan Gus Zein saling bertatapan dengan mengernyitkan dahinya. Mereka tak paham maksud bunyai.
"Maksudnya mik?"
Tanya Gus Zein yang benar benar tak paham dengan maksud bunyai.
"Yaaa.. Aktivitas malam suami istri"
Ucap bunyai sambil senyum senyum, Hanna sekali lagi menatap ke arah Gus Zein yang juga menatap ke arah Hanna. Kali ini mereka tau arah pembicaraan bunyai.
"Lho pun mateng toh mik.. "
Ucap Gus Habsyi yang tiba tiba datang bersama Laila. Laila yang tak biasa berada di ndalem, masih malu malu dengan keluarga ndalem.
"Iya Habsyi, iku mau kakak ipar samean seng masak"
Ucap bunyai, Hanna yang sekarang sudah jadi kakak ipar dari orang yang sedang ia cinta, hanya memalingkan wajahnya ke segala arah.
"Ayo sarapan bersama sekarang"
Bunyai mengajak keluarga makan bersama, diarah selatan Gus Habsyi dan Laila, dan diarah utara Gus Zein dan Hanna. Mereka saling berhadapan, sedangkan bunyai memanggil Abah.
Laila melirik ke arah Hanna, dia seakan bertanya "bagaimana caranya" ke Hanna dengan isyarat alis yang diangkat. Namun Hanna hanya membalas dengan gelengan kepala.
Gus Habsyi pun kemudian bergerak mengambilkan nasi untuk Laila dan dirinya sendiri. Namun Laila hanya memandangi, dia sangat segan menjadi menantu di rumah kyainya sendiri.
"Ayo di maem, tak suapin nggeh sayang"
Karna Laila tak kunjung makan, akhirnya Gus Habsyi pun menyuapi Laila, Laila juga antusias menerima suapan itu.
Gus Zein melirik kearah Hanna yang sekilas menonton aksi romantis mereka berdua, lalu memalingkan wajah, merasa tak sanggup menonton adegan ini.
Gus Zein yang seakan tau perasaan Hanna, langsung mengajak Hanna pergi dari meja makan.
"Emm.. Hanna.. Kita ke Pondok induk ya sekarang"
Gus Zein menarik tangan Hanna hendak pergi dari tempat itu.
"Wonten nopo teng mriku gus?"
"Aku lupa, pagi ini ada janji dengan pengurus, dek aku neng pondok sek yo"
Ucap Gus Zein terhadap Gus Habsyi yang hanya dibalas anggukan.
Hanna yang percaya dengan ucapan Gus Zein, mengikut saja dengan ajakan Beliau, sekilas dia melirik ke arah Gus Habsyi dan Laila yang masih romantis. Kemudian mengalihkan pandangannya lagi.
( Ya Allah, hapuskan cinta ini.. Aku takkan menyakiti hati suami hamba, dengan rasa yang salah ini ).
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Historia CortaKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...