Chapter 02

18.8K 1.1K 78
                                    

"ADA paket atas nama kamu tuh,"

Pandangan Sentana yang semula tertuju pada layar macbook di hadapannya, kini berubah untuk memandangi Mandala yang baru saja tiba. Berdiri di ambang pintu kamarnya dengan tangan melayang di gagang pintu.

"Kamu taruh diman—"

"Abis kelayapan kemana kamu?"

Bersamaan dengan pertanyaan yang diucapkan oleh Mandala, Sentana membalas dengan pertanyaan balik. Tatapan Sentana terlihat jelas menuntut sebuah jawaban jujur. Bahkan setelah dilapisi dengan kacamata bening itu, Mandala dapat merasakan aura dingin suaminya.

Menghela napas berusaha menahan ego yang mulai memuncah di dadanya. "Paket aku, kamu taruh dimana Sentana?" Mandala enggan ribut-ribut di pukul setengah dua belas malam.

"Dua hari kamu nggak pulang kerumah dan hal pertama yang kamu cari justru paket kamu, Man? Seriously?"

Sentana memejam, menyampirkan sejenak kacamatanya lantas ia memijat pangkal hidung bangirnya yang terasa berdenyut. "Aku tanya sekali lagi, kamu dari mana Mandala?"

Berkedip-kedip netra Mandala beberapa kali. Yang tadinya tubuhnya nampak lemah dilanda lelah, kini menjadi kembali tegak nan angkuh mengangkat dagu. "Gini ya, aku rasa sebenarnya ini bukan kewajibanku untuk explain everythings to you. I don't owe you any explanation, Sentana."

"Itu yang pertama..." nada bicara Mandala terasa begitu datar. "Yang kedua, kayanya aku udah pernah bilang kalo salah satu batasan di antara kita itu adalah nggak mencampuri urusan satu sama lain 'kan? Terus kenapa kamu harus tau segala aku pergi kemana, ngapain dan untuk urusan apa? You don't need to know, Sentana. Ingat ada batasan di antara kita yang nggak bisa kamu lewati"

Mandala menarik napas lantang sebelum ia membuangnya berat. Bibirnya nampak terkatup rapat setelah ia mengatakan untaian kata cukup panjang itu pada suaminya. Wajahnya yang biasa nampak glamor, terlihat sedikit pucat kala polesan riasan yang melekat di sana mulai menipis hampir hilang lesat.

"Awalnya emang gitu," Sentana mengangguk menanggapi. "Tapi setelah aku liat paket kamu yang di dalemnya isi sepuluh kotak susu formula bayi, apa aku masih nggak berhak tau apa yang udah kamu lakuin di belakangku, Man?"

Kontan saja kedua obsidian Mandala membola, wajahnya nampak berubah lebih hidup seolah perkataan Sentana baru saja memberi tamparan di permukaan kulitnya. "Itu kamu beneran udah ngelewatin batas ya, Sentana!!" perempuan itu memekik.

"Mana paket aku? Siniin nggak?!"

Sentana tersenyum sudut, sedetik kemudian ia nampak menggeleng heran, dengan raut sulit diartikan. "Aku nggak ninggiin nada bicara loh, Man. Kenapa kamu kaya kesannya overreacting over susu formula, ya?"

Melangkah mendekat pada istrinya yang berubah menjadi bungkam nan kaku, Sentana merendah sedikit untuk mensejajarkan wajahnya dengan Mandala. "Atau ternyata
kamu selama ini emang udah sejauh itu ya sama si... siapa sih namanya? Jer—Jerry?" Sentana mengintimidasi lewat pertanyaannya.

"Kapan hamilnya kamu?"

Jakun Mandala nampak turun sekarat. Keduanya netranya membalak kian besar bahkan rahangnya berubah kaku sempurna.

"Kotor mulut kamu, Sentan—"

Sentana berdecih remeh. "Ya, gapapa. Nggak masalah mulut aku kotor, Man. Lebih baik mulutku kotor daripada aku sok suci di hadapan semua orang, padahal di belakang lebih munafik dari anjing betina." ucapnya penuh penekanan.

Mandala memejam, erat. Tak sanggup membasalan tatapan Sentana hingga ia memalingkan wajah kearah samping.

"You know nothing about me..." dengan menunduk Mandala berucap getir. "Kamu nggak berhak tau, nggak berhak berusaha cari tau, apalagi sampe ikut campur urusanku, Sentana Loka."

Di Atas KastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang