HARI berganti terlalu cepat, bagai kilat cahaya melintas yang tak sempat terbidik. Di waktu yang sama terasa sangat lambat bak menempuh perjalanan ke luar angkasa. Adalah untaian kata yang terlalu berlebihan untuk mendeskripsikan hari ke empat berada di Negeri Singa ini.
Sudah memasuki hari ke empat dan Sentana belum memiliki celah untuk pulang lebih cepat. Jangankan untuk pulang cepat, desas-desus bahwa kegiatannya justru akan diperpanjang di sini, membuat Sentana mengerutkan dahi terusik. Seharusnya bukan masalah besar jika hal ini terjadi satu tahun yang lalu, atau dua bulan yang lalu— saat statusnya sebagai suami masih bak ada dan tiada.
Tapi, tidak dengan sekarang.
Sentana mulai keberatan jika harus bepergian jauh terlalu lama. Sebab, ada seseorang yang secara tersirat sedang menantinya pulang. Dan, jangan salah artikan bila Sentana akan berbesar kepala dengan hal tersebut, kenyataannya, ia juga mulai terbelenggu rindu. Pun fakta bahwa Mandala sedang dalam mode manisnya itu semakin membuat Sentana merasa tak karuan, ingin pulang.
Setelah dua tahun menikah, Sentana mungkin dapat mengatakan bahwa hubungannya dengan Mandala sedang dalam keadaan terbaik.
Rasanya hangat, belum ada pertengkaran besar yang memuncah. Semoga, selalu begitu. Dan perlahan, Mandala mulai sedikit demi sedikit bersikap terbuka padanya. Semoga, tidak sementara.
Akan tetapi dunia memang sesekali bertindak tak adil. Mengatur takdir untuk seluruh insannya sedemikian rupa, namun, justru memisahkan yang sedang sama-sama merona.
Dan hakikat manusia memang sulit untuk melawan takdir, hingga kenyataan bahwa Sentana masih duduk pasrah dengan seragam
formalnya itu sama sekali tidak membantu perasaan yang tengah direlung rindu.Ditemani langit biru yang menjadi pemandangannya, kacamatanya ia tanggalkan ke atas nakas. Mengistirahatkan kedua obsidiannya yang terasa kering penat. Dalam satu hari entah ada berapa dokumen yang Sentana baca. Membosankan, jujur saja. Namun, tanggung jawab adalah tanggung jawab. Dan rasa penasaran itu kini mulai diliputi geram yang tak terbendung.
"Ada berapa aset yang dibeli atas nama Joesoef Halim?" pertanyaan Sentana mengudara sejurus dengan tatapannya yang memicing kecil. Menelisik.
Tidak jauh-jauh, masih pada insiden penggelapan dana sekelompok orang di Sanga Group. Sentana selalu menyisipkan paling tidak satu jam untuk mendengar perkembangan kasus itu dari tim investigasinya. Ia ingin menuntaskan tanpa sisa. Secepatnya, sesingkat-singkatnya.
Dan silahkan katakan bahwa ia picik dengan memusatkan perhatian pada satu nama tersangka, namun, Sentana memang melakukan investigasi dan mediasi hanya untuk menemukan orang itu. Secara spesifik, Sentana memang tengah mengincarnya. Tidak akan Sentana biarkan lolos lagi.
"Satu unit mobil Hyundai SANTA FE senilai Rp. 575,2 juta rupiah dibeli pada bulan Januari tahun ini, dengan metode pembayaran cash atas nama Joesoef Halim."
Putu sedari seberang tempat duduk Sentana menjabarkan, rinci. Tidak luput dengan pandangannya yang sesekali melirik ke arah Sentana lalu pada layar laptop. Membuatnya kali ini terlihat sama seriusnya seperti Sentana di hadapannya.
"Selain itu?"
"Satu hunian di daerah Canggu yang ditafsir pada harga Rp 5,5 miliar dan lahan seluas 10 are seharga Rp 3 miliar yang secara berturut-turut dibeli pada September 2023, dengan akta notaris dan sertifikat tanah atasnama Joesoef Halim, pak."
Selolong tawa pasi terdengar menguar bebas, "Dia menggunakan dana yang digelapkan dengan sebaik-baiknya, ya?" sarkas Sentana menyindir halus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
RomansaPernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...