DI usianya yang menyentuh angka tiga puluh lima tahun, Mandala memiliki satu mimpi yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya setiap hari. Sederhana saja, mimpi Mandala adalah dapat pulang cepat.
Pulang lebih awal sebelum jam kerjanya benar-benar berakhir di sore hari adalah mimpi Mandala.
Dan nampaknya, Mandala sedang beruntung hari ini sebab mimpinya terwujud. Dewi Fortuna tengah berbaik hati dan membiarkannya pulang lebih cepat.
Kepada obsidiannya yang menyorot arloji di pergelangan tangan, jarum jam baru saja berhenti di angka satu, yang artinya hari masih sangat terik di saat mimpinya terwujud siang ini.
Usai memarkirkan mobilnya di dalam garasi, cepat-cepat tungkai Mandala mencipta langkah untuk segera masuk ke dalam rumah.
Pulang lebih cepat sebenar-benarnya sangat menyenangkan. Tentu saja tentang rentang waktu lebih lama yang akan dimiliki Mandala untuk beristirahat. Pun fakta bahwa ia tak perlu berlama-lama menempuh perjalanan pulang di jalanan yang cenderung padat pada sore hari.
Namun, tiap-tiap suatu kelebihan yang datang, pasti diimbangi dengan kekurangan. Pulang lebih cepat menandakan bahwa Mandala harus melewati sepanjang jalan sedari Jimbaran sampai Denpasar dengan matahari yang bertengger tepat di atas pucuk kepala.
Terik langit yang masih sangat panas.
Bukan suatu hal baru mengapa Mandala sering melihat orang-orang keluar dalam keadaan heboh mereka. Semua-semua hal yang melekat ialah siasat untuk melindungi diri sedari ujung surai sampai ujung kaki.
Dikenakan atas tujuan pasti. untuk menghindari terpaan matahari menembus kulit.Tidaklah pemandangan langka lagi di Bali.
Langkah kaki dipercepat. Kedua alis Mandala mendadak menyengrit saat pendarnya tak sengaja menangkap penampakan asing di teras rumahnya.
Tatanan sepatu di atas rak yang berantakan.
Sebelumnya tak pernah terjadi hal seperti ini.
Membuat Mandala membuka pintu rumahnya dengan gesit, "Bau apa ini?" untuk kemudian melontarkan tanya setelahnya. Perempuan itu melangkah, menelusuri ruang demi ruang di dalam bangunan dengan dua lantai itu hingga raut wajahnya berubah menjadi senyum yang ditahankan. "Hari ini pulang cepet?"
Wangi yang menyambut kedatangannya di rumah siang ini ia abaikan sejenak.
Mandala melangkah sejurus pada sofa di ruang tengah.
Turut mendudukkan diri bersama pria yang telah lebih dulu berada di sana. Disambut dengan sorotan teduh dari ekor matanya itu. Kacamata membingkai keseluruhan wajah. Tangannya menyampirkan ponsel dalam genggaman untuk mengikuti pergerakan Mandala yang terduduk sempurna.
Adalah Sentana yang nampaknya telah pulang jauh lebih cepat dari Mandala.
"Kamu juga pulang cepet?" suara berat itu pada akhirnya mengudara. Disertai dengan sorot mata yang memaku seolah tanpa berkutik. Untuk kemudian dibalas dengan anggukan sejalan. "Gimana tadi? Macet?"
Pertanyaan yang satu itu, rasa-rasanya tidak perlu bersuara untuk mengutarakan jawaban, sebab sudah jelas sekali ; macet.
"Ya, tumben banget siang ini macet," Mandala mendengkus dengan hembus napas pendek yang diloloskan. "Tapi nggak lama kok. Aku kena macetnya cuma tiga puluh menitan aja." selorohnya berlanjut seumpama pengertian.
Sentana mengulas senyum kurva di sudut bibir ketika mendengar celotehan yang tak panjang sama sekali itu.
"Kamu kenapa pulang cepet?" gurat wajah Mandala memperhatikan dengan seksama. Mencari jawaban pada Sentana yang terdiam untuk beberapa saat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
RomancePernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...