"KALO aku muntah di atas muka kamu sekarang, gimana?"
Gerak tangan Sentana yang tengah mengulir layar ponsel sontak terhenti. Menatap ke arah Mandala yang tengah menjadikan tubuhnya sebagai tempat merebah. Dilirik betul-betul raut wajah istrinya nampak serius dalam berkata.
Ponsel diletakkan. Kedua wajah mereka bersitatap sejajar. Terjeda sejenak kegiatan keduanya yang tengah menghabiskan waktu bersantai dengan menonton video-video pendek di sosial media, atas beberapa kota yang bisa jadi akan dilabuhkan keduanya untuk destinasi persinggahan.
Untuk beberapa saat Sentana mengerjap. Lantas kemudian membalas dengan anggukan. "Yaudah."
Anggukan Sentanayang kontras dengan alis menunik Mandala.
Mandala memberi sedikit jarak dengan memundurkan wajahnya menjauh sedari dada Sentana. "Yaudah apa? Mau kamu telen muntahku?" balas Mandala tidak santai.
"Nggak lah." cetus Sentana memperjelas penolakan. Kemudian terdiam saat Mandala menelisiknya habis-habisan.
"Terus yaudah itu apa?" dilontarkan pertanyaan dengan Mandala yang turun sempurna dari posisi merebah mereka beberapa saat lalu.
Otomatis Sentana turut mendudukkan diri. Untuk beberapa saat menelaah kuis mendadak yang bisa saja menjerumuskannya kepada perselisihan. Antaran jawaban menggelikan atau jawaban realistis yang harus ia berikan sekarang. "Yaudah kamu aku turunin," namun Sentana menjawab dengan realistis.
"Oh? Gitu aja?"
Tiba giliran Mandala untuk menjawab dan Sentana menelan ludah kasar.
Firasat Sentana tidaklah baik. Disamarkan dengan menaikkan dua alis. Piawai dalam menyembunyikan keraguan. "Iya?" Sentana menjawab dengan nada menggantung. "Atau kamu mau ditemenin muntah?" setidaknya jika jawabannya salah, Sentana sudah memberi opsi lain yang lebih baik.
Cengo di wajah Mandala jelas.
"Kamu emang nggak peka, Sen."
Diucapkan dengan membuang muka ke samping enggan membalas tatapan.
"Kalo aku sampe pengen muntah kaya gitu, artinya kamu tanyain aku baik-baik aja atau nggak?"
Jawaban keki yang Mandala ucapkan dengan dua tangan terlipat di dada. Sesekali melirik untuk kemudian kembali membuang muka sembarang arah. Rasa mual yang muncul padahal saat ini sedang bersama dengan suaminya— orang yang paling disukai anaknya— tapi justru bersikap abai dalam menanggapi. Tentu saja kerasan jengkel Mandala benar-benar ada.
"Mau punya anak sama aku nggak, sih, sebenarnya kamu?"
Dokter Cita benar saat ia berkata bahwa Mandala akan jadi lebih sensitif.
Berikut hal-hal yang dapat membuat suasana hatinya berubah cepat.
"Mau."
Sedang Sentana memilih untuk menjawab dengan aman.
Tidak sedang mencari mati.
Padahal sejak pulang sedari pemeriksaan bersama Dokter Cita dua hari lalu, Mandala benar-benar dalam suasana hati yang baik, manis sekali tingkahnya. Seolah tidak ada gejala yang Mandala rasakan sampai-sampai mereka benar-benar bagai pasangan yang tengah berpacaran sekarang ini. Kondisi yang sangat kondusif jauh dari interupsi. Termasuk sempat memikirkan akan pergi ke mana untuk berlibur nanti.
Namun bukan berarti aman sebab bisa berubah secara drastis hanya dalam hitungan menit.
Suasana hati Mandala.
Benar-benar, Sentana harus menyiapkan diri dan mental, sama seperti yang Dokter Cita katakan sebelum mereka pulang malam itu.
"Terus kenapa nggak peka kalo kamu tau aku lagi hamil anak kamu?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/365965189-288-k762560.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
Любовные романыPernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...