MANUSIA dan rencana, adalah dua hal yang misteri hakikatnya. Seseorang bisa saja merincikan rentetan kegiatan yang ingin ia lakukan, namun eksekusinya, tetap kembali pada alam yang berkehendak.
Laju mobil yang melesat kilat itu nampak membelah jalanan dengan gencar. Menyalip daripada celah memungkinkan. Raungan mesinnya memantul di berbagai penjuru. Tidak ada tanda-tanda kendaraan roda empat itu akan melambat dalam radius terdekat.
"Maaf pak, ibu bilang jangan kasih tau bapak karena ibu mau tanggung jawab sendiri. Tapi saya khawatir pak, lututnya ibu berdarah banyak sekali. Malahan saya yang lemes liatnya, padahal ibu yang ngerasainnya."
Seharusnya, Sentana ada di ruang pertemuan itu dengan orang-orang berdasi formal, untuk mengamankan masa depan perusahaannya agar lebih gemilang.
Akan tetapi, bukannya bersandar di kursi empuk sembari menebar senyum karir— Sentana justru kini tengah menekan klakson mobilnya cukup keras, kendati lampu hijau telah muncul namun kendaraan di depannya masih belum bergerak.
Tentu saja ia sedang dalam perjalanan untuk pulang ke rumah.
Suara bergetar Mbok Yan saat menjelaskan keadaan Mandala, sangat berbanding terbalik dengan bagaimana Mandala menyapaikan perkara yang terjadi di rumah mereka dalam dinding perpesanan tadi.
Membuat Sentana tidak bisa untuk tidak memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Sehingga semua rencana yang telah di jadwalkan untuk Sentana hari ini, harus ia serahkan kepada wakil direkturnya.
Tidak memerlukan waktu lama bagi Sentana untuk kembali ke rumah. Sesampainya ia di pekarangan, alis Sentana yang sedari tadi sudah bertaut keras kini justru dibarengi dengan kedua obsidian yang sempurna mendelik. Tidak habis pikir.
Sedetik kemudian tanpa menunggu lama ia segera turun dari dalam mobil, melangkah lebar-lebar pun tangannya dengan sigap, meraih Mandala yang kelihatannya terkejut mendapati kedatangannya di sana.
Sepertinya, Mandala berencana untuk tetap pergi ke kantor dan tak mengindahkan perkataannya dalam pesan tersebut.
Tentu saja opini Sentana itu diperkuat dengan fakta bahwa Mandala nampak tengah memasukkan beberapa barang ke dalam mobilnya sendiri— khas dirinya saat akan berangkat ke kantor di pagi hari, biasanya.
Namun untung, Sentana berhasil menembus jalanan dengan cepat dan tiba tepat waktu sebelum Mandala berhasil kabur.
"K-kamu kenapa udah pulang?" suara Mandala sedikit gugup saat pergelangannya digenggam cukup kuat oleh Sentana.
Tidak menjawab. Sentana memilih untuk diam.
Yang katanya lutut Mandala terluka— belum sempat Sentana lihat, sebab perempuan itu sedang memakai setelan dengan celana panjang formalnya.
Justru untuk kali ini, alegasi KDRT itu mungkin dapat dilayangkan oleh Mandala setelah ini— sebab Sentana memilih untuk menarik paksa Mandala agar kembali masuk ke dalam rumah mereka.
"Sen! Kamu kenapa, sih?" tenaganya tidak sebesar itu untuk menolak Sentana yang jatuhnya tengah menyeret paksa dirinya.
Kedua tungkainya mulai nampak kewalahan mengikuti pacu langkah Sentana yang terlalu lebar, "S-sen! Sakit! Sakit banget..." celetuk Mandala, satu tangannya bahkan ikut mencekal genggaman Sentana di pergelangannya sendiri.
Jika sedari tadi aksi tarik menarik itu dilakukan Sentana di pekarangan rumah mereka, maka kini ia menghentikan tindakannya tepat saat mereka telah berada di teras.
![](https://img.wattpad.com/cover/365965189-288-k762560.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
RomancePernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...