LANGKAH kaki Sentana menjejak saat tungkainya memijak ke dalam.
Seharusnya sudah sejak tadi ia pulang ke rumah. Akan tetapi perihal pertemuannya dengan Jeremy ternyata menyita cukup banyak waktu. Dan, ketika hari sudah sempurna gelap, Sentana baru tiba di kediamannya.
"Pardon?" suara itu menghentikan langkah Sentana di tengah kegiatannya yang melangkah masuk ke dalam kamar. "Who are you?" dilanjut dengan pertanyaan yang mengudara setelahnya.
Sejenak, Sentana memilih untuk diam. Arah netranya tertuju kepada Mandala yang tengah duduk manis di atas ranjang mereka. Berbeda dengan dirinya yang memasang raut bingung—penuh tanya, Mandala justru terlihat menaikkan sebelah alis— ketus.
Lima detik, Sentana masih terdiam untuk mencerna. Tindakan yang mengundang decakan jengkel dari Mandala, sekaligus bola mata perempuan itu yang berputar malas.
"By any chance, don't you think you've entering the wrong house, Sir?"
Lagi-lagi Sentana dibuat berpikir kini. Menatapi Mandala sembari melangkah mendekat. Di waktu-waktu seperti sekarang ini, apa sekiranya yang dapat membuat Mandala berkata demikian padanya?
Sentana masih dalam belenggu pertanyaan sampai mendadak, netranya mengerjap panik, "Wait? What do you mea— no, jangan bilang kamu mabuk? Are you drunk?" langkah kakinya melebar untuk berdiri tepat di samping ranjang tempat Mandala terduduk.
Tidak boleh, jangan sampai Mandala sungguhan sedang mabuk sekarang.
Akan sangat berbahaya untuk istrinya itu.
Bukan hanya berbahaya untuk Mandala, tapi untuk keduanya di masa depan.
Sentana meletakkan kedua tangannya di atas pundak sang istri, "Mandala, are you drun—"
"Drunk your ass."
Merasa terusik, Mandala menepis tangan Sentana dari pundaknya. Sontak raut wajahnya terdistraksi dengan pernyataan Sentana, menyengritkan dahi. "Kamu kali yang abis mabuk-mabukkan makanya baru pulang jam segini." nada bicara Mandala terdengar ketus, tidak suka.
"Oh, wait, you're a complete stranger to me now. How could you act like someone i know?"
Sentana mengulum bibir dalam senyum yang tertahan.
Memilih untuk mendudukkan diri, menatap wajah Mandala lekat-lekat. Selanjutnya, menghela napas ringan sebagai bentuk penyesuaian. "Whats wrong with me?" tanya Sentana pelan. Netranya memilih untuk menikmati paras Mandala di hadapannya. A very much needed— setelah satu hari harus bergulat dengan emosi yang memuncah dikarenakan oleh seorang bebedah.
Mandala bergumam samar. "Who are you?"
Keheningan yang tercipta itu sebab Sentana kini masih menerka harus menjawab bagaimana. "Sentana?" jawab pria itu sekenanya, agak ragu.
"And what role do you play in my life, that makes you come to the same house as me?"
Pertanyaan semacam ini, sesungguhnya membuat Sentana memutar otak dua kali lipat lebih cepat, dibandingkan saat ia sedang harus memberi keputusan di kantor. Menarik napas perlahan, "Your husband?" Sentana harap jawabannya tidak menjebaknya kali ini.
"Exactly." Mandala mengangguk. Menaikkan sebelah alisnya, sudut mata Mandala memicing kala membalas tatapan Sentana. "But i don't feel like one." sambung Mandala.
Tentu saja, jantung Sentana bagai terjorok mendengarnya. Berputar-putar di kepalanya, tentang maksud dari perkataan yang terlontar dari bibir Mandala saat ini. Apa sejatinya memang Mandala sedang mabuk? Wajah Sentana berubah menjadi pias betul. Pualam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
Storie d'amorePernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...