Pernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan.
Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[ Di Atas Kasta short AU/fake chat, bisa diakses di tiktok dan instagram ; bhumikaakshara ]
•••
USAI memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah, dengan sedikit tertatih Mandala mengais langkah terseok-seok untuk dapat masuk ke dalam.
Langit senja dengan lembayung jingga menyambut kepulangan perempuan itu. Pun deru angin tenang mengiringi tungkai kakinya yang memijak perlahan.
Sedari dalam rumah, Sentana dapat mendengar suara pintu yang seolah tengah menanti kehadiran seseorang. Sejemang berlalu begitu saja, hingga Sentana dapat menghirup aroma oriental hangat dari wewangian istrinya seketika sosok tersebut memasuki koridor rumah mereka.
Melekat blouse putih dengan rok span hitam yang mendekap tubuh rampingnya. Surai legamnya itu nampak menyibak ketengah, mulai berantakan di sore hari. Dialaskan dengan black pointed stilleto, suara pijakan kaki Mandala menyempurnakan penampilan formal tegas perempuan itu.
Sejenak menyelam pada tiap inci pahatan yang dimiliki oleh Mandala, Sentana pada akhirnya mengerjap pun berdiri saat mendapati perempuan itu telah berada tak jauh darinya.
"Tadi makanan sama obat yang aku delivery, udah di habisin?" tanya Sentana pelan. Meraih pergelangan tangan Mandala sejenak sebab istrinya itu nampak sulit betul dalam melangkah.
Langkah Mandala berhenti. Sudut netranya bergulir untuk membalas obsidian yang tengah menatapnya kini. "I don't think that is one of your business, Sen." terampil jari Mandala menepis genggaman tangan suaminya itu.
Tetap mempertahankan pegangannya pada pergelangan Mandala. "My bussiness dong, aku beli semuanya pake duit, loh. Salah aku tanya ke istriku perihal itu?" balas Sentana kilat. "Apalagi kamu aja jalannya masih susah gini 'kan?" sebaiknya yang satu itu disimpan dalam hatinya saja.
Mandala menghela napas lelah. Gurat wajahnya terlihat terlalu penat. Bahkan yang biasanya ia selalu nampak rapi dengan untaian surai panjang itu, kini terlihat berantakan dengan beberapa helai yang berbentuk tak beraturan.
"Masalah duit aku ganti, deh. Dari awal juga aku nggak ada minta dibeliin apapun 'kan? Kamu aja yang sok kaya."
Prinsip Mandala hanya satu, apapun kondisinya, ia tak akan meminta nafkah dari Sentana sedikit pun.
Malam dimana Sentana datang ke rumahnya membawa dua loyang pizza itu adalah pengecualian. Sebab yang satu itu, secara tanpa sadar Mandala memang meminta Sentana untuk datang kesana.
Meskipun tetap saja, Mandala merasa tidak sepantasnya harga dirinya hanya sebatas dua loyang pizza.
"Inget, Sen, aku bukan penjilat yang bisa kamu tundukin pake duit. Beda kelas sama jenglot kamu yang bahkan rela ngangkang kalo dikasi duit."