Chapter 08

13.2K 694 41
                                    

PAGI ini langit nampak cerah setelah semalam di guyur hujan tanpa henti. Kembali dari rumah Mandala, Sentana tiba di kediamannya sendiri tepat pukul enam tiga puluh.

Yang artinya, ia akan sedikit terlambat untuk tiba di kantor hari ini.

Selain karena biasanya Sentana bersiap untuk ke kantor sejak pukul setengah enam pagi dan berangkat dari rumah di pukul tujuh. Tapi juga karena mendadak ia memiliki suatu keperluan penting yang harus ia selesaikan di kamar mandi.

Dan itu tidak bisa ia lakukan di rumah Mandala, sungguh.

Menghela napas lega usai membasuh jernih dirinya sedari atas hingga bawah, sembari mengusap surai basahnya Sentana melangkah keluar dari kamar mandi.

"Loh, bapak kok masih di rumah? Bukannya udah terlambat tah?" itu suara Mbok Yan. Menyapa Sentana yang mengitari dapur dengan sebelah tangan menenteng gelas kaca.

Sentana mengganguk membenarkan. "Iya, saya ngantornya agak siangan aja mbok. Lagi nggak terlalu sibuk juga di kantor hari ini." santai pria itu berucap. Setelahnya lantas menegak tandas seluruh air didalam gelasnya.

Mengangguk kecil tanda paham. "Mau dibuatkan teh anget jahe, pak? Bapak 'kan kemarin keluar malem-malem"

Sebagai asisten rumah tangga Sentana dan Mandala, Mbok Yan kurang lebih sedikit tau bahwasanya jika salah satu di antara mereka, terlebih apabila Sentana keluar malam-malam, itu tandanya mereka akan kembali dalam keadaan mabuk. Atau setidaknya, hangover di pagi hari.

Sentana menggeleng, menolak halus. "Nggak usah mbok, saya kemarin nggak pergi minum-minum kok."

"Cuma keluar ketemu temen terus bablas nginep di sana." tambahnya lagi, di akhir pria itu tersenyum tipis. Teman yang merepotkan biologisnya.

Mendapati asisten rumah tangganya itu hanya tersenyum sembari menyenggut kecil. "Yaudah, saya siap-siap ngantor dulu ya, mbok." beranjak dari dapur hendak melangkah masuk kedalam kamarnya sendiri.

"Pak," namun suara Mbok Yan menghentikan gerak Sentana.

Membuat pria itu menoleh dengan alis yang dinaikkan menanti jawaban.

"Ibu... nggak dicari pak?" ada sirat keraguan yang mengudara dari pertanyaan Mbok Yan saat ini.

Mengerjap takut sampai harus berpura-pura mengelap keramik dapur yang sudah bersih kesat sebelumnya. "Maksudnya, ibu kan udah pergi lebih dari tiga hari... apa nggak sebaiknya dicari, pak? Mbok kan takutnya ibu kenapa-napa kalo dibiarin diluar sendirian tanpa bapak..."

Pertengkaran Mandala dan Sentana tempo hari lalu tidak luput dari atensi Mbok Yan. Sebagai asisten rumah tangga yang juga menetap di sana, ia jelas mendengar bagaimana dua tuannya saling beradu urat malam itu. Meski menurutnya pertengkaran malam itu bukanlah sesuatu hal yang heboh dan menggelengar, namun Mbok Yan cukup kaget mendapati kenyataan bahwa nyonya rumah tersebut tidak lagi nampak batang hidungnya sejak saat itu.

Tersenyum tenang, Sentana memejam sembari menggeleng. "Emang Mandala pernah perlu sama saya, mbok? Kayanya dia malah lebih suka kelayapan nggak jelas tanpa saya daripada pulang kerumah."

"Tapi nanti malem dia juga pasti pulang sih mbok,"

"Udah lama dia kelayapan. Pasti udah mulai laper dan kepikiran buat pulang. Tenang aja, mbok." celetuk Sentana diakhiri dengan kekehan sinis. Ia sadar penuh sedang menyamakan Mandala dengan hewan-hewan peliharaan yang terlepas dari kandang, dan akan pulang lagi setelah merasa perutnya lapar.

Tidak lagi ingin mendebat majikannya, Mbok Yan memilih untuk mengangguk dan menyudahi pertanyaanya tadi, pun menatap punggung Sentana yang telah menjauh dari sana.

Di Atas KastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang