SALAH satu yang membuat Mandala menjadi kebanggaan keluarga Gandi, juga disorot oleh keluarga Praja untuk menjadi menantu mereka adalah— Mandala tidak hanya berbekal paras yang ayu, namun, keahlian dan prestasi yang perempuan itu pahat adalah keunggulan mutlak yang tidak semua orang dapat tiru.
"Acaranya satu hari, tapi karena lokasinya jauh dari sini, mereka udah menyediakan fasilitas buat kamu datang sehari sebelum tanggal acara itu."
Rekapan techinal meeting yang Mandala lewatkan empat hari lalu, kini disampaikan ulang oleh Chandra yang menggantikan kehadirannya.
Seharusnya, jika Sentana tidak lebay hanya karena luka di lututnya itu— Mandala bisa menghadiri technical meeting penting yang dapat ia jadikan ladang melebarkan sayap bisnis. Sayangnya, Sentana terlalu lebay menanggapi luka kecil pada lututnya.
"What do they provide me?" tanya Mandala.
"Selain hal-hal yang basic, mereka provide akomodasi penginapan di daerah Ubud, terus juga transportasi antar jemput selama kegiatan berlangsung sampai selesai."
Mandala mengangguk, tatapannya kini tertuju pada layar ponselnya sendiri untuk menambahkan pengingat terkait jadwal talk-show ini. "Berapa hari lagi sih, Can? Lupa, deh." tanyanya lagi.
"Empat hari lagi." Chandra menjawab. "Tiga hari, kalo kamu mau ambil full fasilitas mereka dari H-1 acara."
Mandala mengertukan dahinya sejenak, "Interesting, tapi nanti deh aku pikirin." sahut Mandala. "Dresscodenya apa, katanya?"
"They didn't inform me about this one. But since the audience are mostly foreigners ... i think it's gonna be bussiness formal? I don't know. Just wear whatever make you comfortable in, Man."
Menyenggut pelan sebagai tanggapan, senyum di wajah Mandala terulas singkat.
Pesatnya perkembangan nama Mandala dan bisnis kecantikan yang ia miliki, adalah bukti nyata bahwa ia memiliki kecakapan yang kompeten.
Semua ini tidak terlepas dari peran orang tuanya yang sering sekali membebankan harapan pada pundaknya— meski beberapa tuntutan itu tidak Mandala sukai, contohnya saja menikah dengan Sentana— tapi Mandala tidak mengelak fakta bahwa beban berat yang ia pikul di pundaknya itu, ternyata mengantarnya pada titik ini.
Titik dimana namanya disorot, dan ia menjadi pusat perhatian atas prestasinya.
Mandala suka saat semua orang menunjukkan atensi hanya padanya.
Itu memang yang ia kejar di dunia ini.
Tentu saja, mencapai titik hari ini, sama sekali tidak mudah bagi Mandala. Perlu banyak pengertian dan penyesuaian bagi Mandala. Dan setelah bertahun-tahun lamanya, Mandala sepenuhnya menyukai garis takdir ini. Garis takdir tentang ia yang dapat menjadi perempuan mandiri dan berdiri sendiri— bukan garis takdir menikah dengan Sentana— itu pengecualian besar.
"Kamu ikut nggak, Can?" celetuk Mandala. "Kalo mereka emang provide aku fasilitas penginapan sejak satu hari sebelum— kenapa nggak kita manfaatin aja buat liburan, ya?"
Chandra terdiam sejenak. "So it will be some kind of girlhood time?" katanya bertanya dengan nada antusias.
"Yes!" sahut Mandala, juga dengan nada antusias.
Beberapa saat kembali terdiam, nampak menimang ajakan Mandala selama beberapa detik. "Duh, bakalan seru, deh! Tapi... tanya suami dulu lah," Chandra membuihkan pengecualian dalam antusiasnya itu. "My husband can't sleep without me." guraunya dengan nada jenaka.
"Dih? Lebay banget?"
"Say less, Mandala." Chandra mengelak cepat. "Siapa, ya, yang empat hari lalu mendadak nggak ke kantor dan ngambil cuti, cuma gara-gara suaminya nggak ngebolehin? Hm, itu juga suaminya lebay nggak sih, Man?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
RomantizmPernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...