Chapter 39

10.4K 1.1K 674
                                    

PENERANGAN hangat dari bias lampu gantung yang terpancar dalam ruangan dengan panel kayu, terlihat tenang saat hanya segelintir orang berada di dalamnya. Telapak meja berwarna putih memberi pantulan bersih, nampak kian berseri dengan beberapa hiasan bunga yang ditata rapi di atasnya.

Ruangan yang menciptakan dimensi wangi beragam.

Menguar sedari hidangan masakan yang tertata rapi nan silih berganti berdatangan, aroma segar bunga dalam vas, juga dari harum parfum orang-orang yang berada di dalamnya.

Seharusnya menjadi momentum yang baik untuk membangun relasi, akan tetapi sejak tadi gerak-geriknya justru nampak tidak nyaman. Mungkin gelisah adalah kata paling tepat untuk menggambarkan situasi saat ini.

"Are you okay?" pertanyaan yang ditujukan oleh Chandra kepada Mandala. Sedari awal, pengliatannya mengikuti setiap perpindahan yang dilakukan oleh Mandala.

Lalu menjadi khawatir saat mendapati perempuan di sebelahnya itu nampak berkeringat dingin.

Bahkan deru napas Mandala terdengar berhembus kasar.

Terlihat Mandala memejamkan netranya sesaat. Lalu berikut menghela napas lantang. Sedang berusaha melegakan deru napasnya. "I'm fine. What do you mean?" sahutan Mandala dibarengi dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

Tidak seharusnya Mandala menjadi pusat perhatian saat ini. Di hadapan rekan-rekan bisnis dan beberapa orang yang tengah menghadiri brunch bersama— tentu saja, Mandala harus terlihat baik-baik saja— meskipun sebenarnya ia tidak merasa demikian.

Kenyataannya, Mandala bahkan tidak sanggup berucap basa-basi karir dengan mereka yang kini duduk di hadapannya. Wajar Chandra melontarkan tanya demikian kepadanya, sebab Mandala lebih banyak diamnya siang ini.

Ada perasaan mengganjal yang tidak bisa ia utarakan dengan kata. Terlebih tentang bagaimana Mandala merasa ingin memuntahkan isi perutnya dengan wewangian yang kini menguar di udara.

Selebihnya, Mandala benar-benar tak berselera dengan berbagai macam makanan yang seharusnya lezat untuk ia santap siang ini.

"Why aren't you eating the tuna tataki then? Isn't this one of your favorite?"

Pandangan Mandala mengikuti arah sumpit Chandra tertuju. Irisan tuna segar yang tersaji di atas piring lengkap dengan lobak segar dan lemon yang menghiasi di sisinya. Adalah salah satu makanan kesukaan Mandala selama ini, namun anehnya, kini ia seolah dapat mencium wangi air laut kuat dari makanan itu.

Kepalanya menggeleng pelan, menolak. "I'm just not in the mood." Mandala hanya sedang benar-benar tak berselera.

"Are you sure? Kamu keringet dingin, Man." masih dengan sematan kekhawatiran yang dilontarkan oleh Chandra. Terlewat asing dengan bungkamnya Mandala yang tidak biasa.

Mandala sesaat menoleh pada rekan-rekan lainnya yang masih nampak khidmat dengan kegiatan brunch mereka, "Kayanya perut aku cuma lagi nggak enak karena nggak suka wangi bunganya." Mandala mengucapkan dengan nada yang agak berbisik.

"I'll get a hot tea for you, okay?"

Mandala bersitatap sejenak pada Chandra sebelum mengangguk dengan ulasan senyum tipis yang terukir.

Belum ada satu pun makanan yang Mandala sentuh di tempat ini. Padahal ia perlu asupan energi untuk melakukan rapat setelah ini, akan tetapi perasaannya hanya sedang begitu kacau dan berdampak pada selera makannya yang menurun kontan.

Kuluman bibir Mandala tertahan kala aroma masakan penuh rempah-rempah kini menyapa indra penciumannya.

Mandala sadar bahwa meninggalkan meja makan sebelum menyelesaikan kegiatannya, adalah tindakan yang tidak sopan. Namun, akan lebih tidak sopan jika Mandala mengusik dengan gestur menutup mulut dan hidungnya itu.

Di Atas KastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang