Berkat DreamTeam aku bisa merasakan naik kapal laut untuk pertama kalinya. Berada jauh dari rumah, berkonflik dengan orang asing untuk pertama kalinya. Jatuh hati pada seorang anak kecil sampai sebegitunya untuk pertama kalinya. Ikut lomba lari berpasangan untuk pertama kalinya. Juga ... memegang tangan seorang pria untuk pertama kalinya.
Hari ini aku lagi-lagi mencecap pengalaman pertama. Kami semua libur dari berkegiatan, lalu diajak main ke danau. Aku sempat mengira kalau danau yang dimaksud adalah yang ada di belakang rumah. Ternyata bukan.
Butuh jalan kaki selama setengah jam dari rumah. Aku sudah sempat bersungut-sungut dalam hati karena kaki pegal dan napas ngos-ngosan. Namun, ketika mata akhirnya disuguhi pemandangan air danau yang jernih dan sekitaran danau yang asri, lelahku sirna.
Terletak di tengah hutan, danau ini lebih luas dari yang ada di belakang rumah. Airnya jernih, dasar danau yang berupa batu dan tumbuhan air tampak jelas dari atas, bak lukisan. Aku tak berhenti tersenyum, sesekali kugunakan ponsel untuk mengambil gambar.
"Serin, ayo nyebur," ajak kak Fani sambil menarik tanganku.
Aku menggeleng, menarik balik lengan. "Aku enggak bisa renang. Dalam kayaknya." Kupanjangkan leher untuk mengintip dasar danau.
Kak Fani memukul lenganku. "Kan ada ban. Ayo!"
Jadilah aku terjun ke dalam air. Segar sekali ketika aku mencelupkan tubuh di tepian danau yang masih dangkal. Dingin airnya serasa meluruhkan semua debu dari kulit tubuh. Kak Fani berenang ke tengah, aku naik ke ban. Benda bulat hitam itu mulai bergerak, aku menikmati pemandangan dengan perasaan kagum.
Tenangnya alam membuatku merenung. Tak tentu apa yang mengisi kepala. Kadang soal uang. Kadang tentang masa depan. Terbersit sebentar perihal ayah dan ibu. Kemudian aku mengingat semua hal tentang diriku sendiri.
Apa-apa saja yang sudah kulakukan selama hidup? Apa aku sudah pernah bersyukur? Sudah berapa banyak kemarahan yang aku simpan? Sudah siapa saja yang aku salahkan atas hal-hal buruk yang terjadi?
Melipat kedua tangan di atas perut, aku mendongak. Sinar matahari pagi yang terarah lurus ke wajah membuat aku memejam. Ada suara burung berkicau dari hutan. Senyumku tergelincir lega. Semua pertanyaan yang tadi memenuhi kepala terurai perlahan.
Aku ingat apa yang beberapa hari ini sudah terjadi. Aku bertandang ke tempat asing. Yang letaknya amat jauh dari rumah. Di sini kutemukan beberapa kekurangan, hal-hal remeh yang sewaktu di rumah bisa kudapat dengan mudah. Kemudian bertemu Tius. Bocah lugu yang hatinya dipenuhi kasih sayang. Aku belajar banyak dari dia yang meski sudah disakiti puluhan kali, cinta membuatnya mampu memaafkan.
Lucu sekali saat dibandingkan dengan aku yang hobi menyimpan dendam hanya karena sering dicibir tetangga. Aku jadi merasa ingin bertemu ibunya Ayu dan memberinya senyum. Bodoh sekali aku menyia-nyiakan hidup hanya untuk memupuk kebencian?
Setelah ini, apa aku bisa memulai semua dari awal? Aku ingin awal baru, di mana aku akan bisa menyikapi kekurangan, hal buruk yang terjadi dalam hidup dengan ikhlas.
Aku terkejut saat wajah dilempar air. Kubuka mata, kak Fani sudah tertawa-tawa.
"Lagi ngayal jorok lo pasti," tuduhnya.
Kuberi dia gelengan kepala. Mataku mengedar untuk melihat sekitar, tahu-tahu kak Fani sudah berenang di sebelahku. Dia mendekatkan wajah, kemudian membisikkan sesuatu yang tidak kumengerti.
"Nggak usah panik, ada Yugi di belakang lo."
Belum selesai aku mencerna kalimatnya, ban yang aku naiki sudah terbalik. Aku masuk ke dalam air yang dasarnya tak mampu kuraih. Kakiku bergerak tak beraturan, harapanku akan bisa mengapung seperti orang yang bisa berenang. Namun, kusadari aku malah makin tenggelam.
![](https://img.wattpad.com/cover/366864161-288-k250371.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Journey
RomanceSerin begitu mengidolakan Yugi, hingga nekat ikut dalam kegiatan sosial yang pria itu gagas, meski tanpa pengalaman. Berada jauh dari rumah, melakukan kegiatan pengabdian, bisakah Serin bertahan? Mampukah dia memetik sesuatu dari perjalanan itu?