Sebulan setelah pernyataan sayang bang Yugi, tanpa pemberitahuan lebih dulu lelaki itu datang ke kotaku. Ia baru mengabari saat sudah tiba di bandara. Awalnya tidak percaya, aku kalang-kabut saat menerima pesan berupa video yang menunjukkan jika benar dia ada di bandara di kotaku.
Semakin panik aku saat dia berkata ingin menemui Bapak dan Ibu. Khusus membicarakan soal rencana hubungan kami ke depannya. Aku menepuk jidat usai membaca pesannya itu.
Hubungan kami ke depannya? Memang kami ada hubungan apa?
Dia memang menyatakan perasaan. Sayang katanya. Sejak itu, selama sebulan ini memang sering mengirimi pesan mesra, untuk telepon apalagi panggilan video agak jarang karena aku selalu menolak, pernah mentransfer sejumlah uang yang katanya untuk aku pakai membeli kue tar dan kado ulang tahun sebab dia tak bisa datang, atau membelikan dan mengirimkan sebuah barang tanpa aku minta.
Memang, aku sendiri sadar hubungan kami sudah berbeda dari pertama jumpa sebagai relawan di DreamTeam dulu. Namun, apa sebutannya? Pacar? Bang Yugi tak pernah menyebut kami pacaran secara gamblang. Begini-begini aku butuh pengakuan.
Belum lagi, urusannya dengan perempuan bernama Anita itu. Sebulan ini dia mengaku tidak pernah bertemu dengan wanita itu, tetapi apa aku bisa percaya itu seratus persen saat jarak di antara kami sejauh ini?
Maka, setelah memikirkan beberapa hal, aku melarang bang Yugi datang ke rumah. Dia tidak boleh datang dan bertemu Bapak dan Ibu. Apalagi, jika dia sungguhan datang demi niat yang katanya ingin membicarakan hubungan kami.
Sebagai ganti, aku bilang akan menemuinya di luar. Sedikit berbohong pada Bapak dan Ibu, mengaku ingin beli buku, aku berhasil meninggal rumah dan menuju sebuah kafe tempat di mana bang Yugi kusuruh menunggu.
Sepanjang jalan ragu mengisi hati. Sekali pun bang Yugi serius dengan hubungan kami, bukankah ini terlalu mudah? Kami hanya pernah berjumpa dan bertatap muka langsung selama dua minggu, dulu di desanya Tius. Selama ini sering berkomunikasi lewat media, apa aku yakin sudah mengenal lelaki itu sebenar-benarnya? Dan sebaliknya.
Tidakkah semua ini begitu instan dan abu-abu?
Apalagi, akhir-akhir ini aku sering mendengar atau membaca berita. Banyak sekali kasus rumah tangga bermasalah. Ada yang sudah menikah puluhan tahun, eh, pada akhirnya berpisah juga. Alasannya, prinsip dan cara pikir sudah tak seiring. Ada juga yang waktu perkenalannya singkat, langsung menikah, eh di belakang kebohongan soal masa lalu, bahkan pengkhianatan salah satu pihak menjadi alasan berpisah. Belum lagi masalah kerabat. Tidak satu ada dua yang memilih mengakhiri pernikahan sebab merasa tak cocok dengan keluarga pasangannya.
Aku sadar hal-hal itu membuat aku jadi lebih waspada soal pasangan hidup. Akan menyedihkan sekali kalau pernikahan yang sudah kutunggu lama malah berakhir tidak baik nantinya.
Pernikahan?
Menginjak pelataran kafe, aku menepuk jidat. Jauh sekali khayalanku ke pernikahan? Apa rencana masa depan hubungan kami yang bang Yugj maksud benar adalah pernikahan? Kan belum tentu?
Melewati pintu masuk kafe, mata langsung menemukan wajah bang Yugi yang ditekuk. Pria itu sedang menyesap kopinya. Selagi langkahku berjalan menghampiri mejanya, tatapan tajam lelaki itu tak putus.
Tanpa menunggu dipersilakan aku menarik kursi dan duduk. Kuedarkan pandangan dan menyimpulkan keadaan cukup ramai. Maklum, sudah sore sekarang, jadi banyak yang sudah pulang kuliah atau kerja.
"Abang udah lama?" tanyaku berbasa-basi.
Aku memulai duluan sebab lelaki di depanku ini tak kunjung buak suara. Dia hampir menghabiskan setengah isi cangkirnya, sudah mengecek ponsel juga. Namun, tidak juga bilang apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Journey
RomansaSerin begitu mengidolakan Yugi, hingga nekat ikut dalam kegiatan sosial yang pria itu gagas, meski tanpa pengalaman. Berada jauh dari rumah, melakukan kegiatan pengabdian, bisakah Serin bertahan? Mampukah dia memetik sesuatu dari perjalanan itu?