Kegiatan DreamTeam kali ini menyasar penduduk daerah pesisir. Tidak terasa sudah tiga bulan berlalu sejak kegiatan survei bang Renhard dan kawan-kawan. Setelah semua persiapan, ini waktunya terjun ke lapangan.
Lokasi kami berkegiatan selama tiga hari ke depan dekat dengan pantai dan memang mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Agak berbeda dengan kegiatan terdahulu, fokus kali ini adalah pengolahan limbah dan kesehatan.
Awalnya aku ragu ikut. Namun, setelah dipikir-pikir lagi sayang sekali kesempatan ini dibuang hanya demi persoalan mantan? Belum tentu DreamTeam akan membuat kegiatan serupa di tempat yang bisa aku akses dengan mudah, alias dekat dengan rumah.
Juga, bukankah cepat atau lambat aku harus bersinggungan dengan bang Yugi? Anggap saja ini menguji tingkat profesionalitas. Jangan dianggap sulit, jalani saja. Lagipula, ini juga salah satu trik. Biasanya, sesuatu yang kita jauhi akan didekatkan semesta. Nah, aku berharap saja dengan tidak menjauhi malah dibuat semesta berjarak.
Pintar, kan aku?
Kami berangkat dari titik kumpul yang tidak jauh dari rumah di siang hari. Aku tidak membawa banyak perlengkapan sebab akan pulang dan tidak menginap di posko seperti anggota DreamTeam yang lain. Perjalanan kurang lebih satu jam dengan menyewa beberapa angkutan umum, kami tiba di posko sore hari.
Meski tidak akan menginap di sana, aku ingin membantu berbenah sebentar. Ada beberapa anggota DreamTeam yang kukenal. Kak Widia, Kak Dian, Bang Dimas dan beberapa lainnnya. Dengan mereka, sambil beres-beres aku sedikit bercengkerama, beramah tamah karena katanya aku ini tuan rumah.
"Beda banget, sih, kalau kata gue." Kak Widia menimpali ucapan bang Dimas yang berpendapat ada yang lain dariku setelah setengah tahun sejak kegiatan kami di desanya Tius.
"Apanya yang beda?" tanyaku ingin tahu.
"Kayak lebih luwes nggak, sih? Dulu, pendiam banget pas pertama." Kak Dian ikut berpendapat.
Aku mengangguk saja. Memang, banyak yang bilang sekarang-sekarang ini aku jadi lebih banyak bicara. Lebih ramah juga. Dampak dari ikut kegiatan DreamTeam yang kemarin memang cukup banyak.
"Habis beberes, kumpul buat makan." Bang Yugi datang dari arah depan dan memberi pengumuman.
Kami bergegas menyusun barang-barang. Ada beberapa yang dibawa DreamTeam karena akan memberi pengobatan gratis. Ada juga beberapa alat daur ulang sampah dan air karena itu menjadi salah satu kegiatan inti di sini.
Langit sudah gelap saat kami duduk membentuk lingkaran di ruang tengah rumah posko. Makanan mulai dihidangkan, saat aku merasa tenggorokkan tak nyaman. Melihat ada es teh manis, aku ambil segelas dan meneguknya hingga sisa separuh.
"Gue duduk sini." Bang Renhard tahu-tahu pindah duduk ke dekatku.
Kami mulai makan. Sesekali ada obrolan soal misi DreamTeam yang ingin memberi dampak baik terhadap pola hidup di desa ini, terutama soal kebiasan membuang sampah ke sungai. Aku mendengarkan saja. Untuk kegiatan kali ini, aku kembali bergabung ke divisi pendidikan.
Baru aku tahu bahwa anak pesisir di desa ini banyak yang memilih tak sekolah dan menemani ayah atau ibu mereka ke laut untuk mencari ikan. Untung, ada beberapa yayasan yang memberikan sekolah gratis sehingga beberapa anak yang masih punya kemauan mengenyam pendidikan bisa difasilitasi. Namun, yayasan itu susah payah agar tetap bertahan karena kesulitan dana. Pun, mereka hanya sanggup melayani sampai jenjang pendidikan sekolah dasar.
Setengah jalan makan, aku tiba-tiba tersedak. Aku terbatuk-batuk, sementara bang Renhard tertawa kecil seraya mengangsurkan es teh. Namun, belum sempat aku meraih gelas itu, seseorang menepisnya hingga menjauh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Journey
RomanceSerin begitu mengidolakan Yugi, hingga nekat ikut dalam kegiatan sosial yang pria itu gagas, meski tanpa pengalaman. Berada jauh dari rumah, melakukan kegiatan pengabdian, bisakah Serin bertahan? Mampukah dia memetik sesuatu dari perjalanan itu?