SUASANA di dalam ruangan rapat masih terhambat oleh perasaan tidak puas hati meskipun tidak ada perkara penting yang dibahas. Hanya sekedar membaca hasil laporan dan memberitahu masalah kecil yang ada di setiap bagian. Tamin tidak bisa menutupi ekpresi wajah tidak nyaman padahal sejak tadi Idara sudah mengingatkan beberapa kali kepadanya dengan lirikan mata dan isyarat badan.
Tiba-tiba saja Winna merasakan tidak enak pada tubuhnya. Kening mengkerut menahan rasa pusing dan juga Winna merasakan dadanya nyeri sehingga refleks satu tangannya dia taruh pada dada sendiri.
"Kamu gak papa?' Nathan yang melihat gelagat aneh dari Winna langsung bertanya nada berbisik ke arah Winna. Tangannya tanpa sadar menyentuh lembut lengan Winna. "Apa itu sakit?”
"Nathan." Winna menggelengkan kepalanya. Mengusir rasa sakit yang bertandang. Tidak, dia tidak boleh jatuh di sini. Winna harus tetap kuat agar paman dan bibinya tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya sudah terjadi.
"Saya merasakan rapat ini akan ditangguhkan sampai saat ini aja dulu." Bagas menganggukkan kepalanya agar semua setuju. Dia melihat ke arah Winna saat menyadari kalau wajah anaknya sudah menunjukkan raut pucat.
Rapat hari ini benar-benar harus dihentikan terlebih dulu. Para pemegang saham pun mulai membubarkan diri mereka pergi meninggalkan ruang rapat. Sedangkan Tamin dan Idara beranjak dari tempat duduk mereka paling terakhir.
"Selamat Winna dan Nathan atas pernikahan kalian berdua walaupun paman sedikit bingung karena yang paman tahu adalah Nathan yang akan menikah dengan Kirana."
Winna menatap wajah Nathan. Bagas juga hanya melihat sekilas ke arah Tamin yang tidak tahu malu membahas hal tersebut.
Karena tidak mendapatkan jawaban dari ketiga orang itu membuat Tamin dan Idara pergi keluar dari ruangan rapat.
Memastikan kalau semua karyawan sudah keluar dari ruang rapat itu, Winna kembali mengarahkan satu tangan pada dadanya.
"Om, kita harus segera membawa Winna kembali ke rumah sakit." Terdengar jelas suara Nathan pada pendengarannya akan tetapi Winna sudah tidak mampu untuk membuka matanya karena dia sedang menahan rasa sakit yang sejak tadi menguasai diri selama di ruang rapat. Dia bahkan tidak sadar kalau tangan Nathan berada di pundaknya seolah berusaha menenangkannya.
"Bawa Winna turun. Eldo udah menunggu di belakang." Ucap Bagas merujuk sang tangannya sembari menghampiri Winna yang sudah berkeringat dingin.
🍂🍂🍂
PINTU ruangan kerjanya dihempaskan dengan kasar. Planner di tangan juga dihempas langsung ke lantai. Napasnya turun naik dengan emosi. Tamin lalu menjatuhkan tubuh duduk ke kursi kerjanya.
Idara yang ada di belakangnya hanya bisa terdiam melihat sendu ke arah suaminya yang terlihat begitu kacau. Tidak lupa Idara mengambil kembali planner milik Tamin lalu meletakkannya di atas meja.
"Mas Bagas keterlaluan banget!" Tamin masih belum bisa menerima drama yang baru saja terjadi dalam ruangan rapat tadi. Bagaimana bisa saudaranya itu tiba-tiba hadir bersama dengan Nathan dan juga Winna yang sudah lama tidak dia lihat keberadaannya. Tamin semakin tersulut emosi ketika mendengar informasi yang mengatakan kalau kedua anak muda itu akan menikah dan Kirana yang pergi ke Rusia atas perjalanan bisnes. Apa semua itu hanyalah helah yang dibuat oleh Bagas?
Idara mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya untuk menanyakan kejadian seperti apa yang sebenarnya terjadi. Namun orang itu tidak bisa dihubungi membuat Idara panik.
"Gak papa." Ujar Tamin yang menyebabkan Idara melepaskan ponselnya dari genggaman.
"Maksud kamu apa sayang? Gak papa gimana?" tanya Idara kembali sembari mengerutkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
FanfictionWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...