33

382 44 12
                                    

EYDAN, terima kasih banyak. Kalo bukan karena lo, gua gak akan berada di sini." Nathan berkata dengan tulus.

Eydan hanya tersenyum. "Kalo udah kembali ke Jakarta, gue bakal nuntut traktiran makan nih." Mereka berdua tertawa. "Dokter Winna benar-benar luar biasa." Eydanberbicara tiba-tiba. "Sayang banget udah jadi istri lo. Kalo belum mah, udah gue pasti buat berusaha menarik perhatiannya."

Nathan menatap Eydan dengan tatapan tidak biasa. Jantungnya berdebar tidak terkendali mendengar pengakuan tiba-tiba itu.

Eydan yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. "Gue hanya bercanda. Santai kali." Dapat dilihat kalau Nathan menghela napas lega setelah itu. Eydan hanya menggelengkan kepalanya. Kalau dilihat-lihat, ternyata Nathan begitu posesif sekali dengan Winna. Wajarlah, orang istrinya cantik kayak dewi. Eydan sempat memuja kecantikan istri Nathan itu waktu pertama kali melihatnya ketika di acara pernikahan mereka.

🍂🍂🍂

WINNA, Jevan, Jelita dan Jian memantau kondisi pasien yang terbaring di Medicube ketika situasi mula tenang. Wanda dan Gladis turut ada bersama dengan kelompok dokter itu. Kasur yang menempati Riko didekati.

"Gimana kondisi Riko?" tanya Winna dengan mata melihat ke arah Riko. Tangan siswa laki-laki itu sudah digantung akibat tusukan besi di bahagian dada yang tidak membolehkan dia bergerak seenaknya. Riko juga memakai alat bantu pernapasan.

"Dia masih belum sadar. Kita perlu memantaunya sampai besok pagi." Jevan menjawab sambil menatap Winna.

Winna hanya menatap Riko cukup lama. Perasaan yang dirasakan benar-benar sulit untuk ditafsirkan. Dia berbalik. Saat itulah matanya dengan noktah hitam milik Gladis bertemu. Satu hingga dua detik sebelum dia memutuskan kontak mata mereka dan melanjutkan langkahnya.

Mereka mendekati pasien lain. "Ini pasien Michella yang dioperasi di depan halaman sekolah, iya kan?" Winna memeriksa kondisi pasien.

Dinda dan Jian ada di belakangnya. Ternyata ada Dinda yang terus memantau kondisi pasien ini.

"Dia udah stabil." Ucap Winna lalu membuang stetoskopnya. Dia menukar pita merah menjadi kuning.

Jian dan Dinda hanya saling berpandangan dengan masing-masing berwajah lega.

"Kondisinya semakin membaik. Periksa tanda vitalnya setiap tiga jam." Jevan dan Jelita sama menghela napas lega saat pasien mereka yang lain juga didapati selamat dan menunjukkan perkembangan yang baik.

Dinda sudah mengangguk setelah mendengarkan instruksi Winna. Toh, sejak tadi dia sudah memantau kondisi beberapa pasien, termasuk siswa pria ini.

Mereka kemudian bergerak menuju guru wanita yang terkilir dan pernah diselamatkan oleh Jelita.

"Tulangnya gak berada pada posisinya waktu aku menemukannya. Ketika aku memasukkan tulangnya kembali, ibu guru gak disuntik dengan anestesi karena ibu gurunya lagi...," Jelita tersenyum. "... hamil." Sambungnya. "Ibu udah melakukan yang terbaik, bu."

Guru wanita itu membalas senyum tulus Jelita. Winna tersenyum. Air mata terasa ingin menetes saat melihat Jelita  mampu menghadapi situasi yang mengingatkan pada keguguran yang pernah dialaminya.

"Calon bayi ibu juga sangat energik." Ujar Winna dengan stetoskop kembali di telinganya untuk memeriksa kondisi guru itu.

"Dokter Winna, terima kasih buat dokter dan timnya." Ucap guru itu ,tulus. Benar kalau tidak ada mereka semua, dia bersama warga desa lain tidak mungkin selamat.

Winna mengangguk saat dia menyelipkan stetoskop ke leher ketika selesai. Setelah memeriksa kondisi semua pasien membaik, Winna keluar bahkan tidak mengatakan apapun kepada semua orang.

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang