BARU sahaja Winna ingin mendekati pasien yang terluka parah, tembok sekolah yang memang retak kini runtuh membuat situasi di sana kembali kacau.
Seorang guru pria yang membantu guru pria lainnya terlempar tubuh mereka hampir dengan Winna. Bahkan, sebuah batu besar hampir menabrak tubuh mereka bertiga. Untungnya, mereka masih aman dan berhasil menghindari batu besar itu.
Winna terus menerjah guru pria dengan wajah yang masih pucat. "Pak? Bapak baik-baik aja?" tanyanya sedikit khawatir.
"Saya baik-baik aja tapi kepala sekolah kesakitan." Beritahu guru pria itu dengan tangan menggosok kedua matanya akibat debu berterbangan kasar semasa dia terlempar tadi.
Winna menepuk bahu kepala sekolah yang berusia likungan lima puluhan itu beberapa kali. "Bapak? Bapak bisa dengar suara saya?"
"Pak Badar gak memiliki luka luar. Denyut nadinya juga ada tapi sangat lemah." Beritahu guru pria itu lagi. Dia mengetahui karena dia adalah seorang guru olahraga dan tahu bagaimana mencari nadi seseorang dengan benar.
"Pak Badar mungkin lagi shock. Pak, bisa gak bapak berusaha biar Pak Badar gak hilang kesadaran sepenuhnya? Saya akan menyiapkan peralatan duluan." Winna membuka tas yang dibawanya. Dia membuka kotak darurat dan mengeluarkan jarum suntik bersama infus. Tangannya mengikat erat lengan sang kepala sekolah. Dengan menggunakan tangan yang lagi sebelah tidak digunakan dan juga dengan menggunakan mulut, Winna membuka tutup jarum suntik.
🍂🍂🍂
SEMENTARA ITU di Medicube, Jelita dan yang lainnya juga sama sibuk. Beberapa orang tentara ada membantu mendapatkan apa yang dibutuhkan tim medis seperti mengambil segala macam obat-obatan semasa perawatan.
"Kamu udah selesai," ujar Wanda kepada seorang warga desa yang terluka di bagian leher. Lalu dia menoleh ke belakang sebelum terus berlari ke arah tentara lain yang membawa seorang warga desa yang tampaknya terluka di kaki. Dia membantu tentara membawa pria itu untuk berbaring di ranjang khusus pasien yang disediakan pihak militer.
"Bentar suster, ini walkie talkie untuk kegunaan suster. Suster dan tim medis bisa menggunakannya untuk berkomunikasi satu sam lain." Seorang tentara memberikan walkie talkie kepada Wanda, Jelita, Michella, Jeffery dan beberapa ahli medis lain yang ada disana.
Wanda menundukkan kepalanya sedikit saat menerima walkie talkie. "Terima kasih, dengan cara ini kami bisa berhubung dengan Dokter Winna."
Michella menggigit bibirnya kesal. "Suster Wanda, dalam situasi ini kita gak membutuhkan Dokter Winna lagi!" Dia kembali untuk membantu menempelkan jarum ke lengan pasien.
"Mungkin itu untuk Dokter Michella. Tapi buat saya sebagai perawat di bawah pimpinan Dokter Winna, akan ada di mana saya membutuhkannya." Tenang Wanda membalas kepada Michella.
🍂🍂🍂
"KAMI masih gak bisa menemukan keberadaan Pak Haikal." Seorang tentara melihat daftar nama guru di tangannya yang ditemukan di balik setumpuk kertas.
Seorang guru muda berpaling. "Pak Haikal berlari ke gedung belakang untuk menyelamatkan para siswanya waktu runtuhan terjadi."
"Apa?" Eydan mengerutkan keningnya.
"Dia mungkin masih ada di dalam gedung." Guru muda itu menjawab dengan cemas.
Eydan memandangi bangunan yang setengah hancur itu dengan pelbagai kemungkinan yang ada di kepala.
🍂🍂🍂
"ADUH, sakit!" tiba-tiba seorang ibu hamil berteriak sambil memegangi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
FanfictionWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...