41

766 53 15
                                    

WINNA jelas kaget melihat kehadiran Nathan sebaik saja membuka matanya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" dia bertanya sambil menarik kasar jemari kurusnya yang berada dalam genggaman Nathan.

"Apa aku udah mengganggu tidur kamu?" suara Nathan bertanya terdengar lembut. Dia hanya mengabaikan tatapan marah Winna terhadapnya. Dibanding tatapan tajam itu, dia selayaknya mendapatkan hal yang lebih karena sudah banyak menyakiti Winna selama ink.

Winna bangkit dengan cepat dari kasur meskipun itu sangat sulit untuk dilakukan.

"Jangan bangun, tetap aja berbaring." Nathan khawatir melihat istrinya yang terlalu kaget sehingga melakukan tindakan drastik bangun dari baringnya.

"Kamu keluar Nathan." Air mata Winna sudah bergenang. Sungguh, Winna sudah lelah untuk memikirkan kemungkinan apapun terutama melihat kemunculan Nathan secara mendadak seperti ini setelah lima bulan dia memilih untuk mengasingkan diri dari dunia luar dengan berada di ruang ini.

"Jangan kayak gini sayang, kamu masih istri aku."

"Keluar..." Winna memelotot ke arah pintu. "Aku gak mau ngelihat muka kamu. Kamu keluar!!!" Sebaik sahaja Winna menjerit meminta Nathan keluar, wajah Winna terlihat kelam apa lagi dia mulai merasa mual setelah berteriak.

"Sayang, kamu gak apa-apa? Kenapa?" Nathan mulai khawatir melihat perubahan pada wajah pucat pasi Winna. Dia sudah bangkit dari kursi di sebelah ranjang Winna apabila melihat Winna seperti ingin bergerak turun dari ranjang. Niat Nathan ingin membantu tapi Winna malah tidak sudi menerima bantuannya.

Winna mendorong tubuh Nathan yang berusaha membantunya ketika dia turun daripada ranjang dan menyarung sandal yang disediakan. Dia menarik tiang yang digunakan untuk menggantung pack infus dan berlalu masuk ke toilet dengan susah payah. Winna mengunci pintu dari dalam sebelum Nathan bisa masuk. Begitu pintu terkunci, Winna memuntahkan isi perutnya. Seperti biasa, hanya air yang keluar.

Di luar ruangan itu, semua orang tampak khawatir tetapi Yohan menghentikan tindakan mereka semua untuk masuk agar tidak memperburuk situasi. Dia yang bertanggung jawab merawat Winna selama ini, jadi dia meminta untuk keluarga pasiennya ini percaya padanya.

"Sayang, kamu gak kenapa-kenapa kan? Buka pintunya." Nathan masih membujuk dengan lembut meskipun sebenarnya dia jauh lebih khawatir. Suara Winna memuntahkan isi perut kedengaran sehingga ke luar.

Di dalam kamar mandi, Winna terduduk lemas dan bersandar ke tembok. Air matanya mengalir deras ketika itu. Mendengar suara Nathan yang khawatir membuatnya semakin kuat menangis. Winna memegang perutnya yang kini kosong. Perut yang dulunya pernah ditumpangi oleh calon bayi mereka yang kini sudah pergi meninggalkannya.

"Aku tau aku udah melakukan banyak kesalahan ke kamu sayang tapi tolong jangan terus kayak gini. Kamu lagi sakit, sayang."

"Apa yang kamu lakukan di sini, Nathan? Aku gak butuh kamu." Winna menggigit bibirnya menahan isak tangis daripada kedengaran kuat. "Kalo kamu mau anak yang aku kandung, dedek bayinya udah gak ada. Dedek bayinya udah pergi. Jadi mendingan kamu juga pergilah Nathan!" Sekali lagi rasa mual menyerang. Kesakitan sama yang dia rasa setiap kami dia berteriak.

"Sayang, please. Buka pintunya." Nathan mengetuk perlahan pintu kamar mandi.

Winna bahkan menangis semakin keras. "Kamu pergi dari sini Nathan," ucapnya lemah. Sungguh, dia tidak membutuhkan siapapun ketika ini.

Nathan menunduk pasrah. Tangan yang tadi mengetuk pintu kamar mandi terkepal erat menahan sesak di dada saat mendengar suara lirih Winna. Ya Tuhan, Nathan merasakan kalau dia benar-benar tidak pantas disebut sebagai suami. "Iya, aku bakal pergi." Biarkan dia menyerah untuk saat ini demi Winna. "Tapi kamu keluar dulu ya? Di dalem dingin, sayang."

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang