JELITA, Michella, Wanda dan seorang lagi perawat lain masih berada dalam ruangan operasi.
"Gimana?" tanya Michella cemas setelah Jelita memotong kantong bayi Jasmin yang berada dalam posisi terbalik.
Jelita tidak menjawab pertanyaan itu. Matanya berkaca-kaca saat melihat kaki bayi berlumuran lendir dan darah. Dengan gemetar, tubuh bayi itu terangkat. Dia menatap Michella dengan reaksi yang tidak bisa diungkapkan.
Wanda menatap sayu pada Jelita. Wanita itu seolah ikut sama merasakan perasaan Jelita saat ini meskipun khawatir kalau trauma Jelita kembali kambuh.
🍂🍂🍂
DI LUAR ruang operasi, Satria sudah tidak mampu duduk dengan tenang menunggu kabar tentang sang istri dan calon bayi mereka. Dia merasakan sudah tidak mampu untuk menunggu lebih lama.
Jeffery yang baru saja selesai menyediakan inkubator mendekati Satria.
"Gimana? Apa bayi saya udah lahir?" Satria bertanya dengan cemas sambil memegang tangan Jeffery, berharap akan mendapat jawaban yang bisa menenangkannya.
Jeffery tersenyum dan terus mengangguk. "Iya, bayinya perempuan. Dia lucu."
Mendengar kabar baik itu, Satria terus meneteskan air mata. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu. "Tapi kenapa saya gak mendengar suara tangisan bayi?"
Jeffery turut menyadari akan hal itu dan memilih untuk menatap Satria dengan pelbagai asumsi di kepala sendiri tanpa menyuarakannya.
🍂🍂🍂
JELITA secara perlahan meletakkan bayi perempuan yang baru sahaja lahir di atas kain bersih. Dia mengambil inhaler khusus untuk menyedot air dan lendir yang telah masuk ke dalam tubuh bayi itu.
Di luar sana, Jeffery berusaha menjelaskan situasi sebenarnya kepada Satria dengan harapan sosok seorang suami yang baru bergelar ayah itu tidak memikirkan yang tidak-tidak. "Mereka akan membersihkan jalan napas bayi dan...," sebaik sahaja dia mengatakan hal itu, suara tangisan sang bayi mulai terdengar.
Satria tampak bersemangat mendengar suara itu membuat dia langsung menoleh ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat.
"Itu suara bayinya, Mas Satria. Artinya bayi mas udah bisa bernapas dengan baik."
"Anak saya." Air mata Satria tidak ada hentinya jatuh. "Terima kasih dokter. Semuanya ternyata baik-baik dan aman."
Jeffery tersenyum. "Sebenarnya bayi itu gak mencapai berat badan yang tepat dan kami harus memasukkannya ke dalam inkubator untuk keselamatannya."
🍂🍂🍂
"DIA terlihat lemah tapi dia udah bisa bernapas dengan baik." Jelita menggendong bayi yang sudah siap dibersihkan dan dibedong. Jasmin masih tertidur karena anestesi. Operasi sudah selesai.
"Inkubator ini penting agar bayi gak kedinginan. Jel, kita bisa memasukkan bayi ke dalam inkubator sekarang." Jeffery menatap lembut pada Jelita.
Jelita mengangguk. Bayi itu diangkat setara dengan wajahnya. Air matanya mengalir karena merasa satu perasaan halus menerpa yang sebelum ini tidak pernah dirasakan. "Kamu harus kuat. Ibumu udah berjuang buat kamu. Jadi, kamu harus jadi anak yang kuat." Dia mencium bayi itu dan air mata Jelita jatuh satu demi satu tiada hentinya.
Michella hanya menatap dengan pandangan kosong. Wanda dan sang perawat lain saling berpandangan. Jeffery juga hanya terdiam melihat situasi itu. Mereka tahu Jelita pasti mengingat calon bayinya yang keguguran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
FanfictionWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...