37

475 50 20
                                    

RONTAAN keras dari Winna membuat Nathan tiba-tiba tersadar akan tindakannya lantas membuatkan Nathan melepaskan ciuman kasarnya dan rangkulannya pada tubuh Winna. Mata Nathan terpaku pada sang istri saat melihat wajah Winna sudah basah dengan tetesan demi tetesan yang tidak berhenti mengalir keluar dari tempatnya. "Winna, Winna, aku...,"

"Kamu sebenarnya kenapa sih, Nathan?" suara Winna sangat lirih bertanya seolah dia tidak berdaya lagi untuk berdepan dengan apa yang baru saja terjadi. Air mata yang sememangnya murah tidak berhenti mengalir di pipi mengingatkan kelakuan kasar Nathan barusan.

Nathan panik sehingga tanpa sadar berundur ke belakang menjauhkan diri dari tubuh Winna. "Winna, aku..."

"Apa lagi, Nathan?" Winna berdiri tegak.  Rasa sakit yang dirasakan di punggung karena secara kasar bertabrakan dengan dinding dihimpit Nathan tanpa aba-aba tadi dia abaikan. Dia cepat memperbaiki baju yang sedikit terbuka pada bahagian dada karena ulah tangan Nathan yang kurang ajar barusan.

Nathan menelan saliva. Dia sendiri tidak menyadari tindakannya terhadap istrinya beberapa menit tadi. "Winna, maafin aku." Hanya itu yang mampu dia ucapkan sementara membiarkan hatinya tenang sendiri.

Air mata Winna masih mengalir di pipinya yang bersih.

"Winna, aku benar-benar minta maaf."

"Minta maaf?" Dahi Winna mengernyit.

"Winna, sumpah aku gak menyadarinya. Aku terbawa emosi."

"Apa kamu masih belum puas?" Kening Winna semakin kuat berkerut. Kenapa harus berlaku seperti ini dalam hubungan pernikahan mereka? "Emang masih belum cukup buat kamu ngelihat kekalahan aku? Nathan, aku gak bakal menghentikan keinginan kamu untuk bersama Kak Kiran tapi tolong jangan menyiksa aku kayak gini lagi, Nathan."

Nathan kaget berat mendengar suara lembut yang gemetar itu. "Winna, aku tau aku keterlaluan banget barusan tapi aku masih suami kamu kalo kamu lupa. Aku masih berhak ke atas kamu."

"Iya, suami di atas kertas seperti apa yang keluarga kita pikirkan."

"Tapi kamu mencintai aku Winna."

Winna kelihatan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Air matanya masih tidak henti-hentinya berjatuhan. Kenapa dia harus mengenali Nathan yang begitu mementingkan diri sendiri? "Iya, aku mencintai kamu." Winna menggigit bibirnya saat mengucapkan kata-kata itu. Dia benar-benar menahan rasa sakit yang sulit untuk dijelaskan.

Nathan menelan saliva lagi. Dia sendiri semakin bingung. "Aku punya hak ke atas diri kamu. Kita gak bisa berterusan hidup kayak gini Winna."

Winna memejamkan matanya. Ya Tuhan, jadikan dia orang yang terus kuat. "Kalo gak mau berterusan hidup kayak gini, ya udah ceraikan aku kayak yang aku mau!" suaranya agak keras. Bahkan, dia sudah tidak rela lagi menghadapi apa yang sedang dialaminya sekarang. Winna benar-benar lelah hidup tanpa jawaban yang pasti. Dia jadi bertanya-tanya saat ini. Apa keputusan untuk menikahi Nathan menggantikan Kirana waktu itu adalah keputusan yang salah?

"Sekali lagi aku bilang kalo aku gak bakal menceraikan kamu, Winnareyn Aurel!" kali ini nada suara Nathan juga sama berubah. "Bisa gak kamu berhenti mengucapkan kata cerai? Aku gak suka, Winna! Aku gak suka mendengar semua itu keluar dari mulut kamu."

Mendengar kata-kata Nathan, Winna semakin kuat menangis. Kenapa Nathan tidak pernah memikirkan perasaannya? Dia lelah diperlakukan seperti ini terus-terusan. "Kalo kamu gak mau menceraikan aku...."

"Katakan aja, Winna!"

"... lalu jawab pertanyaan aku dulu." Winna menahan air mata yang mencengkeram dadanya. Dia menelan saliva dengan susah payah. "Apa kamu pernah mencintai aku sebagai Winnareyn Aurel? Winnareyn Aurel yang merupakan istri kamu yang sah. Apa pernah kamu ngelihat aku sebagai Winnareyn Aurel yang asli bukannya Winnareyn Aurel yang menggantikan posisi Sekar Kirana?" pertanyaan itu dengan cepat meluncur dari bibirnya yang sudah pucat dan menggeletar.

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang