39

614 50 15
                                    

"KALIAN gak pernah berterima kasih ke Winna. Apa? Winna gak pernah berkorban untuk keluarganya? Emang apa yang Winna lakukan sejak dulu itu bukan pengorbanan namanya?" Jevan mendengus. Dia tidak peduli kalau dia dianggap tidak sopan saat ini. "Kalo bukan karena Winna yang kembali ke Jakarta, Hermawan Group dan Pusat Medis Metropolitan bakal jatuh ke tangan yang salah dan lo Kirana! Kalo bukan kerana Winna, lo gak bakal ada berdiri dengan selamat untuk saat ini! Sadar diri dong, Kir." Perlahan tapi cukup menyengat untuk Kirana telan.

"Mama udah merasakan. Mama tau kalo ada yang salah dengan anak bungsu mama. Ya Tuhan, cobaan apa lagi engkau berikan untuk anak aku?" Taalia menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir tanpa henti. Tubuhnya gemetaran.

Jevan melepaskan tangan Nathan yang mencengkram kerah kemejanya dengan kasar.

"Papa, bilang ke aku apa yang diomongkan Jevano itu benar atau enggak, papa." Kirana sepertinya tidak bisa menerima apa yang baru saja didengarnya. Tangannya naik ke dada yang terasa sesak. Ada hati Winna dalam dirinya yang membuatkan dia bertahan hidup sehingga kini.

"Kirana." Bagas memejamkan matanya sejenak. "Iya sayang, Winna mendonorkan hatinya untuk kamu waktu kamu terluka parah akibat tembakan."

"Papa! Mama! Apa yang udah aku lakukan ke adek aku sendiri, mama!" Tangisan Kirana langsung pecah dengan rintihan apabila merasakan sebuah penyesalan atas apa yang dia telah dia lakukan kepada adik bungsunya sendiri.

"Kirana." Taalia tidak bisa berkata apa-apa. Tubuh Kirana yang berada di dekatnya dipeluk dengan deraian air mata. Mereka berdua bahkan melorot jatuh ke lantai dengan tangisan menggila.

Jevan ternyata masih belum puas melampiaskan amarahnya. "Lo bilang lo harus mengorbankan cinta lo saat lo tahu adek sendiri menikahi tunangan lo...," Jevan terdiam sejenak sebelum menatap ke arah Nathan. "Winna sebenarnya yang udah banyak berkorban. Meninggalkan kehidupannya yang sebelumnya bebas. Iya, dia gak kaya tapi dia bahagia dengan hidupnya. Setelah dia kembali ke Jakarta, semuanya berubah. Winna mengorbankan kehidupan bebasnya. Menikahi Nathan dengan gak rela. Mengkhianati kakaknya sendiri. Bahkan menjadi Surgeon Star! Bukan itu yang dia inginkan!"

Nathan tercengang.

"Kenapa mama gak pernah tau kalo rumah tangga kalian sedang gak baik-baik aja, Nathan? Atau mama yang salah di sini karena gak terlalu perhatikan kalian?" suara Yuna terdengar sayu dan sesal.

"Jadi ternyata apa kami lihat semua dalam keadaan baik-baik aja sebelumnya itu hanya akting? Siapa sih yang mengajarkan kamu menjadi lelaki seperti ini Nathan?" Saputra juga sepertinya tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Maafin aku mama, papa." Hanya itu yang bisa Nathan katakan. Dia masih terkejut mengetahui kondisi sang istri.

"Sadarlah kalian kalo Winna udah cukup menderita. Winna menderita karena suami dan keluarganya sendiri." Jevan tidak peduli dengan perasaan mereka lagi. Dia hanya memikirkan Winna saja sekarang.

"Jevan."

Jevan menatap ke arah Nathan yang barusan memanggilnya. Ternyata wajah semua orang di ruangan itu benar-benar suram.

"Apa yang sebenarnya udah gue lakukan?" Nathan bertanya dengan air mata berlinang turun dari pelupuk matanya.

Suasana hening mendengarkan pertanyaan Nathan.

"Lo harus menanyakan pertanyaan itu pada diri lo sendiri." Jevan menoleh ke arah Jelita yang masih menangis. Sudah pasti memikirkan nasib Winna sama sepertinya. "Ayo, Kak Jelita. Aku ngerasa udah ukup aku ngomong ke mereka segalanya dan aku pikir kalo kita harus cari Winna sekarang"

"Iya, kita harus cari Winna." Jelita mengangguk pada Jevan dengan tidak sabaran. Dia sudah terlalu khawatir memikirkan adik tanpa pertalian darah itu. "Ayo, Jev."

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang