"PAPA, aku ke kafe dulu ya. Mau refresh sekalian belian minum juga." Kirana merasa simpati saat melihat raut wajah anggota keluarganya yang tampak lelah. "Lagian, operasinya masih lama." Dia melihat Nathan di sisi lain yang memegang jari-jemarinya. Barangkali memanjatkan doa untuk keselamatan sang istri di dalam ruang operasi.
"Aku akan mendapatkan minuman panas buat semua orang."
"Kiran." Nathan memanggil sambil mengangkat wajahnya ke arah Kirana.
"Iya, apa kamu mau ngirim sesuatu?"
"Aku bakal ikut beli minumannya bareng kamu."
Anggota keluarga yang lain saat itu hanya memperhatikan kelakuan canggung mereka berdua. Hanya Sandra yang tertidur dengan kepala bersandar pada pundak Saputra.
"Biarin aja Nathan ikut beli minumnya. Mau dibawa juga gampang nantinya." Milea bersuara memecahkan suasana canggung. Dia tahu ada sesuatu yang ingin Nathan bicarakan.
Kirana menatap kedua orang tuanya seolah meminta pendapat. Mereka berdua hanya mengangguk meyakinkan Kirana kalau semuanya pasti bakal baik-baik saja. Kirana menelan ludah. "Kalo kamu gak keberatan, ya udah, ayo."
Nathan bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke arah Kirana. Mereka saling berpandangan sejenak sebelum meninggalkan tempat menunggu di depan ruang operasi. Suasana hening menemani sepanjang perjalanan mereka hingga tiba di kafe.
Kirana memesan minuman panas untuk semua orang. Dia menarik kursi sementara menunggu minuman yang dipesan siap.
Nathan turut melakukan hal yang sama.
"Nath." Kirana tahu ada sesuatu yang ingin Nathan bicarakan. Atas dasar itu, Nathan menawarkan diri untuk menemaninya. "Kamu ada sesuatu yang mau diomongin sama aku, iya kan?" Meski canggung, Kirana berusaha bersikap tenang. Toh dia juga tahu kalau ada yang harus diselesaikan antara mereka berdua.
Nathan menatap Kirana. Namun, tatapan yang dia berikan tidak seperti tatapan yang biasa diberikan ketika mereka menjalani hubungan sebagai pasangan kekasih dulu. Rasanya saja sudah berbeda.
Bahkan tatapan yang Nathan berikan ini sulit untuk diartikan oleh Kirana sendiri.
Nathan tiba-tiba menghela napas pelan. "Aku minta maaf."
Kirana menggelengkan kepalanya dengan senyum hambar. Dia sudah bisa menebak alasan Nathan ada bersamanya sekarang. Biarkan ini menjadi diskusi terakhir tentang hubungan mereka. Kirana tidak ingin memperburuk situasi lagi. Kirana sudah rela kalau hubungannya dengan Nathan sebagai pasangan kekasih sudah berakhir lama. Dia menerima dengan tangan terbuka kalau Nathan kini adalah suami kepada adik kesayangannya sendiri.
"Maaf untuk segala yang udah terjadi. Seharusnya kamu gak perlu menanggung semua ini. Seharusnya apa yang udah terjadi terus diceritakan langsung saat kamu sadar dari koma waktu itu." Nathan sebenarnya merasa sangat bersalah ke Kirana. Sejujurnya, dia merasa sudah mengkhianati perasaan Kirana dan pada waktu yang sama dia merasa kalau Kirana hanyalah menjadi korban keadaan. Dirinya lah yang egois di sini sehingga melukakan dua orang perempuan sekaligus.
Kirana menatap Nathan. "Ini bukan salah kamu. Bukan salah Winna dan bukan juga salah kita. Mungkin ini adalah takdir kita semua, Nathan. Aku gak mau kehilangan adek aku lagi seperti mana aku dan keluarga aku pernah kehilangan Kak Dimaz sebelumnya. Aku sangat menyayangi adek aku satu-satunya itu, Nathan. Mungkin dulu aku terlalu ngikut perasaan dan emosi aku sendiri tapi sekarang, aku sadar kalo adek aku lebih membutuhkan kamu." Kirana tersenyum tulus tanpa sebuah paksaan. Memang benar kalau dia sudah ikhlas menerima garis takdir yang ditetapkan.
Nathan membalas senyuman Kirana sebelum menunduk. "Aku ngerasa paling brengsek, paling bodoh karena aku udah memisahkan kalian berdua. Bikin kalian berantem. Aku ngerasa kalo aku benar-benar cowok egois yang udah mempermainkan perasaan kalian berdua. Jujur, aku ngerasa kalo aku udah mengkhianati kamu tapi aku gak bisa boong tentang perasaan aku ke Winna. Aku benar-benar cintakan Winna. Cinta ke aku Winna bikin perasaan aku ke kamu selama ini mula hilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
FanfictionWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...