23

443 44 9
                                    

"WINNA, apa kamu mau ngomongin sesuatu sama kakak?"

"Apa gak papa kak udah berkunjung sepagi ini?" Winna menatap Jelita.

"Gak papa. Lagipula kita sama-sama liburan. Cumanya kakak takut Winna yang capek. Winna kan seharusnya istirahat yang benar habis waktu oncall."

Winna terkekeh. "Tapi di rumah kayaknya gak lakuin apa-apa juga. Tidur aja terus. Aku kan bisa tidur juga ntar ada sisa liburan. Sengaja aku datang mengunjungi Kak Jelita. Aku udah kangen banget ni sama kakak. Sejak Kak Jelita liburan, aku jadi makan siang sendirian."

Jelita tertawa terbahak-bahak. "Kenapa gak ngajak Jian aja? Suster Gladis?" Dia berlabuh duduk di sebelah Winna. "Atau Nathan?"

"Ngapain sih ngajak tunangan orang cuma buat temani aku makan doang?"

"Winna, apa Winna baik-baik aja?"

"Baik kok. Kan aku udah bilang kalo aku main ke sini cuma buat mengunjungi Kak Jelita." Tapi Winna sadar kalau dia bakal mulai menangis. Dapat dirasakan bahwa air matanya sedang menunggu masa untuk mengalir apalagi dengan suaranya yang mula bergetar. "Aku kangen Kak Jelita."

Jelita menatap wajah sendu Winna di sebelahnya. "Winna yang kakak kenal gak pintar berbohong soal perasaannya." Mata indah yang berkaca-kaca, Jelita tatap lambut. Jelita tahu ada sesuatu terjadi yang sudah tidak tertanggung oleh Winna. Kalau tidak, Winna tidak akan datang mencarinya sepagi ini. Dengan wajah mendung dan senyum terpaksa yang terlihat jelas dengan mata kasar.

"Winna kangen Kak Dimaz." Winna menjawab. Pada saat yang sama, air matanya mula jatuh.

"Winnareyn Aurel, kenapa dek? Ayo ngomong ke kakak. Jangan disimpan sendiri, dek." Jelita memegang pundak Winna saat melihat mutiara bening itu mulai jatuh. Kenapa wanita mungil ini menyebut nama Dimaz dengan sedih di depannya? Winna tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya karena Winna sendiri seolah menjaga perasaannya jika sudah mengangkut Dimaz.

"Dalam keluarga aku, cuma Kak Dimaz yang ngerti aku." Ucap Winna dengan sedih. Sungguh, apa yang terjadi sekarang membuatnya mulai tertanya-tanya ke takdir kembali kenapa Dimaz meninggalkannya.

"Winna, kan ada Kak Jelita di sini. Jangan kayak gini, sayang. Ngomong ke kakak sekarang, kenapa dek? Jangan bikin kakak susah hati."

"Aku udah capek, kak." Dia hanya membiarkan Jelita memeluknya. "Aku capek cuma buat dapatin bahagia aku sendiri. Aku benaran capek." Dan apa yang terjadi kini diumbarkan segalanya pada Jelita dengan untaian air mata yang tiada hentinya.

🍂🍂🍂

KIRANA keluar dari mobil dengan kacamata hitam. Dia menatap rumah mewah di depannya. Hatinya sudah bolak-balik saat itu. Kirana bekerja keras memaksa sang papa untuk memberikan alamat rumah Winna. Kacamatanya dilepas dan dia membunyikan bel beberapa kali sebelum beberapa detik setelahnya, pintu terbuka.

Winna tercengang dengan kaos kebesaran rumahan yang dipakainya. Dia tidak menyangka akan kehadiran sang kakak. Tidak ingin memikirkan hal yang tidak seharusnya, Winna terus membuka pintu gerbang dan Kirana kembali masuk ke mobil untuk parkir di garasi.

"Apa kakak mengganggu kamu, Winna?" Kirana turun dari mobil dan menghampiri Winna yang masih berdiri kaku di depan pintu utama.

"Enggak, Kak Kiran gak ganggu kok." Mata itu berusaha melepaskan diri dari melakukan kontak mata dengan Kirana.

Kirana hanya menatap Winna dengan perasaan yang sulit dijelaskan. "Apa kamu gak mau ngundang kakak kamu ini untuk masuk?" dia bertanya dengan alis terangkat.

Winna sepertinya menyadari kesalahannya sendiri. "Maaf Kak Kiran, ayo masuk."

"Rumah yang sangat indah." Kirana berucap setelah diundang untuk duduk. Dia hanya menatap Winna yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman.

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang