25

480 47 5
                                    

GLADIS melabuhkan duduk di teras di halaman belakang rumah Winna. Dia berusaha menyingkirkan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan dengan sebaris kata-kata. Di halaman depan, tim medis yang lain masih sibuk membangunkan meja berukuran panjang menggunakan kayu sejak mereka tiba di desa. Gladis akui dia begitu senang ketika dia tiba. Jauh di sudut hati, dia begitu tenang saat melihat suasana desa yang jauh dari kebisingan kota namun dia tidak menyangka ketenangan itu hilang saat melihat pria yang baru saja berkunjung ke rumah Winna. Gladis langsung tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Haikal di sini setelah hampir empat tahun terpisah.

"Aku terpaksa melakukan semua ini, Gladis."

Dia masih ingat ucapan pengakhiran pada sebuah hubungan yang menusuk hati dan perasaannya suatu masa dulu. Saat itu dia tidak mampu mencegah keputusan Haikal. Dan dia hanya menerima dengan tetesan air mata ketika impian yang ingin dia capai bersama Haikal hancur hanya karena keluarga Haikal. Mengingatkan itu membuat hati Gladis sakit. Dia berusaha menguatkan hatinya untuk melupakan semua kenangan bersama Haikal selama empat tahun, menyibukkan diri dengan pekerjaan dan tidak menoleh ke belakang lagi memikirkan hubungan yang kandas. Dia berharap kalau dia bisa membuktikan kepada semua orang terutama keluarga dan teman rapat yang tahu tentang hubungannya bahwa dia akan terus kuat untuk melupakan Haikal. Tetapi usahanya selama empat tahun itu seolah hancur dengan reaksinya saat bertemu langsung dengan Haikal tadi. Sebegitu berpengaruhnya Haikal dalam kehidupan Gladis sehinggakan benteng yang selama ini Gladis cuba bangunkan berjaya runtuh hanya dengan kemunculannya.

🍂🍂🍂

"DI MANA Suster Gladis?"

Jelita dan Jeffery mengangkat bahu. "Kelihatannya tadi dia menuju ke halaman belakang."

"Suster Gladia kenapa sih jadi aneh gitu selepas ketemu sama Pak Haikal?" tanya Winna dengan alis berkerut. Dia masih bingung mengingatkan reaksi kaget Gladis saat melihat kedatangan Haikal di rumahnya tadi.

"Aku pikir Haikal adalah mantan pacarnya, Dokter Winna." Wanda berbicara dengan ragu-ragu.

Yang lain menatap Wanda seolah ingin memastikan kenyataan yang baru mereka dengar.

"Mantan pacar?" Jian memastikan lagi kalau dia tidak salah dengar. "Emang harus ya kaget overload habis ketemu mantan pacar?"

Winna menyentil jidat Jian di sebelahnya sehingga suara pria itu mengaduh kesakitan tidak terima dengan serangan mendadak Winna. Lumayan sakit.

"Anak laki-laki yang belum dewasa dan masih minum susu diminta untuk gak ikut campur." Wanda memelototi Jian dengan malas sebelum dia bangun daripada letak duduknya.

🍂🍂🍂

"SUSTER GLADIS gak papa, kan?" tanya Wina pelan. "Kalo kamu lelah, kamu bisa istirahat dulu di dalem."

"Dokter Winna, aku baik-baik aja kok. Benar, gak boong cuma kaget aja." Gladis mengukir senyum lebar pada Winna tetapi jelas kelihatan kalau senyuman itu lebih kepada sebuah keterpaksaan.

Wanda menggelengkan kepalanya. "Gladis, terkadang gak seharusnya juga mempertahankan emosi itu sendirian." Selaku yang paling tua di sini, dia berusaha buat menenangkan Gladis dengan cara meletakkan tangan di bahu perawat itu. "Kalo kamu mau bercerita, kita berdua bisa kok mendengarkan."

Gladis menghela napas panjang mendengarkan ucapan Wanda yang sudah dianggap seperti kakak sendiri. Tiba-tiba dia menunduk. "Haikal itu mantan pacar aku. Dia meninggalkan aku di hari pertunangan kita berdua karena ibunya gak suka aku. Saat upacara pertunangan, ibunya jatuh sakit dan langsung dibawa ke rumah sakit. Haikal mungkin anak yang baik, dia memilih ibunya dan meninggalkan acara pertunangan yang seharusnya berlangsung." Tangisan pilu Gladis terus kedengaran. Setelah bertahun-tahun, dia kembali membuka lembaran cerita dukanya. Dan dia hanya membiarkan Wanda menggosok bahunya.

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang