WINNA berbaring di sofa di ruang istirahat para dokter segera setelah dia selesai membersihkan diri. Dia benar-benar lelah. Winna hanya menutup matanya dengan tangan sengaja diletakkan atas dahi. Rasanya sangat melelahkan dan Winna cuma ingin memejamkan mata sejenak sebelum kegiatannya itu terganggu dengan suara yang tidak menyenangkan.
"Selamat ya buat lo, Winnareyn."
Suara menyakitkan itu terdengar hampir sahaja dengan telinganya membuatkan Winna melepaskan napas lelah meski dengan mata yang masih terpejam. Ini bisa tidak kalau dia berharap bumi terbelah dan langsung melahap pemilik suara menyakitkan hati ini?
"Pasti setelah ini lo bangga banget karena riwayat lo sebagai dokter bakal tamat sebentar lagi kalo pewaris Sky Group itu tau siapa yang bertindak menempah kematiannya."
Tidur tidur Winna, abaikan bisikan setan. Winna memang tidak menipu kalau dia lelah ketika ini. Di kepalanya, dia pikir kalau dia cuma mau melelapkan mata sebentar. Tetapi kalau ada suara sumbang ini di sebelahnya, bagaimana dia bisa tidur? "Apapun yang terjadi ke gue, lo gak usah sok peduli." Matanya masih tertutup. "Mendingan lo belajar dulu gimana cara menangani situasi di ruang operasi daripada mengkhawatirkan gue." Perlahan dia menghela napas berat lagi. "Lo pergi deh dari sini. Gue pengen istirahat."
"Dokter Michelle?" Keinginan Winna tercapai saat mendengar suara Jelita yang berjaya memadamkan suara Michelle meskipun bukan bumi yang melahapnya seperti yang diinginkan Winna.
Michella menoleh ke arah Jelita dengan wajah tegang.
Jelita tersenyum selama tiga detik. "Chief Jevano mau ketemu sama kamu di ruangannya. Dia udah nunggu sejak tadi." Dia menyampaikan pesan Jevan. "Mendingan kamu pergi sekarang karena sepertinya suasana hati Chief Jevano sedang gak lagi baik-baik aja apalagi lagi, dia baru saja keluar dari ruang operasi setelah lima jam dan mendengar soal kamu yang menolak untuk mengoperasi pewaris Sky Group. Oh iya, ada Pak Tamin juga di sana."
"Apa? Pak Tamin? Emang kenapa?"
"Maaf, kalo soal itu aku juga kurang tau kenapa tapi aku sempat dengar kalo Pak Tamin berisik sekali seperti sedang marah-marah." Jelita melihat wajah Michella berubah pucat.
Michelle sudah tidak dapat bertenang lagi. Dia berjalan keluar dari ruang istirahat dengan cepat.
"Kakak baru aja mendapat kabar kalo ada orang itu udah mulai menjadi kepala buat operasi lagi." Jelita melabuhkan duduk di depan sofa ganda berseberangan dengan tempat Winna berbaring. "Dan baru aja menyelesaikan operasi dalam waktu yang singkat daripada perkiraan."
"Dipaksakan sama situasi." Winna menjawab dengan mata masih tertutup. "Lagipula, kalo aku melepaskan tangan ini dari tubuh pasien itu, dia bakal meninggal."
"Monster Intern." Jelita angkat bicara tiba-tiba.
Mata Winna yang tadinya tertutup rapat, kini perlahan terbuka. "Itu udah beberapa tahun yang lalu." Dia membalikkan tubuhnya buat menatap Jelita. "Sekarang orang-orang gak tahu siapa Winnareyn Aurel yang dulunya Monster Intern. Sekarang orang-orang cuma tau kalo Dokter Winna adalah satu-satunya dokter yang pernah berkhidmat di klinik desa yang jauh dari kota."
Jelita menggelengkan kepalanya. "Semua orang berjuang untuk menjadi magang kayak kamu, Winna." Jelita menatap lembut ke arah Winna. "Magang yang menjadi pemimpin misi relawan. Magang yang menyelesaikan operasi dalam waktu kurang dari seorang ahli bedah yang berpengalaman. Magang yang dijadikan panutan oleh semua orang. Mana pernah ada magang sehebat kamu di negara ini Winnareyn Aurel." Dia mengingatkan Winna pada fakta yang seharusnya dibanggakan itu.
"Kan cerita lama, gak usah diingat. Lagipula, aku pengen istirahat aja sekarang sebelum orang-orang atasan, terutama Profesor Mahesa menelepon dan mengajukan segala macam pertanyaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
FanfictionWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...