KIRANA menerima kartu undangan yang dihulurkan. Dia membuka amplop berwarna hitam keemasan itu dan mengeluarkan isinya. Sesaat kemudian dia menatap Jelita dengan wajah tidak percaya. "Tegar Lim? Kak Jelita akan menikah dengan Tegar Lim, putra dari pemilik perusahaan kapal itu?" Kirana menatap Jelita meminta penjelasan.
Jelita hanya tersenyum dan terlihat santai. Reaksi yang cukup berbeda dia dapatkan dari Kirana dibandingkan dengan Winna. "Iya, dengan Tegar Lim. Kiran kenal ya sama Tegar? Oh iya, Tegar Lim... siapa sih yang gak kenal sama pria itu."
"Kak Jelita, maaf deh kalo kakak ngerasa aku lancang tapi Kak Jelita pasti tau kan soal rumor yang sering beredar tentang cowok itu. Kak Jelita, dia itu buaya!" Kirana sudah berkerut wajahnya. "Kenapa sih Kak Jelita setuju aja buat nikah dengannya?"
Wajah Jelita tidak berperasaan. "Semua orang kan bisa berubah." Dia hanya mengangkat bahu sambil memasukkan tangan ke dalam saku jas putih. Dia tampak memikirkan sesuatu sejenak sebelum tersenyum kembali pada Kirana.
"Kak Jelita!"
"Jangan cuma fikir negatif doang Kiran." Jelita masih tersenyum pada Kirana. Sudah diduga begini jadinya. Tampaknya Kirana benar-benar lebih menentang pernikahan ini daripada Winna. Jelaslah kerana Winna tidak tahu apa-apa. Bahkan gadis itu langsung tidak mengenal sosok seorang Tegar Lim. Padahal calon suaminya itu sangat dikenali di mana-mana. Kalau Kirana, Jelita yakin pasti Karina pernah bertemu dengan Tegar Lim.
Kirana menyandarkan punggungnya di kursi. Dia menatap Jelita dengan tatapan yang sulit untuk dimengerti. Dari riak Jelita, dia tahu mantan pacar mendiang kakak laki-lakinya ini tidak senang dengan pernikahan yang bakal terjadi. Paksaan! Iya, Kirana tahu pasti pernikahan ini atas keterpaksaan dari orang tua Jelita.
Bukannya dia tidak tahu kisah cinta Jelita dengan Dimaz. Dia juga tahu kalau hubungan Jelita dan Dimaz dulunya ditentang habis-habisan oleh keluarga Jelita hanya karena Dimaz menolak menjadi direktur di Pusat Medis Metropolitan. Memikirkan hal yang sudah berlalu itu membuatkan Kirana jadi semakin kesal. Tanpa mempedulikan Jelita yang masih duduk di depan, dia meraih ponselnya. Nama Jeffery dicari dalam daftar kontak. Ketemu! Langsung saja Kirana menekan tombol memanggil dan hanya mengabaikan Jelita yang memandang penuh kerutan.
"Kak Jeff, Kak Jeff di mana ya? Lagi ngapain? Kak Jeff bisa gak ke ruangan aku sekarang?" Dan Kirana masih tetap bersahaja meskipun Jelita sudah menatapnya dengan mata melotot.
🍂🍂🍂
WINNA mencuci muka salah satu anak kecil warga yang sedang mengantri. Sebuah baskom diletakkan di atas meja. Di atas leher anak-anak yang sedang mengantri, digantungkan handuk berwarna putih berukuran sedang. Begitulah rutinitas Winna saat anak-anak ini sedang liburan sekolah akhir pekan. Winna akan memberi ajaran dan bantu membersihkan wajah serta kepala mereka. Dia tidak ingin mereka terinfeksi kutu rambut dan dia selalu memastikan kalau anak-anak di desa tahu bagaimana cara menjaga kebersihan diri.
"Dokter Winna pulang dari stasiun bareng Pak Haikal, iya kan?"
"Iya, benar. Pak Haikal bilang waktu itu kalo Pak Yuda gak bisa datang jemput aku." Winna menatap Nelly. "Tahu dari mana kamu?"
Nelly tersenyum menggoda sambil mengangkat alisnya beberapa kali ke arah Winna. Bagaimana caranya dia tahu? Kemarin, adiknya Si Yulli ribut amat ceritakan tentang guru lelaki, wali kelas adiknya itu.
"Yulli yang bilang ke Kak Nelly." Yulli muncul di depan Winna yang sedang mengelap bersih wajah salah satu anak perempuan yang usianya lapan tahun. "Lagipula, Pak Haikal senyumnya gak pudar di sela-sela mengajar kemarin. Kayak orang sinting aja kalo dilihat-lihat."
"Yulli, gak sopan kamu ngomong soal Pak Haikal kayak gitu." Winna memalingkan wajahnya. "Pak Haikal itu jemput aku gara-gara Pak Yuda gak bisa datang. Lagipula Pak Haikal langsung pulang habis turunkan aku di depan rumah." Sampai harus jelasin semuanya kerana tidak mahu disalah anggap. "Oke, selesai." Winna menyelesaikan pekerjaannya mengeringkan rambut anak perempuan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, That One Word✔️
Fiksi PenggemarWinnareyn Aurel, dia adalah seorang dokter yang merelakan segala kemewahan dan dibenci oleh papa sendiri demi melanjutkan perjuangan sang kakak untuk terus mengabdi pada masyarakat. Hidupnya terlalu jauh berbeda jika dibandingkan sama saudara kandun...