19

388 41 2
                                    

TIDAK pernah terlintas di benak Winna kalau ternyata Nathan akan benar-benar melakukannya.

Tubuh Winna ditarik ke arahnya tanpa meninggalkan sedikit ruang pun di antara mereka. Bahkan, ciuman paksa mereka semakin dalam saat Nathan menekan leher Winna dari belakang sehingga tubuh mereka keduanya jatuh ke tempat tidur. Nathan tampak tidak sadarkan diri saat dia mencium Winna dengan rakus walau terlihat jelas kalau istrinya itu memberontak.

Air mata Winna yang sadari tadi tertahan kini mengalir keluar.

"Sayang..." Nathan sepertinya baru menyadari apa yang sudah dilakukannya.

"Apa yang kamu mau, Nathan? Kamu keterlaluan!" Winna mendorong tubuh Nathan dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Namun, pelukan Nathan terlalu kuat. Air mata Winna kini semakin banyak mengalir turun. Winna merasa bahwa nilai dan martabatnya berjaya dipermainkan oleh Nathan.

Nathan menatap wajah Winna yang berada di dalam rangkulan lengannya. Dapat dia rasakan kalau istrinya ini benar-benar marah. Kini Nathan sedikit menyesal atas apa yang sudah dia lakukan. Sumpah, dia tidak sadar. "Maafin aku tapi aku juga udah benar-benar mencintai kamu, sayang." Ucap Nathan lembut. Jari-jarinya didekatkan ke pipi Winna, berusaha menyeka tetesan bening yang tidak henti-hentinya berjatuhan. "Aku gak mau kita bercerai."

Buk! Kata-kata Nathan terhenti ketika Winna meninju dada pria itu sekeras yang dia bisa. "Jangan gila!" Winna tidak peduli kalau Nathan akan mengganggapnya kasar. Nathan benar-benar egois. Tidak memikirkan perasaannya dan Kirana. Seperti mereka adalah sebuah permainan berkembar. Bahkan dia turut menjadi sebahagian daripada permainan gila ini. "Aku benci sama kamu!" Dia meninju dada Nathan lagi. Berulang kali seperti ingin meluapkan kepada Nathan apa yang sedang dia rasakan.

Nathan tidak melakukan apa-apa. Dia tidak menghindar dan tidak menjauh sedikit pun. Dia hanya membiarkan dadanya menjadi tempat buat Winna untuk melampiaskan perasaan. Tangannya masih melingkari pinggang Winna dan matanya menatap wajah Winna yang semakin merah karena menangis.

Pukulan Winna akhirnya melambat dan terhenti dengan sendirinya. Dengan tenaga yang masih tersisa, dia membalikkan tubuh jadi mengiring dengan tangan Nathan masih di pinggangnya. Telapak tangan dibawa ke wajah menahan keras isak tangisnya. Winna benar-benar tidak ingin melihat wajah Nathan yang hanya memandangnya dari tadi. Dia merasa dirinya lemah dan kalah di depan pria itu. Sekarang dia menangis sekencang yang dia bisa. Kenapa Nathan harus muncul di rumah papa mertuanya dan membicarakan hal ini dengan dia sekarang?

"Sayang." Nathan tidak ingin terus mengalah. Pada saat yang sama, tangan pria itu sudah berpindah ke bahu Winna.

Winna mencoba menghindarinya dengan sedikit menggerakkan bahunya agar Nathan mengerti bahwa dia tidak ingin berbicara atau disentuh lagi.

"Sayang."

"Pergi." Dingin tanpa nada.

Mata Nathan meredup melihat tubuh Winna yang tampak gemetaran. Dia masih berterusan menatap Winna tanpa perasaan bersalah. Tubuhnya yang tadi mengukung Winna dari atas kini dibaringkan tepat di belakang tubuh sang istri yang sedang membelakanginya tanpa melepaskan pegangan daripada melingkari pinggang Winna.

Winna merasa napasnya tercekat saat Nathan menyatukan kepala mereka. Napas hangat Nathan terasa sangat dekat pada lehernya membuatkan Winna memejamkan matanya sejenak. Membuat bulu kuduk Winna meremang seperti saat mereka berada di pulau sebelum dia hanyut dengan perlakuan Nathan waktu itu. Momen dimana semuanya dimulai dan ternyata memang sudah salah dari awal. Tangan Nathan kembali mengerat pada pinggangnya. Winna berusaha menahan esakan sebisa mungkin meski sudah dilepaskan lebih awal.

"Jangan gila!" ucapnya lancang lagi.

"Sayang, aku ini suami kamu." Suara Nathan lembut.

Winna kehilangan kesabarannya ketika dia merasa bahwa Nathan seolah ingin menantangnya. Dengan seluruh kekuatan yang masih tersisa, dia mendorong sekuat tenaga tubuh Nathan dengan kedua sikunya hingga pelukan mereka terlepas. Winna segera bangkit dari berbaring dan turun dari kasur tidur. Wajahnya benar-benar terlihat kacau. "Cukup." Suara Winna terdengar dingin. "Tolong ceraikan aku."

Love, That One Word✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang