***
“Lama tidak bertemu, Siwat!” Profesor Sing berjalan masuk ke dalam ruangan itu.
Tubuh Siwat membeku melihat Sing melangkah masuk bersama dengan Ta dan Copper.
“Katakan apa tujuanmu kemari, Sing? Apakah penyerangan ini adalah bentuk balas dendam kamu padaku?” tanya Siwat.
“Balas dendam?” Sing tertawa mendengar ucapan Siwat. “Ah, jadi kamu menyadari jika kamu sudah melakukan tindakan buruk padaku, Siwat?”
Kedua tangan Siwat terkepal erat. Dia tahu benar apa yang sedang dibicarakan oleh Sing. Sementata itu Apo yang masih berbaring di ranjang rawat dengan laser yang masih bekerja menatap kedua profesor itu secara bergantian.
“Profesor Siwat, apa kalian saling kenal?” tanya Apo penasaran.
Sing mendengus sinis. “Tentu saja kami saling kenal. Kenapa kamu tidak bercerita padanya, Siwat? Apa kamu malu sudah mencuri temuanku?”
Siwat mengepalkan kedua tangannya. Di sisi lain Apo masih tidak mengerti hubungan seperti apa yang dimiliki oleh Profesor Siwat dan Profesor Sing. Tapi Apo yakin dulunya mereka memiliki hubungan yang baik.
“Mencuri? Profesor Siwat, apakah itu benar?” tanya Apo menatap Siwat yang masih berdiri di samping ranjang di mana Apo berbaring.
Siwat menoleh ke arah Apo dan menganggukkan kepalanya. “Ya, teknologi nanomite sebenarnya adalah ide Sing. Tapi aku punya alasan mengapa apa mencurinya.”
***
Pintu kamar Sing terbuka, tampak Siwat berusia tiga puluh tahun berjalan masuk menghampiri sahabatnya yang duduk di meja kerjanya.
“Sing, apa maksud pesanmu?” tanya Siwat yang berdiri di samping Sing.
Siwat yang sedang menulis pun berhenti, kemudian dia menoleh menatap pria itu. Lalu Siwat berdiri dan menghadap Siwat.
“Aku pikir pesanku sudah jelas, Siwat. Aku hanya mengubah tujuan penelitianku.” Sing mengatakannya dengan begitu tenang.
Siwat meletakkan kedua tangannya di bahu sahabatnya. “Sing, jawab pertanyaanku! Apa kamu mengubah keputusanmu karena mereka semua menolak dan menghina teknologi yang kamu ciptakan?”
“Mereka semua tidak tahu apapun tentang teknologi ini, Siwat. Aku hanya ingin menunjukkan pada mereka teknologi yang aku buat mampu menghancurkan mereka.” Sing tersenyum sinis memikirkan idenya.
“itu ide yang gila, Sing. Bukankah kita sudah sepakat akan membuat teknologi yang bisa membantu kehidupan manusia?” Siwat berusaha mengingatkan sahabatnya.
Sing menyentuh pipi Siwat. “Menjadi orang baik tidak ada untungnya, Siwat. Mereka justru akan semakin memandang rendah kita. Tapi jika menjadi orang jahat, kita bisa membalas mereka. Terutama membalas mulut mereka yang begitu tajam.”
Siwat tidak bisa menyalahkan Sing sepenuhnya karena selama ini dia berjalan bersama Sing dan harus menghadapi cemooh dan hinaan dari orang-orang. Mereka memandang rendah teknologi yang mereka ciptakan. Karena itulah mereka kesulitan mencari sponsor untuk mendanai teknologi yang sedang mereka teliti.
Elusan jemari Sing di pipinya membuat Siwat tersadar. Dia menatap sahabatnya yang saat ini terlihat begitu serius.
“Siwat, hanya kamu yang aku percaya. Hanya kamu yang bisa memahamiku. Maukah kamu tetap berada di sisiku? Kita bersama mewujudkan impian kita.” Pinta Sing.
Siwat menyentuh tangan Sing yang ada di pipinya. Dia menyunggingkan senyumannya. “Aku akan selalu berada di sisimu, Sing.”
Sing memeluk Siwat dengan perasaan senang. Sementara itu senyuman di wajah Siwat lenyap karena dia memikirkan apa yang harus dia lakukan.
Malam harinya, Siwat berdiri di ambang pintu menatap Sing yang berbaring tanpa busana dibalik selimut. Siwat terlihat membawa koper, tas ransel, dan tas laptop.
“Maafkan aku karena tidak bisa menepati janjiku, Sing. Aku harus melakukan hal yang benar.”
Setelah itu Siwat berjalan pergi meninggalkan apartemen itu.
***
“Alasan untuk menjadi orang baik. Bukankah kamu terlalu naif, Siwat?” Sing tersenyum sinis.
Siwat menatap Sing dengan tatapan penuh amarah. “Aku hanya berusaha melindungi dunia ini dari amarahmu, Sing. Kamu marah pada beberapa orang tapi kamu ingin melampiaskannya pada banyak orang. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar untuk dilakukannya. Kamu tidak akan bisa menghancurkan dunia ini.”
Sing tertawa mendengar ucapan Siwat. Kemudian dia menghampiri sahabat lamanya itu lalu memukulnya.
“Profesor!!!” seru Apo melihat Siwat terjatuh menabrak troli peralatan medis. Sayangnya karena laser masih bekerja menjahit lukanya, membuat Apo tidak bisa bangun.
“Selama ini aku berpikir jika dunia tidak percaya padaku, tidak masalah asalkan kamu percaya padaku, Siwat. Tapi sepertinya aku salah. Aku belajar untuk tidak percaya pada siapapun kecuali pada diriku sendiri. Karena orang yang benar-benar aku percaya bahkan mampu mengkhianatiku dan pergi meninggalkanku.” Sing tersenyum sinis. “Tapi tidak masalah. Meskipun kamu berhasil mencuri teknologi nanomite yang sedang kukembangkan, tapi aku sudah menciptakan ulang teknologi itu jauh lebih baik. Dan sekarang hasil ciptaanku pasti sedang bertarung dengan hasil ciptaanmu, Siwat.”
“Phi Mile!!!” Apo langsung teringat pada orang yang dimaksud oleh Sing.
Tatapan Sing pun tertuju pada Apo. “Ah, apa ini hasil karyamu yang lain, Siwat? Aku pikir aku harus menghancurkannya. Sama seperti kamu menghancurkan seluruh rencanaku, Siwat.” Sing mengeluarkan pen injection yang berisi bakteri Rhodococcus Opacus yang tidak aktif. Tapi ketika bakteri itu dikeluarkan dari pen injection itu, secara otomatis bakteri pemakan segala itu akan aktif.
Siwat menarik tangan Sing dan menjauh dari Apo. “Tunggu dulu, Sing. Masalahmu adalah denganku. Tidak dengannya.”
Lewat sudut matanya, Siwat bisa melihat dari layar jika proses laser itu sudah mencapai 78%. Tinggal sedikit lagi selesai. Siwat harus mengulur waktu.
“Tapi aku tidak akan membunuhmu terlebih dahulu. Aku akan membuatmu melihat keputusanmu untuk mengkhianatiku adalah sia-sia, Siwat.” Sing dengan mudahnya menyingkirkan kedua tangan Siwat dan berjalan menghampiri Apo.
Sing melayangkan pen injection ke tubuh Apo. Namun Apo dengan posisi masih berbaring, menahan tangan Sing. Dia harus berjuang agar menahan serangan itu sekaligus menahan tubuhnya agar tidak bergerak berlebihan. Jika tidak, laser itu tidak akan selesai menjahit lukanya.
Siwat bergegas menyingkirkan beberapa peralatan medis dan mengambil nampan besi itu. Kemudian dia memukulkan nampan besi itu ke punggung Sing. Merasa terganggu dengan serangan itu, Sing pun melangkah mundur dan berbalik menatap Siwat.
“Tidak heran kamu berani melawanku, Siwat.” Sing tersenyum sinis.
“Aku gak bakal biarin kamu melukai Apo.” Siwat menatap tajam ke arah Sing.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Human, But Cyborg (MileApo)
RomanceMile dalam perjalanan menuju Chiangmai menggunakan kereta bersama tunangan, Cherry, dan sahabatnya, Bible, saat sebuah serangan menimpa mereka. Rupanya itu adalah serangan teroris Oxynus yang menggunakan bakteri pemakan segala bernama Rhodococcus Op...