***
“Aku tidak akan membiarkanmu melukai Apo!” Siwat hendak memukul Sing kembali dengan nampan di tangannya.
DOR!!!
Suara tembakan itu langsung menghentikan gerakan Siwat. Sing tersenyum sinis melihat Siwat jatuh berlutut di hadapannya.
“Profesor, sudah waktunya.” Jjay yang masih mengacungkan pistol di tangannya berbicara dengan Sing.
Sing mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Siwat. “Kalau saja kamu tidak mengkhianatiku, Siwat. Semuanya akan berbeda.”
“Profesor Siwat!!!” seru Apo.
Mengetahui keberadaan Apo, Jjay mengarahkan pistol ke arah Apo dan melepaskan tembakan. Beruntung tepat saat itu laser yang menjahit luka Apo sudah selesai dan secara otomatis mati. Sehingga Apo bisa langsung berguling dan menjatuhkan tubuhnya di samping ranjang itu untuk menghindari tembakan.
“Biarkan saja dia, Jjay! Ada hal lain yang jauh lebih penting.” Sing pun berjalan keluar dari ruangan itu dan diikuti oleh Jjay.
Setelah mereka pergi, Apo segera menghampiri Siwat. Dia bisa melihat darah membasahi bahu kiri belakang profesor.
“Profesor!” Apo membantu Siwat untuk duduk dan perlahan menyandarkannya ke dinding. Berusaha agar lukanya tidak terkena dinding.
“Aku bisa bertahan, Apo. Sebaiknya kamu pegi. Tolong hentikan Sing! Jika dia berhasil menjalankan rencananya, maka akan terjadi perang dunia.” Pinta Siwat dengan nada putus asa.
“Tapi kamu terluka, Profesor.”
Siwat menyentuh tangan pria itu. “Apo, dulu aku berpikir aku bisa menghentikan Sing dengan mengambil seluruh penelitiannya. Tapi ternyata aku salah. Dia tetap bisa menjalankan rencananya tanpa catatan penelitiannya. Karena itu kupikir satu-satunya cara untuk menghentikan dia adalah membunuhnya. Sayangnya aku tidak bisa melakukan itu. Karena itu aku minta bantuanmu Apo.”
Apo terdiam sesaat. Tapi detik berikutnya, dia menganggukkan kepalanya. “Aku pasti akan melakukannya untukmu, Profesor.”
“Satu lagi, Apo. Kemarilah aku akan membisikkan sesuatu padamu.” Dengan lemah Siwat melambaikan tangannya.
Apo pun menuruti keinginan profesor itu. Siwat membisikkan sesuatu yang penting di telinga Apo. Setelah itu dia memberikan sesuatu di telapak tangan Apo.
“Pergilah!”
Apo menganggukkan kepalanya. “Aku mohon bertahanlah sampai aku kembali.”
Siwat hanya menganggukkan kepalanya sembari menyunggingkan senyuman tipisnya. Setelah itu Apo pun bergegas meninggalkan ruangan itu. Sementara itu Siwat menyandarkan kepalanya ke dinding.
“Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan atau tidak, Apo.”
Apo bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Human, But Cyborg (MileApo)
RomantizmMile dalam perjalanan menuju Chiangmai menggunakan kereta bersama tunangan, Cherry, dan sahabatnya, Bible, saat sebuah serangan menimpa mereka. Rupanya itu adalah serangan teroris Oxynus yang menggunakan bakteri pemakan segala bernama Rhodococcus Op...