Part 03

4.3K 455 50
                                    

Dor
Dor
Dor

Bunyi tembakan ditambah langkah kaki yang berlari saling mengejar menghiasi keheningan malam. Suasana hutan yang tadinya tampak menyeramkan kini semakin mencekam dengan bunyi rintihan orang-orang yang tengah sekarat.

"Kapten mereka para pengkhianat yang memang sudah dicari sejak lama" lapor salah seorang pada pemimpin mereka. Setelah membuka penutup mukanya dapat terlihat Donghyuck mengamati setiap orang dengan seksama.

"Kuburkan mayat mereka, dan operasi kita selesai saat ini" ujar Donghyuck sebelum akhirnya berjalan pergi lebih dulu. Seseorang menyusul langkahnya dan berjalan disisinya, "handphonenya hilang" ujar orang itu.

Donghyuck menoleh sekilas sebelum kembali menatap ke depan, "pantas saja aku menghubunginya dan tidak bisa" ujar Donghyuck, "lalu bagaimana kondisinya?" Tanya Donghyuck lagi.

"Menangis apalagi, adikmu itu benar-benar manja" ujar orang itu yang membuat Donghyuck meliriknya dengan pandangan tajam.

Orang itu sadar kalau Donghyuck tidak senang ketika ada yang menghina adiknya, "Sorry" ujarnya daripada nanti Donghyuck malah merencanakan hal gila untuk membalasnya.

"Lacak saja ponselnya dan lekas kembalikan padanya, kalau tidak ia nanti malah bisa sakit karena tidak mendengar suara ku sama sekali" ujar Donghyuck sebelum berjalan lebih dulu.

"Aisshh...dia memperlakukan ku seolah aku adalah baby sitter adiknya" lelaki itu mengomel dengan tugas yang diberikan Donghyuck untuknya.

"Aku mendengar mu" suara Donghyuck bergema dalam keheningan malam.

"Siap laksanakan tugas kapten" pria itu buru-buru menjawab. "Ah bodoh, kenapa aku tidak bilang kalau adiknya juga ada di Belanda, meski memang Haechan di Amsterdam dan sekarang kami di Den Haag" ujarnya berbisik yang anehnya Donghyuck mendengar ucapan pria itu. Karena posisi Donghyuck yang tengah duduk di atas pohon tepat di atas kepala rekannya entah bagaimana ia ada disana, sebelum akhirnya Donghyuck melompat dari satu pohon ke pohon yang lainnya ia sempat tersenyum sekilas saat tahu adiknya ada di Belanda juga.

*****

Haechan masih tampak bingung dengan ponselnya yang hilang, "aissh...aku tidak akan bisa tidur kalau tidak mendengar suara Donghyuck hyung" bisik Haechan kalut. Ia bahkan sejak tadi sudah mondar-mandir kesana-kemari karena hatinya yang tidak tenang.

Jeno yang baru keluar dari kamar mandi sampai menghela nafasnya dalam-dalam melihat Haechan yang masih tampak tidak tenang. Ia berjalan ke arah Haechan dan memeluk pinggang Haechan dari belakang.

Grep

"AAAAAA" jerit Haechan yang terkejut.

"Ssssttt, ini aku" bisik Jeno tepat di ceruk leher Haechan.

"Emmhh-Jwenno-geli" bisik Haechan susah payah membuat Jeno seketika menegakkan tubuhnya, bisa gawat kalau ia mendengar suara merdu Haechan yang seperti itu lebih lama.

Haechan membalikkan badannya dan menatap pada Jeno, perbedaan tinggi mereka membuat Haechan harus mendongak saat melihat pada Jeno. Wajah Haechan yang terlihat Jeno pun nampak lucu apalagi dengan dua gigi depan Haechan yang terlihat sedikit.

"Jeno aku rindu hyungku" ujar Haechan dengan nada sedih.

Jeno menundukkan kepalanya sedikit agar wajahnya dengan wajah Haechan sejajar, "sabar Haechanie, secepatnya ia pasti menghubungi mu" ujar Jeno dengan senyum lembut di wajahnya.

Haechan memajukan bibirnya dan menatap Jeno dengan mata bulatnya yang berkaca-kaca. Membuat Jeno tanpa sadar memajukan wajahnya semakin dekat dengan wajah Haechan, perlahan-lahan wajah keduanya semakin dekat dengan mata Jeno yang menatap pada mata Haechan dengan tatapan dalam.

TwiinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang