Part. 7✨

6K 281 10
                                    

Mentari terus melangkahkan kakinya sedikit tertatih-tatih dengan wajah pucat dan sorot mata yang tampak kosong.

Sesekali ia mengusap air mata yang merembes dari pelupuk matanya yang tampak sembab.

Mentari juga hanya berjalan kaki untuk pulang ke rumah, tidak ada uang sepeser pun yang ia pegang.

Mentari terlihat sangat menyedihkan setelah mahkotanya direnggut lalu ditinggalkan begitu saja seperti seorang wanita murahan.

Yang membuat Membuat semakin hancur, mahkotanya direnggut saat ia tidak sadar karna pengaruh minuman memabukkan itu.

Dengan tangan gemetar Mentari memutar handel pintu rumah kontrakannya setelah satu jam berjalan kaki. Beruntung adiknya masih di rawat di rumah sakit, setidaknya adiknya tidak tahu apa yang terjadi pada Sang kakak.

Mentari memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Air mata Mentari semakin meluruh ketika melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Bercak merah kebiruan tercetak jelas di sekujur tubuhnya. Dan bagian pangkal pahanya terasa sangat sakit.

Mentari menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya, kenapa ia sangat hancur dan merasa tak terima mahkotanya di renggut. Sekarang ia merasa sangat kotor.

"Tenangkan dirimu, Mentari. Anggap saja ini sebagai ganti dari uang 70 juta yang kamu pakai," monolognya pada diri sendiri.

Bukannya tenang Mentari menangis semakin deras dan menjadi-jadi. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan yang berguguran butiran kristal bening.

**
Dilain Tempat

Langit mengusap wajahnya kasar. Pikirannya selalu dipenuhi wajah Mentari, Dan ada sedikit rasa bersalah dalam benaknya namun ia berusaha menepis rasa bersalah itu.

Toh, Mentari yang lebih dulu menggodanya. Lagipula ia juga sudah mengeluarkan uang puluhan juta untuk membantu Mentari jadi, itu ia anggap sebagai imbalan untuk uang yang ia berikan.

Baginya Mentari seperti tidak jauh beda dengan wanita penghibur yang ada di club tapi beda nya Mentari masih perawan dan belum terjamah oleh lelaki manapun.

Langit membuang napasnya kasar dan berusaha untuk fokus pada pekerjaannya kali ini. Begitu banyak lembaran kertas di atas meja kerja pribadinya. Termasuk berkas untuk menyetujui kerja sama dengan perusahaan lain.

"Langg..." Panggil Nando

Suara serak Nando membuat Langit menatap sekilas pada pria yang kini masuk ke ruangannya. Ia kembali fokus pada lembaran kertas yang harus ia tandatangani.

"Kamu ke mana saja? Tiba-tiba pergi meninggalkan caffe tanpa memberitahu ku." Ucap Nando

"Aku ada urusan mendadak. Bisakah kamu keluar dari ruangan ini? Aku butuh ketenangan." Saat ini Langit tak ingin diganggu termasuk diajak bicara.

Sebelah alis Nando terangkat sebelah. Ia melihat ada sesuatu yang berbeda dari Langit.

Ia melangkah semakin mendekat pada pria yang memfokuskan pandangan matanya pada kertas yang ia pegang.

"Apa kamu ada masalah?" ucap Nando

Langit memejamkan matanya sejenak. Sungguh, kehadiran Nando membuat kepalanya semakin pusing.

"Apa kamu tidak paham Nando dengan ucapanku? Tolong keluar dari ruangan ini! Jika tidak ada sesuatu yang penting jangan datang ke sini!" sergah Langit sedikit emosi.

"Baiklah, aku akan keluar. Tapi sebelumnya aku ingin memberitahumu, Mawar ingin bertemu denganmu. Malam ini kalian berdua akan bertemu sesuai perintah Bunda kamu Langit" ucap Nando

LANGIT DAN MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang