Part. 11✨

5.3K 283 26
                                    

Keesokan Harinya.

Entah tak terhitung berapa kali Mentari bolak balik ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan cairan bening dalam perutnya.

Matahari belum menyingsing sepenuhnya tapi ia sudah tampak lemas dengan kondisi tubuhnya yang begitu lemah, wajah pucat yang berkeringat sedangkan di kamar ini di lengkapi pendingin ruangan.

Mentari menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Jika wanita lain akan lebih berisi saat tengah hamil, berbeda dengan Mentari tubuhnya terlihat semakin kurus dari sebelumnya.

Mentari berusaha membenarkan posisi berbaringnya di kasur. Semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, mungkin karna tinggal di tempat yang asing baginya ditambah kondisinya yang lemah.

"Mentari kamu kenapa?"ucap Novia

Pagi-pagi sekali Novia sudah masuk ke dalam kamar Mentari dan yang pertama kali ia lihat Mentari terbaring di kasur dengan kondisi yang mengkhawatirkan.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Novia menghampiri Mentari lalu menyentuh kening Mentari yang terasa panas dan berkeringat.

"Sepertinya kamu demam, aku akan mengambilkan obat. Tunggu sebentar."ucap Novia

Novia bergegas keluar dari kamar meninggalkan Mentari yang memejamkan matanya rapat.

Mentari meringkuk seperti bayi di atas kasur. Perut yang bergejolak, mual, dan badan yang terasa sangat panas.

Tidak berselang lama Novia kembali masuk dalam kamar membawa botol becerisi obat penurun panas serta segelas air putih.

"Ayo bangun, Mentari. Minum dulu obatnya." Novia membantu Mentari bangkit dari kasur lalu menyandarkan tubuh Mentari ke bahu ranjang.

Novia memberikan satu tablet obat penurun panas. Namun, Mentari menggeleng, menolak obat yang pelayan itu sodorkan.

"Aku tidak bisa minum obat tablet," cicit Mentari

Mentari tampak malu mengakui hal tersebut. Sejak kecil ia memang tidak bisa menelan obat dalam bentuk tablet ataupun kapsul.

Novia tampak tercengang mendengarnya. Bagaimana tidak, sudah sebesar ini Mentari tidak bisa mengonsumsi obat tablet maupun dalam bentuk kapsul. Meskipun begitu memakluminya.

"Lalu biasanya bagaimana kamu meminum obat bila tidak bisa menelan obat dalam bentuk seperti ini. Atau begini saja, saya akan pergi ke apotek membelikan obat sirup."ucap Novia

"Ti-tidak perlu. Cukup dihancurkan saja obat itu sampai menjadi bubuk lalu sedikit berikan air. Setidaknya aku bisa menelannya. Dan maafkan aku merepotkanmh Novia" ucap Mentari

Mentari tertunduk tak enak hati karna begitu merepotkan Novia

Wanita yang mengenakan seragam pelayan itu tersenyum hangat.

"Tidak apa-apa, Mentari. Itu sudah tugasku aku hancurkan dulu obatnya."ucap Novia

Novia kembali keluar dari kamar untuk menghancurkan obat tablet itu menjadi bubuk.

Namun, baru beberapa langkah menjauh dari kamar yang ditempati Mentari, suara parau seseorang yang Novia kenali membuat langkahnya terhenti.

Novia menoleh dan sedikit terkejut mendapati sosok Langit yang baru saja keluar dari kamar.

Kamar Mentari memang sengaja di tempatkan bersampingan dengan kamar Langit, Dan itu memang atas keinginan Langit juga.

"Kenapa?" tanya Langut melirik botol obat yang Novia pegang.

"Begini Tuan, Nona Mentari sedang demam jadi saya_"ucap Novia terpotong

"Jadi, kamu ingin memberikan dia obat?" tebak Langit memotong ucapan Novia

LANGIT DAN MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang