"Mbak nggak lagi prank aku, kan?" tanya Fany masih dengan ekspresi sisa keterkejutan.
"Tentu enggak."
Hening sejenak, Fany tercenung, dia masih nggak menyangka, rasanya kayak berita hoax menerpa telinga.
Tak lama, Bagas muncul menghampiri mereka. Pemuda tersebut mengernyit menyaksikan teman sejawatnya sibuk memegang kepala, pusing dia?
Sesaat kedatangan Bagas, Fany mendongak, tangannya bergerak menyuruh pemuda itu untuk duduk.
"Kenapa dia, Mbak?" Bagas justru bertanya dengan sorot bingung ke arah bosnya, tapi tak lupa ikut menghempaskan bokong ke sofa.
"Ish! Kamu memangnya nggak penasaran, Gas?" Fany lebih dulu menyela. "Kamu tadi lihat sendiri kan, Pak Malik ke sini?" tanyanya terdengar menggebu.
Bagas mengangguk, sedangkan Nola menahan tawa melihat kehebohan perempuan yang duduk di sebelahnya.
"Bos kita ini ternyata mantan istrinya Pak Malik, Gas!!!"
Mendengar kabar tersebut, pemuda itu tak memperlihatkan ekspresi berlebihan. Justru terkesan kalem dan tenang.
"Oh, pantas Pak Malik datang, rupanya saling kenal."
Fany sekejap cengo. Udah begitu aja?
Sama sekali nggak ada aura terkejutnya."Kamu kok nggak kaget?" tanya Fany heran. Apa memang setiap cowok selalu bereaksi biasa kalau mendengar suatu kabar?
Terdengar tawa Nola berderai, ia merasa lucu melihat interaksi keduanya. Sangat bertolak belakang.
Bagas sendiri tersenyum canggung, ya memang benar kan? Apa dia harus salto dulu supaya meyakinkan?
"Udah, Fan, udah. Kasihan Bagas, mukanya kelihatan asem gitu," sela Nola tertawa geli.
"Lagian sih, Mbak juga. Kenapa baru sekarang ngomong ke kita, kemarin-kemarin waktu aku bahas Pak Malik, Mbak kelihatan santai aja, kayak orang nggak saling kenal. Sekarang gimana coba? Aku kan jadi malu," cerocos Fany sebal.
Semburan perempuan itu terdengar keras di telinga, namun, Nola tak sekalipun marah ataupun tersinggung. Justru ia memaklumi protesan Fany.
"Ya sudah, kalau gitu aku minta maaf ya, Fan. Jangan pada ngambek lagi," kelakar Nola sambil mengedipkan sebelah mata, sedikit menggoda karyawannya.
Fany berdecak tapi tetap mengangguk mengalah, kemudian dia mengusap wajah. Sejujurnya, dia baru sadar kalau tingkahnya sedikit keterlaluan. Semoga Nola tak kapok memiliki karyawan sepertinya.
"Nggak perlu minta maaf, Mbak. Justru pekerja seperti kami nggak punya hak buat mengorek masalalu Mbak," sahut Bagas terdengar bijaksana. Dia paham di mana posisinya.
Fany yang merasa tersindir memoloti ke arah si pemuda.
Bagas yang dipelototi lantas menggaruk tengkuknya, serba salah jadinya. Begini amat nasib cowok sendiri di antara Fany dan Nola.
"Kalau boleh tahu sedikit, dulu gimana ceritanya Mbak nikah sama Pak Malik?" tanya Fany tiba-tiba, menatap antusias ke arah Nola
Ditanya begitu, Nola berdehem kaku. Namun, hebatnya, Bagas langsung menimpali pertanyaan itu.
"Yang jelas karena pernah berjodoh, Mbak Fany. Hal sepele kayak gitu masa nggak tahu," cibir pemuda itu, di sisi lain jawaban tersebut menyelamatkan Nola agar tak berterus terang begitu saja. Walau bagaimanapun hak pribadi nggak baik untuk dibuka, nggak sopan namanya.
Bibir Fany cemberut maju, mulai sadar pertanyaan isengnya bisa saja melukai batin perempuan itu.
Merasa situasi sudah tak memungkinkan untuk berdiam lebih lama. Bagas berdiri mencangklong ranselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...