CHAPTER 46 [End]

48.7K 1.8K 80
                                    

Semua telah direncanakan, pernikahan Malik-Nola akan diumumkan tepat di hari pilkada pekan depan. Sudah dua bulan lebih mental beserta tenaga mereka diperas demi keamanan. Meski ada beberapa portal berita kurang mengenakan menyebar, sejauh ini tim sukses Malik-Saldi masih mampu mengamankan.

"Bu, bapak telepon."

Nola yang semula fokus membuat adonan kue bersama Chandani seketika menghentikan pekerjaan. Setelah mencuci tangan hingga bersih, ia menerima ponsel dari Bripka Sindy.

"Hallo, Mas." Perempuan itu bergerak menyingkir agar memudahkan mertuanya mengambil alih adonan yang dibuat.

"Kamu mau dibawain apa? Sebentar lagi saya pulang."

Sebetulnya hari libur seperti sekarang Malik tidak ada jadwal pekerjaan. Hanya saja saat Agam menginformasikan mengenai gudang beras yang hampir kebanjiran. Mau tidak mau, Malik segera turun tangan. Alhasil ia baru bisa pulang setelah permasalahan bisa diselesaikan.

"Aku lagi buat kue sama mama. Mas langsung pulang aja." 

"Ah, baiklah. Mungkin satu jam lagi saya sampai."

"Iya, hati-hati nggak usah ngebut."

Di seberang terdengar suara Malik menggumam tanda menyetujui ucapan si perempuan. Setelahnya sambungan pun dimatikan.

"Apa katanya? Nggak sampai masuk airnya kan?" tanya Chandani beruntun.

Nola tersenyum kaku seraya menyerahkan ponsel ke ajudannya itu.

"Kalau itu, Mas Malik nggak ngomong apa-apa, Ma," jawabnya.

Chandani yang tengah menuang adonan brownies ke loyang terdengar mendengus. "Ya udah, tunggu aja nanti pas dia pulang."

Sebagai menantu yang berusaha untuk akrab, Nola hanya bisa mengangguk setuju. Rasanya sedikit aneh berdekatan tanpa canggung di hari minggu. Pilihan tidur di rumah utama milik sang mertua bisa dikatakan untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan menghabiskan waktu kampanye ke luar kota.

Tapi, baiklah setidaknya Chandani mulai mengakui dan mengakrabkan diri padanya walau dulu sempat memiliki momen buruk di antara mereka.

Selama menunggu kepulangan suaminya, Nola memutuskan membuat jus sambil menunggu brownies matang. Chandani si mertua sudah tidak lagi di dapur, perempuan paruh baya itu sibuk menantikan kedatangan Davina beserta Wirya.

Mengenai adik iparnya, sejujurnya Nola biasa saja. Namun, tidak dengan suaminya, Malik seolah enggan beramah tamah mengingat perbincangan terakhir di restoran melibatkan konflik internal. Dan ia bisa apa selain diam tanpa ikut campur urusan.

Sesaat Nola menuang jus ke beberapa gelas ditemani Bripka Sindy. Keduanya tidak banyak berbincang mengingat bukan berada di kediaman pribadi. Rumah Chandani banyak sekali pekerja dan sebisa mungkin Nola tidak berbicara sembarangan.

"Bu, itu sepertinya suara klakson mobil bapak. Ibu nggak ke depan? Biar saya yang menyelesaikan."

Tawaran Bripka Sindy mendapat gelengan, Nola tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, saya tunggu di sini saja."

Dan benar, beberapa menit kemudian Malik dan Agam tiba di dapur dengan tampilan kusut dan masam. Apalagi bukan jika keduanya telah mengetahui kedatangan seseorang.

"Mama yang undang Davina ke sini?" tanya Malik usai mengecup kening sang istri. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka, dan sebagai pekerja Agam dan Bripka Sindy tak lagi risih melihatnya.

"Mungkin, Mas. Aku kurang tahu soal itu," jawab Nola apa adanya karena ia beneran tidak tahu apa-apa.

"Ini jus buat siapa?" tanya Malik begitu mendapati beberapa gelas sudah terisi jus segar di meja. "Kamu nggak perlu buatkan mereka. Ada banyak pekerja di sini," lanjut si pria terdengar tak suka.

Let It Flow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang