Rekor seharian berada di kamar jatuh pada saat ini, di mana sewaktu belum menikah Nola sering tak betah. Mungkin terdengar aneh, mengingat ia begitu hobi motoran atau sekadar hanya keluar cek karyawan.
Nola yang masih letih dan terkantuk-kantuk membiarkan Malik mendekap erat tubuhnya di balik selimut. Keduanya belum ingin membersihkan diri ataupun mengisi daya yang telah setengah hari terkuras tenaganya.
"You like it?" tanya Malik berbisik sambil mengecup lembut tengkuk Nola saat tahu istrinya sudah membuka mata setelah kelelahan akibat perbuatannya.
Diingatkan momen yang begitu mendebarkan. Nola memutar tubuhnya beralih berbaring menghadap ke arah suaminya.
Pria yang rambutnya terbiasa tersisir rapi kini tampak berantakan. Namun, anehnya tidak ada jejak sedikit pun keletihan malah yang terlihat binar kesegaran. Bagaimana bisa setelah tadi mereka begitu banyak mengeluarkan tenaga?
"Hey ... " Malik mengelus lembut pipi Nola juga berniat mengganggu keterdiaman istrinya yang sangat intens menatapnya.
"Apa saya menyakiti kamu?" ulangnya dengan bahasa yang mudah dicerna.
Nola berdehem malu diikuti bergerak menunduk tak ingin lama-lama memandang sorot tajam yang membius mata. Untuk kali ini, Nola mengaku jika Malik pria berbahaya. Sangat bahaya bagi jantung dan kesadarannya.
"Nggak terlalu. Aku nggak apa-apa," balas Nola detik itu juga. Meski dalam kondisi tubuh saling menempel beruntungnya ia masih sempat memakai kembali dressnya. Setidaknya, ia tidak kembali mempertontonkan tubuh tanpa busana.
"Good! Saya bersyukur kamu tidak menyesal."
Mendengar itu, Nola tersenyum tipis. "Kita udah halal, aku juga ikut andil bersedia melakukan. Dari mana bisa ada penyesalan?"
Malik terkekeh, benar juga yang dikatakan. Seakan tak bisa lagi menahan terlebih denyut kenikmatan masih terasa membekas, Malik perlahan mengecup pelipis istrinya. "Mandi sekarang. Kita makan malam di luar."
Tanpa diperintah dua kali, Nola lekas bangkit berdiri usai Malik mengendurkan dekapan. Keduanya saling pandang dengan posisi Malik telentang.
"Mas aku lupa bawa baju ganti," ungkapnya sungkan. Padahal sejak awal Malik sudah mengatakan akan tak pulang.
Malik yang paham lantas terduduk, selimut yang tadi menutup tubuh kini melorot sampai pinggang menampakan dada telanjang.
"Bukan masalah besar. Biar nanti Agam yang beli dan bawa ke sini."
Merasa tak setuju, Nola menggeleng cepat. Walau bagaimanapun asisten Malik berjenis kelamin laki-laki, tidak pantas rasanya jika meminta tolong membeli pakaian perempuan.
"Jangan sama asisten kamu. Malu lho, Mas.
Lagi-lagi menyaksikan ekspresi masam istrinya, Malik tersenyum geli. "Nanti ada staf butik yang memilih. Kamu cukup sebutkan ukuran. Untuk Agam, tugasnya hanya membawa ke sini."
Lega tak sesuai bayangan. Nola mengangguk pelan. "Ya udah, sini aku mau ngomong sama orang butiknya."
"No! Kamu mandi saja. Biar saya yang menelepon."
Mendengar penolakan suaminya, perempuan itu menyipitkan mata. "Gimana caranya Mas tahu ukuran bajuku?"
Ditantang seperti itu, Malik menyeringai. "Kamu lupa saya sudah melihat dan merasakan tubuh kamu?"
Sekejap Nola tercengang. Tak menyangka Malik akan mengatakan kejujuran. Antara ingin kabur menahan malu dan berteriak kesal, Nola berakhir menghela napas panjang.
"Awas aja kalau aneh-aneh," kata Nola sebelum melangkah meninggalkan.
Malik yang ditinggal Nola ke kamar mandi, tampak tersenyum geli. Sungguh istrinya manis sekali.
****
Makan malam mereka terjadi tidak jauh dari hotel tempat keduanya menginap. Bahkan Malik dan Nola cukup jalan kaki menuju restoran. Keduanya terlihat serasi dengan penampilan manis Nola mengenakan dress model rok A-line sementara Malik cukup menggunakan atasan polo shirt navy serta celana chinos broken white.
"Kita sering keluar berdua gini, apa nggak apa-apa?" tanya Nola setelah sedari kemarin menahan kegelisahan mengingat rencana awal status mereka akan disembunyikan.
Mendapat pertanyaan tak terduga, Malik masih terlihat santai. Ia berjalan pelan, mengutamakan kenyamanan si perempuan.
"Setelah saya pikir, nggak ada salahnya kita tampil di publik berdua. Mungkin nanti jika ada yang bertanya ya kita jawab apa yang ada. Hanya saja, saya nggak ingin terlalu blak-blakan memamerkan kamu ke seluruh dunia."
Nola terdengar tertawa, setelahnya mengulum senyum merasa aneh dan lucu mendengarnya. "Kalau nanti berakhir rame, aku nggak ikutan ya. Mas sendiri pokoknya yang bertanggung jawab."
Malik mengangguk tenang. "Kamu nggak perlu khawatir."
Selanjutnya perjalanan mereka yang singkat hanya diiringi obrolan ringan sebelum berakhir tiba masuk ke restoran. Malik yang suka kedamaian, tentu sudah reservasi tempat menenangkan. Makan berdua bersama istri tanpa gangguan, hal yang paling diinginkan.
****
Sejak awal, sebelum terjadinya pernikahan sang atasan. Sejujurnya Agam telah menyimpan sebuah kebohongan. Pikirnya, hal seperti ini tak harus dilaporkan mengingat masalah tersebut bukan perkara besar.
Namun, semua berubah sial ketika orang itu berakhir menemuinya secara langsung di depan mata tepat di lobi hotel tempat menginap majikannya. Sosok yang beberapa hari ini gencar mengirim pesan rupanya memiliki keberuntungan yang masuk akal.
"Saya minta tolong Mas Agam. Saya nggak punya banyak waktu lagi," kata perempuan itu memohon.
Agam yang dilema sekaligus tak tega terlebih menyaksikan perawakan perempuan itu terlihat rapuh terbukti tubuh mungil serta sorot mata sendu tanda sedang dilanda masalah. Sebagai lelaki yang mempunyai jiwa kesatria, tentu ini tidaklah mudah.
"Saya hanya ingin minta maaf Mas Agam."
Lagi-lagi suara wanita itu terdengar tulus dan penuh keyakinan. Agam sontak menarik napas berat, jemarinya sibuk memijat kening. Sungguh dia pusing.
Nasib menjadi asisten yang nomornya sering terpampang demi kenyamanan sang atasan. Jelas wajar jika orang yang memiliki kepentingan pada Malik terlebih dahulu bertandang pada Agam.
"Mbak, mohon maaf nih ya. Saya rasa Bapak Malik udah lupa sama Mbak. Tanpa minta maaf pun, saya rasa Mbak udah dimaafkan." Atau lebih tepatnya si Mbak nggak penting buat dipikirkan batin Agam.
Mendapati perempuan itu malah ingin menangis. Agam mengumpat dalam hati. Astaga! Bagaimana bisa jadi begini.
"Bagi Mas Malik mungkin lupa. Tapi saya nggak bisa, saya selalu dihantui rasa bersalah setiap harinya."
Walau sang papa yang berkata kurang ajar, setidaknya dia ingin memohon permaafan. Demi kehidupan nyaman sebelum ia pergi yang jauh, batin perempuan itu penuh kesedihan.
Mengetahui percakapan mereka semakin menarik perhatian orang. Agam menghembuskan napas kencang. "Bener ya Mbak cuma minta maaf. Nggak yang aneh-aneh."
Wanita bertubuh mungil itu mengangguk kuat juga tampak bersungguh-sungguh.
Tidak ada jalan untuk mundur. Agam mendesah pasrah dalam hati, mungkin setelah ini, ia bakal potong gaji mengingat berakhir mengganggu atasannya itu.
Setelah menguatkan mental, suara Agam kembali terdengar.
"Kalau gitu ikut saya."Perempuan yang bernama Dewi Syatra Sasikirana terlihat semringah mendengarnya dan tanpa ragu lekas mengikuti langkah pria kurus di depannya.
****
Ada yang masih ingat sama cewek ini?
Btw, yang udah baca malam pertama Bapak Malik dan Mbak Nola di KK. Mana nih suaranya???? 😜
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...