CHAPTER 42

35.1K 2.1K 52
                                    

Malik memakai baju dengan cepat, ia bergegas meraih ponsel di meja khawatir suara bising tersebut mengganggu waktu istirahat istrinya.

"Ya, Ma?"

Pria dengan tampilan muka bantal terdiam lama saat penelepon sedang berbicara. Raut wajahnya sekilas berubah berkerut mendengar kabar dari ibunya.

"Mama minta tolong sama kamu. Tolong terima niat baik Davina, dia katanya pengen banget ketemu sama Nola."

Di seberang Chandani rupanya mulai melunak mengenai permasalahan putri pertamanya. Seolah sudah ikhlas sang anak dijadikan istri kedua.

"Mereka sekarang lagi dalam perjalanan. Kamu sama Nola siap-siap ya."

Bingung ingin bereaksi apa, Malik menarik napas kemudian menoleh mengamati Nola yang terbaring nyenyak di ranjang.

"Mama yakin membiarkan mereka keluar terang-terangan?" tanyanya.

"Semalam Wirya menghadap papa."

Jawaban sang mama sudah lebih cukup menjelaskan situasi setelahnya. Lantas Malik berdehem. "Katakan pada Davina, aku sama Nola hanya punya waktu saat makan malam."

"kalau gitu nanti mama ngomong sama mereka. Yang penting kamu beneran mau ketemu ya?"

"Iya. Lagipula, Davina juga melewatkan pernikahanku dengan Nola."

Chandani tersenyum bergumam sebelum berakhir memutus sambungan.

Malik yang tak heran akan sikap sang mama, hanya bisa berdecak seadanya. Malas terlalu memikirkan nasib adiknya, ia lekas meletakkan ponsel ke sisi meja kemudian kembali bergabung ke ranjang untuk membangunkan istrinya.

Dengan gerakan amat pelan, Malik mengusap pipi halus si perempuan.

Akibat pergerakan tersebut, Nola yang perasa tampak mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Perempuan itu melenguh saat sadar sang suami yang mengganggunya.

"Jam berapa?" suaranya terdengar lirih dan serak, pun tubuhnya masih terasa pegal terutama bagian inti tubuhnya yang perih tak tertahan. Seingatnya ia belum sempat membersihkan diri dan lebih dulu ambruk kelelahan.

"Jam lima. Mandi dulu ya, nanti ada tamu yang harus kita temui," balas Malik tersenyum menatap penuh cinta sang istri.

Nola yang belum sepenuhnya sadar sontak melebarkan matanya. Perempuan yang hanya terlilit selimut tanpa busana menatap tanya. "Siapa, Mas?"

"Davina sama suaminya." Malik menjawab sambil merapikan rambut berantakan milik Nola. "Mau mandi bersama?"

Nola yang duduk lesu terlihat meringis. Sejujurnya ini tawaran bagus, namun, sayangnya ia dalam kondisi ingin berendam sendiri.

"Badan aku sakit semua," keluh Nola mengakui, jika ingatannya diputar saat digempur sang suami. Jujur, Nola antara senang dan kapok.

Mengerti maksud isi hati si wanita, Malik tersenyum kecil. "Kamu hanya belum terbiasa. Tapi, baiklah, saya akan siapkan air hangat agar kamu bisa berendam secepatnya."

"Makasih, Mas," senang Nola lagi-lagi Malik pengertian padanya.

Sepeninggal Malik ke kamar mandi. Nola mengintip tubuh telanjangnya dari balik selimut, sejak tadi sebetulnya ia juga menahan perih di area dada, rupanya benar dugaannya, Malik benar-benar beringas jika sudah dikendalikan kenikmatan dunia.

Mendesah panjang, hari-hari seperti ini harus ia persiapkan. Resiko menikah ya mau tidak mau harus melakukan yang beginian.

****

Let It Flow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang