Menurut pandangan Nola, masalalu kedua orangtuanya terlalu pelik jika diteruskan jalinan kasihnya. Saat ini, ibunya sudah mendapat bahagia versi terbaiknya, bukankah sebagai anak ia turut bahagia?
Kalaupun dulu sang ibu pernah berbuat tak adil terkesan menelantarkan, Nola jelas mampu memahami setelah semua persoalan terbuka gamblang. Saat itu dapat dipastikan ibunya harus melewati masa paling menyakitkan. Tak hanya menyaksikan sang suami selingkuh dengan lelaki, dalam kondisi pasca melahirkan juga harus merawat seorang bayi. Jika ia diposisi ibunya jelas langsung gila, ingin mati.
Namun, hal menyedihkan tersebut sudah berlalu hanya menyisakan kepingan masalalu. Kini yang Nola pikirkan bagaimana caranya untuk kembali hangat pada ibunya, seperti yang dipinta eyangnya.
Dari segala perasaan resah, sore itu juga Nola memberanikan diri menulis pesan pada ibunya. Dengan harapan sang mama antusias menerima tanda damai darinya.
Di dalam kamar, Nola duduk di tepi ranjang, fokusnya mengetik sesuatu di layar dengan air mata yang mulai menggenang.
To Ibu Gayatri:
Assalamualaikum, MaMama apa kabar?
Pasti sehat dan bahagia kan? Insyaalah, aku ikut senang.Ma ...
Aku mau nikah.
Kalau mama berkenan kasih restu, aku minta tolong, mama datang ke Surabaya...Ajak Salma, sama suami mama juga.
Ada yang pengin aku omongin soalnya ...Makasih, Ma 🙏
Setelah pesannya terkirim, Nola meletakkan ponsel di atas kasur. Dalam kondisi perasaan campur aduk, perlahan Nola menghembuskan napas panjang. Apapun reaksi ibunya nanti, ia akan lebih ikhlas lagi, tak terkecuali meminta maaf dan berusaha menerima kenyataan bahwa ada sang adik dan papa tiri.
***
Di tempat lain, aura kebahagiaan mengiringi jejak langkah Malik. Untuk pertama kalinya, pria bertubuh tinggi dengan bahu tegap masuk ke rumah dalam keadaan ekspresi senang bukan kepalang.
Tak ayal bosnya yang menampilkan raut cerah, sebagai asisten Agam tentu ikut senyum penuh semringah. Apalagi jika bukan saat ide menyewa kedai berhasil membuat bosnya berakhir baikan pada si wanita pujaan. Akibatnya pundi-pundi rupiah menjadikan gendut isi tabungan.
Sesampainya mereka di sebuah ruangan keluarga yang sudah dihuni oleh si pemilik rumah. Malik segera mendekati kedua orangtuanya bergantian mencium punggung tangan mereka.
Tak lupa, Agam juga mengikuti jejak atasannya, meski sempat sedikit mendapat keengganan dari si nyonya.
"Gam, kamu boleh tunggu di ruang tamu."
Mendengar titah tersebut, tanpa basa-basi Agam langsung mengangguk.
Sepeninggal pria kurus itu, Malik sudah duduk di hadapan kedua orangtua. Teja Tranggana jelas paling nampak tersenyum bangga memandang sang putra.
"Kamu kelihatan ceria," ungkap Teja membuka suara. "Papa harap alasan kamu bahagia karena pilkada. Sudah siap, bertarung menjadi paling terbaik?" tanyanya bangga.
Mendapat sorotan tak terduga, Malik hanya tersenyum seadanya. Padahal bukan itu yang menjadi alasannya.
"Mama tentu yakin Malik sangat siap, Pa. Walau ini pencalonan pertama, Mama tahu kemampuannya," tambah Chandani tersenyum lepas.
Teja kembali menatap hangat, memperhatikan lekat fitur wajah sang anak. "Sebagai orangtua, Papa nggak akan melepas tanggung jawab begitu saja. Meski semua dana seratus persen dari kamu, izinkan Papa memberi tambahan ajudan dan akomodasi perjalanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...