Beberapa detik kemudian, Nola menyunggingkan senyum tipis saat mendengar, lalu membalas perkataan. "Kalau gitu aku masuk dulu ya, Mas. Kamu hati-hati di jalan."
Malik menegakkan punggung seraya mengangguk. "Titip salam sama eyang. Maaf sudah membawa kamu sampai larut malam."
Perempuan itu tersenyum. "Iya, Mas," balas Nola perlahan melangkah menjauh.
Usai memastikan calon istrinya benar-benar masuk ke rumah. Malik memutar tubuhnya melangkah menuju kendaraan. Tanpa banyak waktu, lelaki itu segera meninggalkan pelataran dengan senyum setia menghiasi wajahnya yang rupawan.
****
Keesokan harinya, saat Nola mulai bersiap memakai sepatu di teras guna cepat pergi ke kedai. Tampak sebuah mobil sedan melaju lambat tiba di pelataran. Tidak salah lagi, sang ibu menepati janji segera datang. Mendadak, batin Nola terasa berdebar sekaligus tercengang.
Begitu penghuni mobil keluar, suara riang adik tirinya merasuki indera pendengaran. Salma terlihat ceria menghampirinya dengan penampilan manis mencangklong ransel pink andalan. Setelahnya di susul Gayatri bersama suaminya. Keduanya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi muram justru kelihatan santai.
"Kamu mau pergi?" tanya Gayatri ketika berhadapan dengan Nola sementara Salma menatap penasaran ke arah kakaknya.
Inginnya akan pergi apalagi sore jam segini waktu yang tepat mengecek kinerja Bagas dan Fany. Sehubung sang mama tiba lebih cepat dari perkiraan, Nola berdehem penuh anggukan. "Rencana mau ke kedai. Tapi, nggak apa-apa bisa ditunda, besok aja."
Perempuan paruh baya yang masih terlihat segar itu tersenyum tipis. Sedikit lega Nola menghargai keberadaannya.
"Syukurlah, Mama pikir ada kegiatan penting," jawabnya.
Merasa canggung membalas perkataan ibunya, Nola lebih memilih membuka pintu lebar-lebar mempersilakan orangtuanya masuk ke dalam.
"Kok sepi, Eyang mana?" Salma celingukan setelah melepas ransel dan meletakkan barang tersebut ke sofa.
Nola yang sedang menyimpan helm menoleh. Sedikit ragu memberi kabar kurang mengenakan yang menimpa perempuan renta itu. "Tensi Eyang naik."
"Lho ibu sakit?" Keterkejutan Gayatri menyebabkan sang suami memandang khawatir. Tak berbeda jauh pun Salma menatap penuh kegelisahan. Secerewet apapun si eyang, tetap saja anak itu kangen dan sayang.
"Cuma butuh istirahat," elak Nola menengahi. Lebih tepatnya, sejak membahas masalalu Gayatri, kondisi Eyang sedikit menurun akibat terlalu banyak berpikir.
Seakan tak mempercayai, Gayatri tergesa menuju ke peraduan ibunya, kemudian di susul anak suaminya. Kini yang tersisa hanya Nola sendiri dengan perasaan gundah gulana.
Lima menit kemudian, Gayatri keluar dari kamar. Perempuan paruh baya itu menemui kembali anak sulungnya yang tampak termenung sendirian.
Nola yang tahu sang ibu akan mencerca dirinya tanpa ampun, menarik napas dalam.
"Ada yang kamu tutupi dari, Mama?" tanya Gayatri menatap lama ke arah putrinya. Anak yang sejak kecil jarang ia belai dan puja.
"Nggak biasanya eyang hipertensi. Kamu jujur aja sama Mama?" lanjutnya terdengar mendesak.
Mengerti rentetan pertanyaan terus bertambah jika ia tidak segera mencegah. Nola menelan ludah, sedikit tak sanggup menatap langsung bola mata sang mama. Bisa-bisa ia teringat kembali kehidupan pelik masalalu ibunya. Dan itu sedikit menyedihkan baginya.
"Jangan diam aja kamu? Tiba-tiba kirim pesan kayak gitu, terus sekarang eyang drop. Apa sebenarnya mau kamu?" Ciri khas Gayatri yang tak sabaran dan mudah terpancing emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...