Kendaraan yang ditumpangi Nola melaju kencang menuju sebuah hotel berbintang di daerah Malang. Keberangkatannya sore ini hanya ditemani sopir dan sang ajudan, sementara suaminya sudah terlebih dahulu berangkat bersama puluhan timsesnya.
Omong-ngomong tentang ajudan baru, Nola merasa puas dan senang. Seperti perkiraan di awal, Bripka Sindy begitu lugas dan cekatan serta sangat enak diajak berbincang. Nola tentu tidak akan merasa tersisih ataupun kesepian.
Pukul empat sore, mobil berhenti tepat di depan lobi. Sebelum memutuskan turun, Nola menghembuskan napas panjang guna meredakan perasaan gugup. Sebentar lagi, hidupnya tak akan lagi sama. Semoga saja, semua berjalan lancar dan berakhir baik-baik saja.
"Saya aja Bu yang bawa." Izin sang ajudan ketika Nola hendak menggeret kopernya.
Nola yang tak terbiasa di layani lantas mengangguk kaku. Setelahnya usai mengurus administrasi dan diberi kartu beserta nomor kamar, Nola kembali melanjutkan langkah menuju lift bersama sang ajudan.
"Mas Kavi ada telepon nggak, Mbak Sindy?" tanya Nola seraya memutar handle pintu, sesaat keduanya mengedarkan pandangan ke penjuru kamar sesudah menekan saklar.
Setelah puas melihat ke sekeliling, Nola memutuskan duduk ke sofa, sementara sang ajudan sibuk mengecek ponselnya.
"Belum ada chat dari Mas Kavi, Bu. Sepertinya beliau masih sibuk mengawal bapak."
Mendengarnya, Nola mengangguk. Pantas saja, ponselnya sepi belum ada kabar sedikit pun dari sang suami.
"Saya mau shalat dulu, nanti kalau ada telepon dari Bapak atau Mas Kavi, katakan kalau kita sudah sampai di hotel ya, Mbak Sindy."
"Baik, Bu."
****
Selepas magrib, Nola baru bisa bertemu suaminya. Malik bersama Agam menjemput Nola langsung di depan kamar, mereka berencana akan makan malam.
Nola terkekeh kecil begitu melihat sang suami sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Perempuan yang mengenakan terusan baby blue selutut segera mencium tangan suaminya.
Agam dan Bripka Sindy yang menjadi saksi kemesraan mereka hanya bisa pasrah dan pura-pura buang muka.
"Belum ada sehari, kamu udah kelihatan capek banget, Mas," kata Nola memandang iba mata lelah prianya.
Malik yang masih mengenakan kemeja siang tadi tersenyum simpul. "Capeknya hilang kalau ada kamu."
Sontak Agam beserta Bripka Sindy yang berjalan di belakang mengulum senyum kikuk. Tampaknya mereka merasa geli harus mendengar perbincangan sepasang suami istri.
Nola yang terkejut langsung mencubit gemas lengan suaminya. "Malu, Mas. Kedengaran mereka lho."
Menahan sengatan perih, Malik cukup berdehem mengalihkan suasana. Demi istrinya, ia tidak peduli dua manusia yang berjalan di belakangnya.
Sehubung di hotel memiliki fasilitas 3 restoran, Malik membawa sang istri ke restoran Jepang. Sesekali, ia mengenalkan menu yang bukan nusantara berharap Nola menyukainya.
Mereka berempat memilih meja terdekat, dengan susunan Nola dan Malik duduk saling berhadapan. Untuk menu makanan, Nola lebih tertarik sushi rendang dan tuna bakar roll. Berbeda dengan Nola yang masih asing akan makanan Jepang, Malik justru lahap menyantap salmon mentai temarin sushi. Sementara Agam dan Bripka Sindy tak kalah nikmat menyantap bento beef teriyaki.
"Saya dan Nola malam ini dan seterusnya akan tidur satu kamar."
Mendengar perkataan Malik, Agam yang sibuk mengunyah seketika tersedak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...