Hari sudah malam saat mobil Malik berhenti di pelataran rumah dua lantai. Sebelum memutuskan untuk keluar, sejenak ia memandang lekat si perempuan.
"Siap?"
Nola yang sejak awal sedikit gugup, menghembuskan napas berat. Kedua tangannya saling bertaut ketika pandangannya mengitari area rumah yang banyak sekali perubahan. Semakin berdiri kokoh dan penuh penjagaan.
"Ada air minum nggak, Mas?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Lagi pula, entah sudah menjadi kebiasaan setiap dilanda kecemasan, Nola seringkali merasa kehausan.
Tanpa banyak waktu, tubuh Malik berputar menuju jok belakang, meraih botol minum dari cup holder sebelum kemudian diserahkan.
Nola sigap mengucap terimakasih lalu segera meminumnya.
"Sudah lebih tenang?" tanya Malik menerima botol dari uluran tangan si perempuan.
Nola mengangguk akan tetapi, saat mendapati Malik justru masih menatapnya dengan sorot kekhawatiran, mendadak ia merasa kurang nyaman. Atau lebih tepatnya, jantungnya berdegup meresahkan.
Canggung diposisi sedekat ini, Nola berdehem. Malik yang paham lantas bergerak keluar kemudian sedikit berlari berputar membuka pintu mobil sang pujaan.
Diperlakukan seperti itu, Nola mengulum senyum sebelum berakhir turun ikut menyusul.
"Ada saya. Bawa sesenang mungkin pertemuan ini, enjoy your time."
Nola mengangguk. "Oke."
Keduanya tampak berjalan bersisian. Dengan penampilan manis Nola bersanding dengan tubuh tinggi tegap Malik yang menyempurnakan keserasian. Setibanya mereka di dalam, sudah ada Agam yang menyambut kedatangan.
Ekspresi pria kurus itu terlihat terpana, apalagi jika bukan penampilan feminim mantan istri bosnya.
Menyaksikan sang asisten memandang kurang ajar, Malik menatap tajam.
Sadar akan ada banteng yang mengamuk, Agam mengalihkan pandangan seraya menggaruk tengkuk yang tak gatal. Alias segan.
"Orangtua Bapak masih di kamar. Tapi, beliau sudah pesan, sebentar lagi akan keluar."
Malik diam tanpa jawaban, fokusnya hanya pada si perempuan. Sekali lagi, memperhatikan gestur Nola mengantisipasi sesuatu agar tidak terlewat begitu saja.
"Duduk, Nola. Saya yang dulu akan menemui mereka," kata Malik meminta, dan tanpa bantahan Nola menuruti permintaan si pria.
Namun, ketenangan tersebut tak bertahan lama saat mendengar langkah kaki semakin mendekat ke arahnya. Nola yang semula duduk santai, mulai menunjukkan ekspresi tegang.
Malik tampak tiba terlebih dahulu sebelum diikuti oleh kedua orangtuanya. Yang anehnya, saat pertama kali beradu pandang pada salah satu di antara ketiganya, tidak ada reaksi berlebihan ataupun keterkejutan di sana.
Nola berdiri sopan ketika Chandani yang lebih dulu maju menghampiri, dengan ekspresi kaku keduanya berjabat tangan kemudian bergantian pada pria paruh baya yang mendadak memberi senyum tipis pada Nola.
Sesaat semua penghuni ruang tamu sudah menempatkan diri di sofa, terkecuali Agam yang telah melipir ke belakang. Nola tanpa ragu melirik Malik yang duduk di sampingnya.
"Nola Seraphina. Saya tidak menyangka, kamu berakhir menerima kembali setelah tujuh tahun lalu Malik berperilaku menyakiti," ungkap Teja membuka suara, menambah suasana tegang.
Mendengar pernyataan, Nola tersenyum tenang, gerak tubuhnya tetap sopan tanpa sedikit pun kepongahan.
"Nola pilihanku, Pa. Pasangan yang aku inginkan dengan kesadaran penuh serta pertimbangan matang," balas Malik penuh kesungguhan, sementara Chandani yang sedari awal mendengar cukup menyorot keangkuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...