Pikir Syatra, asisten Malik akan langsung membawanya ke hadapan Malik. Rupanya ia justru digiring ke tempat yang jauh dari keramaian.
"Saya nggak bisa langsung antar Mbak. Tapi sebagai ganti, saya akan coba terlebih dahulu hubungi bapak Malik," kata Agam kemudian bergerak menjauh sambil merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya.
Syatra yang tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah menunggu.
Tak lama kemudian, Agam kembali menghampiri Syatra. Raut wajahnya terlihat masam seolah mengabarkan sebuah informasi kurang menyenangkan.
"Mbak, bapak Malik sudah konfirmasi ke saya. Mengenai permasalahan Mbak, Bapak Malik memilih tidak ambil pusing, beliau sudah lebih dulu melupakan."
Mendengar itu, wajah Syatra berubah sendu. Ia tak menyangka Malik bersikap abai. Bukankah niat permintaan maaf itu sebuah kebaikan? Lalu kenapa harus mendapat kesulitan?
"Mas, tapi saya beneran nggak bisa melanjutkan hidup kalau belum dimaafkan?" balasnya dengan bibir bergetar.
Paham perempuan mungil di depannya bakal keras kepala dan terus berusaha mewujudkan keinginannya. Agam mendesah pening, masih terekam jelas peringatan Malik untuk tidak mengganggu terlebih hanya untuk persoalan kurang bermutu.
"Saya nggak punya banyak waktu, Mas. Ini kesempatan terakhir saya."
Baru kali ini Agam bergidik mendengar sirat permohonan, apalagi jika mengenai permintaan terakhir. Namun, demi ketertiban, Agam harus profesional, ia tak boleh kecolongan.
"Mbak, mending kembali ke kamar. Mbak nginap di hotel ini kan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Melihat kesungguhan pria kurus itu terlebih keberadaan Malik tak jelas di mana. Syatra khawatir sikapnya yang berlebihan akan berakhir memancing konflik panjang. Berusaha mencari aman ditambah waktu semakin malam. Syatra memilih segera kembali ke tempat persembunyian, jangan sampai orang-orang itu mengendus keberadaan.
"Untuk kali ini saya maklum. Tapi, nggak untuk besok," gumam perempuan itu sebelum berakhir melangkah menjauh dari Agam.
Mengetahui perubahan cepat sikap perempuan itu, ekspresi Agam tampak terheran-heran. Aneh dan nggak masuk akal.
Meski begitu, ia lega satu biang kerok berakhir diselesaikan. Setidaknya Agam tidak jadi membuat huru-hara bagi kedua insan.
***
Sepanjang makan malam setelah menerima sinyal gangguan. Malik berusaha bersikap tenang, saat ini ada istrinya yang tak boleh dibuat kepikiran. Apalagi jika mengenai persoalan perempuan.
Namun, ketenangan itu tak bertahan lama ketika Nola terus menatap seksama. Seakan mencari sesuatu darinya. Bahkan setibanya mereka di kamar hotel, Nola tak juga berhenti curi-curi pandang ke arahnya.
"Mas yakin nggak mau cerita?" tanya Nola berakhir membuka suara.
Dari nada pertanyaan, Malik tentu tahu diri untuk segera menjelaskan. Jika tidak tanggap, bisa-bisa malam hampa yang akan ia dapatkan.
"Sebetulnya bukan perkara besar. Sebelum saya jelaskan, saya izin buang air kecil dulu," jawab pria itu.
"Ah, oke."
Sesudah pintu kamar mandi tertutup rapat. Nola yang semula duduk di tepi ranjang mulai memajukan bibir sambil berdecak. Ia sedikit penasaran siapa perempuan yang dibahas Agam. Namun, Nola tidak akan menuruti pemikiran negatif sebelum mendengar suaminya yang menjelaskan.
Menit demi menit berlalu, Nola yang mulai bosan memilih menyalakan televisi dan mencari saluran kesukaan.
Fokus menikmati tayangan pertandingan sepak bola, Nola tersentak ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka.
Wajah Malik tampak jauh lebih segar, tidak lupa pakaiannya telah berganti celana boxer tanpa atasan hingga memamerkan area dada bidang.
"Euro?" tanya Malik ikut bergabung ke ranjang.
Nola mengangguk, ia yang tadinya fokus menikmati siaran harus terbagi saat Malik mendekap hangat tubuhnya selanjutnya disusul kecupan lembut di puncak kepala.
"Kali ini saya pilih Jerman."
Seketika Nola mendongak, tidak peduli bersandar di dada bidang Malik terasa menyenangkan. Pembicaraan saat ini lebih seru dilanjutkan.
"Emang sebelumnya Mas jagokan negara mana?"
"Italia."
Saat menjawab, Malik terlihat kurang antusias. Atau lebih tepatnya, otaknya sedang berusaha merangkai kata mengenai persoalan perempuan yang pernah dijodohkan olehnya.
Mengerti suaminya tipe yang sulit menjabarkan. Nola mengulum senyum sambil bergerak memutar tubuhnya agar saling berhadapan.
"Jadi, kenapa tadi asisten Mas?" tanya Nola blak-blakan.
Spontan Malik memasang wajah masam. Namun, secepatnya ia membenarkan.
"Hanya persoalan perempuan yang pernah dikenalkan."
Tidak ada tanda-tanda terganggu, Nola semakin antusias mendengar kebenaran itu.
"Terus gimana ceritanya dia mau ketemu Mas?" Sedikit banyaknya, Nola tak sengaja mendengar informasi yang dikatakan Agam.
Malik yang sejujurnya malas menguraikan mau tidak mau menjelaskan perihal Syatra yang menjadi kandidat calon istrinya. Namun, semua berakhir batal ketika orangtua si perempuan terkesan meremehkan.
Nola yang mendengar pengakuan singkat Malik, tersenyum tipis menenangkan. "Tapi, Mas udah ikhlas kan? Udah memaafkan mereka?"
"Tentu," jawab pria itu tanpa ragu.
Merasa yakin Malik tidak lagi menyimpan permasalahan, Nola berdehem kecil sebelum berakhir menatap intens wajah pria itu.
"Kalau mau, besok kita ketemu sama dia ya, Mas. Manatahu dengan Mas memaafkan dia secara langsung. Dia bisa lega menjalani hidupnya."
Mendengar saran istrinya, Malik benar-benar terpana. Terkejut luar biasa.
"Kamu yakin? Ini akan buang-buang waktu bagi kita."
Paham maksud suaminya yang anti persoalan tidak penting, Nola tanpa ragu kembali meyakinkan.
"Bagi Mas mungkin masalah kecil. Tapi belum tentu sama dia. Udah percaya sama aku, silaturrahmi dengan niat baik, nggak akan sia-sia kok."
Karena bagi Nola hidup melewatkan sesuatu mengganjal tentu tidak memberi kenyamanan. Lagipula, ini hanya perkara permintaan maaf. Tentu ia harus membuka pintu selebar-lebarnya. Kalaupun tidak berakhir sesuai harapan, setidaknya dia punya opsi untuk menghentikan.
*****
Hallo???
Ada yang kangen Bapak Malik dan Mbak Nola???
Maaf ya, lebih dari dua minggu aku menghilang 🙏
Tapi, kisah mereka akan tetap aku selesaikan...
Terimakasih buat kalian yang udah sabar☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...