CHAPTER 41

32.6K 2.1K 60
                                    

Berkat penjelasan dan saran istrinya, Malik pada akhirnya setuju akan menemui perempuan yang meneror asistennya. Namun, sebagai antisipasi terjadinya kesalahpahaman ataupun hal-hal yang merugikan, ia tentu tidak akan menggampangkan. Malam itu juga sebelum tidur Malik segera menelepon Agam.

"Ingat yang saya katakan tadi, Gam. Pastikan jangan sampai ada celah bagi wanita itu," peringat Malik terdengar serius.

Dari seberang telepon, tentu Agam mengiakan dengan sungguh-sungguh. Setelah semua persoalan usai, Malik langsung mematikan sambungan telepon lalu kembali mengalihkan perhatian ke arah Nola yang terbaring di sampingnya.

"Udah?" tanya istrinya.

Malik mengangguk sebelum berakhir mendekap hangat tubuh halus si wanita. "Saya hanya ingin meminimalisir kejadian tak terduga."

"Aku seneng Mas lebih dulu inisiatif. Tapi, aku bakal lebih seneng kalau perempuan itu nggak seperti yang Mas pikirin."

Atau lebih tepatnya, semoga saja perempuan yang bernama Syatra bukan perempuan yang memiliki perangai buruk. Lagipula perempuan itu juga berlatar belakang keluarga elit. Namun, apapun itu semua bisa saja terjadi, sudah sangat bagus suaminya berinisiatif tinggi.

"Ya ... " bisik Malik terdengar tak yakin mengingat kembali watak pria paruh baya yang sempat melukai egonya.

****

Berbekal perintah sang atasan, pagi-pagi sekali Agam sudah lebih dulu mengecek dan memastikan ruangan yang akan dijadikan tempat berbincang aman dari kendala. Tak lupa pria kurus itu juga langsung menghubungi Syatra.

Selesai bercakap-cakap melalui telepon serta mendapat tanggapan positif dari pihak Syatra. Agam lekas menelepon Malik dan Nola, memberi arahan jika sudah saatnya mereka keluar kamar menuju ruangan yang dipinta.

Pukul delapan setelah sarapan, pasangan pengantin baru ternyata lebih dulu tiba di ruangan. Keduanya lagi-lagi tampak serasi dengan penampilan casual, di mana Nola tidak terlalu mencolok akan riasan.

Seperti arahan tadi malam, Malik merasa puas akan kinerja Agam, ruangan yang diinginkan masih satu hotel di tempatnya menginap. Fasilitas yang di dapat serupa tempat meeting yang pastinya pembicaraan mereka begitu privat.

Sambil menunggu kedatangan Syatra, Agam terdengar paling banyak menarik napas kencang saat disuguhkan adegan sepasang suami istri yang tampak lebih mesra, sangat berkali lipat mesranya mengingat kemarin keduanya tak begitu sering menyentuh. Atau ini sebuah signal jika bosnya telah berhasil membobol gawang?

Sadar otaknya semakin berpikir tak jelas, Agam secepatnya mengalihkan pandangan. Nasib seorang bawahan, miris sekali bukan?

"Sudah 15 menit. Kamu yakin perempuan itu bersedia datang?"

Suara datar Malik mengagetkan
keterdiaman Agam. Lelaki kurus itu berdehem kaku, alarm di kepala berbunyi memperingatkan tanda siaga satu.

"Saya yakin, Pak. Saya nggak budek soalnya," jawab Agam tergagap, namun sekejap merutuk dalam hati, saat sadar telah salah merangkai kata, bagaimana mungkin menjawab pertanyaan seperti itu pada bosnya.

Malik mendengus, waktunya jelas terbuang sia-sia. 15 menit menunggu lebih baik ia gunakan berduaan dengan istrinya.

"Sabar, Mas. Perempuan biasa lama dandannya," kali ini Nola ikut menenangkan suaminya.

Mendengar perkataan konyol Nola, pria itu berdecak tak suka. "Pertemuan ini bukan kontes ajang kecantikan, Nola."

Melihat ibu bos juga mendapat protesan, selaku asisten, Agam meringis kasihan. Rupanya dengan istri sendiri, Malik tetap tak segan-segan jika sedang dilanda kesal.

Let It Flow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang