Begitu pembicaraan sudah menemukan titik terang, sang tuan rumah menjamu Nola pindah ke ruangan lain untuk segera menyantap makan malam. Namun, ajakan tersebut segera ditepis halus oleh Malik dengan dalih ingin lekas mengantar pulang si perempuan.
Teja dan Chandani yang memahami maksud Malik berakhir tak banyak menyanggah dan langsung mengiakan. Sepanjang perjalanan pulang, Nola lebih banyak diam tanpa pembicaraan. Tampaknya perempuan itu kurang suka akan penolakan Malik yang tanpa persetujuan.
"Saya sudah reservasi. Maaf, jika kesannya saya kurang sopan," kata Malik membuka suara, sesekali menoleh memandang Nola.
Mendengar pengakuan lelaki itu, pandangan Nola yang semula lurus ke depan perlahan beralih ke samping. Ia memperhatikan lekat posisi Malik yang sibuk menyetir.
"Mama dan Papa mengerti maksud penolakan saya, Nola. Kamu nggak perlu khawatir," tambahnya.
Ingatan Nola berakhir berputar ketika kedua orangtua Malik tak sedikit pun menampilkan ekspresi keberatan. Mau tidak mau, ia menyetujui ucapan.
"Lain kali, diskusi dulu sama aku, Mas," jawab Nola menghela napas.
Malik mengangguk tanpa jawaban, sesaat ia membelokkan kemudi menuju parkiran di sebuah restoran. Setelah kendaraan terparkir sempurna, keduanya turun lalu berjalan bersisian.
Nola menahan senyum begitu Malik menarik lembut tangannya saat melangkah masuk ke dalam. Binar mata Nola tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia setibanya mereka di rooftop dengan pemandangan indah kota Surabaya. Yang lebih mengejutkan, di sekeliling penghuni meja tidak terlalu banyak pengunjung hingga memberi kesan privasi padanya.
Sejenak Malik menarik salah satu kursi sebelum memintanya untuk duduk.
"Makasih, Mas."
Malik hanya tersenyum lalu ikut menempatkan diri ke kursi. Kini keduanya duduk saling berhadapan. Di antara suasana tenang dan nyaman, dada Nola berdebar mendapati Malik tak kunjung berhenti memandang.
Sesaat keduanya hanya diliputi kebungkaman sampai salah seorang pelayan berakhir datang. Atensi Malik kembali ke permukaan menerima buku menu yang diletakkan.
Nola sendiri membiarkan Malik yang memesan, lebih menyenangkan pria tersebut paham dengan menu kesukaan.
Usai memesan beberapa menu pembuka, utama dan penutup. Sepeninggal pelayan, tatapan Malik kembali terpusat pada si perempuan.
"Sudah sedari lama saya ingin sekali dinner sama kamu. Dan sekarang baru bisa terealisasikan," ungkapnya tiba-tiba.
Nola tersenyum sopan. "Terimakasih Mas, udah menjadikan aku dari bagian keinginan."
"Ini hanya seperkian, sisanya saya nggak mau terburu-buru. Saya lebih suka menikmati prosesnya, lebih lagi kamu ikut bahagia membantu mewujudkan." Tanpa ragu, Malik menggenggam jemari Nola seraya mengelusnya. "Saya nggak bisa berjanji untuk selalu membahagiakan kamu, Nola. Tapi, saya akan mengusahakan sekuat tenaga."
Mendengar pengakuan lelaki itu, Nola sampai tak sadar ketika tangan kiri Malik mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Hingga pada Malik membuka kotak kecil itu dan memunculkan kilau indah, mata Nola mendadak membulat.
"Bersedia kah kamu menjadi ibu dari anak-anak saya, Nola? Menemani saya hingga tua, menjalani proses kehidupan hingga akhir hayat tiba."
Mendengar suara Malik yang rendah disertai sodoran cincin berkilau cantik, Nola benar-benar terkejut sekaligus jantungnya berdebar takjub. Ini beneran dia sedang di lamar?
Menyaksikan sorot meyakinkan, serta ekspresi kesungguhan. Nola mengangguk pelan disertai mata memanas siap meluncurkan lahar. Ia seolah sedang mimpi diberi kejutan di luar perkiraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...