"Kita bicarakan lebih lanjut di rumah," kata Nola setelah lama menutup rapat mulutnya.
Sejenak Malik mengerjap, ini telinganya tidak salah mendengar kan?
"Ngobrol di jalan bakal ganggu kenyamanan," lanjut Nola menjelaskan.
Kalimat meyakinkan tersebut menyentak si pria, kesempatan sudah ada di depan mata, tinggal bagaimana dia menyambarnya, lalu memenangkan hatinya.
"Saya sudah pesan meja."
Paham maksud si pria, Nola menghela napas kemudian menoleh ke arah motornya. "Aku titip kendaraan dulu ke satpam."
Melihat Nola hendak berjalan, pria itu langsung mencegah. "Biar saya, kamu masuk ke mobil saja."
Tanpa banyak waktu, Nola bergerak menuju ke arah kendaraan roda empat yang terparkir, sementara Malik sudah menunggangi motor menuju ke pos gerbang.
Begitu urusan motor selesai, Malik melangkah lebar menyusul si perempuan. Tiba di mobil, Nola tampak duduk tenang di samping kemudi pun sabuk pengaman sudah terpasang rapi.
Sepanjang menyetir kendaraan, jantung Malik berdebar-debar, semacam euforia kesenangan sebab perdana satu mobil bersama sang pujaan.
Nola yang sedari awal bungkam, mulai merasa heran. Jalanan yang dilalui begitu familiar.
Seolah menjawab rasa penasaran, pria itu membuka percakapan. "Maaf jika Saya lancang, tetapi dua karyawan kamu sangat mudah diandalkan."
Nola yang kebingungan sekaligus tak percaya, hanya bisa menurut keluar ketika mobil berhenti di parkiran kedainya. Yang lebih mengejutkan, Fany dan Bagas tampak bersiap menyambut kedatangannya.
"Ya ampun kalian ... "
Nola merasa jantungan saat Fany menyodorkan buket bunga sedangkan Bagas tersenyum lebar di belakangnya.
"Pak Malik yang bujuk aku, Mbak. Katanya demi baikan sama calon istri," cerocos Fany usai bosnya meraih buket bunga.
Nola lekas menoleh ke belakang menatap lekat Malik yang berdiri disertai senyuman khasnya.
"Mas, astaga!" Nola sampai bingung ingin berkomentar apa. Jujur ini di luar ekspetasinya.
"Mbak di ajak masuk itu Bapak Maliknya," Celetuk Fany menyadarkan atensi mereka.
Bagas yang ikut dari bagian rencana juga membuka bibirnya. "Pak Malik menyewa kedai khusus untuk malam ini. Katanya, beliau ingin deep talk."
"Betul sekali. Nah, agar kami nggak mengganggu konsentrasi, aku sama Bagas izin pulang duluan ya, Mbak. Tenang, Pak Malik udah janji nggak akan macam-macam meski di kedai tinggal berduaan," papar Fany panjang lebar.
Mendengar penuturan tersebut, Nola yang tak terbiasa di situasi seperti ini menahan diri untuk tak bersikap memalukan diri.
"Ayo pulang, Gas."
Dalam sekejap Fany sudah menarik keluar Bagas hingga menyisakan Malik dan Nola di dalam kedai.
Sejenak keduanya terdiam, lebih memilih melangkah ke dalam ruangan.
"Mas bayar mereka berapa? Pinter banget ya sampai nggak ketahuan gerak-geriknya," ucap Nola geleng kepala, lalu memilih duduk di salah satu meja, kemudian memandangi buket bunga yang sedari tadi mencuri perhatiannya. Wangi dan cantik sekali bentuknya.
"Agam yang mengatur semua." Malik menjawab, sebelum berakhir bergabung duduk di depannya.
Merasa canggung harus sedekat ini, Nola memilih menunduk fokus mengamati buket bunga yang ada di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...