"Malam ini, aku cuma mau bilang. Satu tahun terakhir bergabung di sini, aku merasa senang sekaligus terhormat di terima dengan tangan terbuka. Sekalipun nanti aku udah nggak gabung sama kalian. Aku nggak akan pernah lupa. Itu aja. Terimakasih semuanya."
Nola mengakhiri perkataannya dan langsung disambut tepuk tangan meriah dari para anggota. Ya, meski terhitung hanya lima belas orang yang terkumpul di sana.
"Wah, sejujurnya sayang banget kita harus kehilangan anggota kayak Nola. Aset Kracker yang lumayan menjanjikan bagi engagement di sosial media," gurau si ketua. Lelaki berperawakan kekar berkulit kecokelatan.
Sekejap sorakan menggema, Nola cukup tersenyum tipis.
"Denger-denger, alasan kamu keluar karena mau nikah ya?" tanya si sekretaris.
Akibat pertanyaan mengejutkan, para anggota lelaki menatap penasaran. Apa benar, sosok Nola yang terbilang pendiam akan segera melangsungkan pernikahan.
Nola yang bingung ingin merespons apa, tampak tersenyum kaku. "Doakan aja."
Mendengar jawaban tersebut, seruan heboh kembali mengudara. Namun, berbeda dengan salah seorang pria yang tidak terlalu antusias mengiringi perpisahan Nola Seraphina.
Malam itu kehebohan terpaksa ditutup saat datangnya menu pizza. Anggap saja sebuah traktiran ungkapan kepergiannya.
*
Pukul setengah sepuluh, Nola baru bisa angkat kaki dari basecamp. Lebih dari satu jam perjanjian mengingat suaminya sudah memperingatkan. Sedikit tergesa Nola berjalan menuju ke kafe yang menjadi tempat persinggahan.
"Nola."
Seruan tersebut langsung menghentikan langkah lebarnya. Nola membalikkan badan dengan gerakan perlahan.
Di depan sejauh dua meter, seorang lelaki bertubuh jangkung tersenyum sungkan. Siapalagi jika bukan sosok yang terakhir kali bertemu di taman, yang malangnya dulu Nola dalam keadaan menyedihkan.
"Mau pulang sekarang?"
Nola mengangguk tanpa bantahan.
"Kamu ... beneran mau nikah?"
Menarik napas, Nola berdehem kaku. Kenapa pembahasan seperti ini yang harus ia temu.
"Sangat disayangkan kamu memutuskan keluar di saat kita sudah saling mengenal," lanjut pria itu.
Nola yang sedari awal ogah-ogahan semakin menggerutu. Dalam kondisi terdesak terlebih suaminya sedang menunggu, tidak ada pilihan lain untuk menjawab telak pernyataan tak berbobot itu.
"Maaf, aku keluar karena udah waktunya untuk berhenti. Mengenai hal lain, aku harap kamu bisa membatasi diri. Permisi!"
Ditinggal dengan jawaban kurang menyenangkan. Sultan Narendra hanya bisa berdiri tegang menatap nyalang.
Seorang Nola Seraphina rupanya benar-benar di luar dugaan. Ia kira seiring berjalan waktu kedekatan singkat mereka, ada celah untuk terbuka. Nola sama saja, tak ubahnya segelintir perempuan jual mahal di luar sana.
****
Suasana hati Nola sedang tidak baik-baik saja dan Malik menyadari hal itu semenjak kepulangan mereka. Sudah lebih dari sepuluh menit masuk ke kamar. Istrinya itu masih saja bungkam. Dan lihatlah sekarang, Nola memilih fokus berkaca di meja rias dengan setumpuk perawatan.
Malik yang tidak terlalu paham menghadapi perilaku Nola yang seperti ini, memutuskan untuk menunggu keterbukaan sang istri.
Setelah sabar menunggu, Malik ikut tersenyum ketika Nola berakhir bergabung ke ranjang. Sejenak hidungnya mengidu aroma lembut menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...