Begitu tersadar dan terburu emosi, Nola secepat kilat meninju mulut pria yang telah berani menciumnya, di antara keheningan, suara tumbukan tulang dan gigi mengalirkan energi ngeri sesaat bagi yang mendengar.
Malik sendiri tampak terhuyung ketika mendapat serangan mendadak tersebut. Tak hanya itu, bibirnya yang menjadi sasaran amukan mulai terasa panas dan berdenyut. Sejenak ia meludah saat merasakan cairan sedikit asin dan pekat.
"Itu pantas buat Mas yang berani kurang ajar!" Murka perempuan tinggi itu disertai napas memburu.
Mendengar keributan, dua orang petugas yang tak sengaja menyaksikan, tergesa menghampiri untuk melerai.
Namun, Nola yang mengetahui perbuatannya akan menimbulkan reaksi penghakiman lantas segera berlari meninggalkan kekacuan. Ia tidak sudi berurusan kembali dengan lelaki kurang ajar.
Ditinggal kabur oleh sang mantan istri, Malik menyandarkan punggung ke dinding sambil menutup bibirnya yang terasa pecah dan mulai membengkak serta terus mengucurkan darah. Ia pun menengadah, menyesal telah gegabah.
"Bapak Malik, mari ke bawah, saya obati lukanya." Pinta seorang wanita muda yang bergerak mendekat dengan ekspresi khawatir saat melihat tetesan darah mengalir hingga ke dagu pria itu.
Sementara, petugas wanita paruh baya terdengar berbeda, tegas meminta. "Untuk perempuan yang melarikan diri tadi, haruskah secepatnya kita hentikan, Pak?"
Malik menggeleng lunglai. "Tidak perlu. Dia calon istri saya."
Mendengar pengakuan tersebut, keduanya meringis ngeri sekaligus takjub. Baru kali ini mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri seorang perempuan begitu berani menonjok anak menteri. Semoga saja aksi perempuan itu tak sampai di meja hijau dan berakhir tinggal di jeruji besi. Sebab, melihat betapa parahnya luka tersebut, kasus ini jelas merupakan tindakan penganiayaan. Dan sialnya yang menjadi korban seseorang yang memiliki jabatan terpandang.
Di lain sisi, Nola yang sudah sampai di depan lobi langsung mencari petugas yang membawa kunci. Setelah menemukan dan menerima benda itu, motor Nola bergerak laju meninggalkan hotel dengan ekspresi menahan tangis dan gemetar.
Sepanjang perjalanan, ia tak menyangka kencan yang dikira menyenangkan justru membawanya pada penyesalan. Menyesal mengapa pria yang sudah ia percaya malah berani berbuat mengecewakan.
Menggigit bibir menahan isakkan, setetes dua tetes cairan bening berakhir keluar. Nola benar-benar kecewa, rasanya sedih sekali lelaki itu tega menyentuhnya.
Mungkin bagi sebagian orang, tingkahnya terlihat kekanakan dan lebai. Tapi, yang tak semua orang tahu, Nola bukanlah perempuan kecentilan dan gampangan, sejak remaja hingga usianya kini dewasa tak sekalipun ia mengizinkan lawan jenis menyentuh area pribadinya.
Bukan sok suci atau terkesan munafik, Nola hanya ingin menjaga. Ia tak mau berakhir membuat Eyang kecewa, karena menyakitkan saat tak ada orangtua lengkap yang selalu ada untuknya, memberi pengertian dan kasih sayang utuh setiap harinya. Hanya Eyang yang menjadi garda terdepan untuknya, nenek tua yang setiap detik Nola takutkan akan meninggalkan ia sendirian.
Beberapa saat kemudian, ia menarik napas panjang, Nola menurunkan laju kecepatan ketika melewati sebuah taman. Ia mencari parkiran lalu duduk sejenak di bawah pohon rindang. Sehubung tak banyak pengunjung yang datang, hari masih terlalu siang tentu hanya segelintir orang berlalu lalang.
Nola menengadah ke atas dengan tatapan hampa, bentuk awan cantik dan birunya langit tak sedikit pun membuat hatinya lega. Jemarinya perlahan menyentuh bibirnya dan berakhir menggosok sekuat-kuatnya seolah ingin menghapus jejak buruk yang ditinggalkan oleh si pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Flow [END]
RomanceAdhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia tidak menyangka harus kembali bertemu dengan mantan istrinya. Perempuan itu tampak jauh lebih dewasa...