CHAPTER 37

35.5K 2.6K 72
                                    

Setelah menyelesaikan serangkaian acara serta makan-makan bersama, pihak keluarga Malik akan pulang kembali pada sore harinya. Di antara rasa bahagia, sosok adik bungsu Malik mampu menyenangkan hati Nola.

Nesya tak berhenti untuk mengajak bicara, gadis berhijab itu sedang berusaha mengakrabkan diri pada kakak iparnya.

"Mas Malik itu kelihatannya aja sangar, Mbak. Tapi kenyataan yang orang-orang nggak tahu, Mas Malik itu anak rumahan, manut banget sama mama," papar Nesya.

Diberitahu seperti itu, Nola terkekeh geli. Untuk yang satu ini jelas ia percaya. Sebuah fakta yang tak bisa ditampik begitu saja.

"Sekarang Mbak nggak perlu khawatir. Mas Malik insyaallah udah berubah, udah lebih dewasa, lebih tegas. Kalaupun nanti dia berulah lagi, aku orang pertama yang akan belain Mbak."

Perkataan Nesya yang menggebu-gebu mengakibatkan Malik memperhatikan ulah adiknya itu.

Nola yang sadar, tersenyum tipis sambil mengedipkan mata. Sedikit jahil menggoda suaminya.

Sesaat, memahami kedua pengantin saling beradu pandang. Nesya menepuk dahinya pelan. Ia lupa sedang bersama dua manusia tengah kasmaran.

"Udah mau magrib nih. Aku pamit keluar ya, Mbak," celetuk Nesya menghentikan aksi kedua manusia.

Nola serentak bergerak salah tingkah. Perempuan yang sudah berganti midi dress putih gading itu, mengangguk canggung. Meski posisinya dengan Malik saling berjauhan, dengan Nola bersama Nesya duduk di tepi ranjang sementara Malik di sofa tunggal. Tetap saja suasana terasa begitu tegang.

"Sya, ayo pulang! Jangan ganggu, Masmu!" Akibat suara Chandani yang sedikit keras membuat atensi orang-orang menoleh ke arah sebuah kamar.

Nesya yang sudah dijemput sang mama berdecak tak suka. Perasaan dia tidak mengganggu, justru berniat akrab sebelum nanti harus berjauhan kembali fokus menyelesaikan koasnya itu.

Melihat Chandani berdiri di depan pintu kamarnya, Nola segera bangkit mendekati ibu mertua. Sementara Malik justru sibuk dengan layar IPadnya.

"Kamu sama Malik boleh lho langsung keluar. Nginep dihotel apa gitu. Maaf, bukan bermaksud Mama mengatur kamu, cuma kan rumah eyang masih ramai," bisik Chandani begitu Nola sudah berdiri di hadapan.

Diberi arahan, tubuh Nola menegang kaku. Dalam hati, haruskah ia ikuti saran itu?

"Udah nggak usah banyak mikir. Duit Malik itu banyak, kamu minta aja sama dia. Hitung-hitung menikmati waktu berdua, sebentar lagi Malik udah sibuk kampanye lho."

Mendengar itu, bertambah berdebar jantung Nola, belum ada 24 jam pernikahannya. Tetapi, banyak sekali wejangan dari mertua.

"Cie yang udah akrab," ledek Nesya ikut bahagia. Awal yang bagus bagi mereka, pikirnya.

Chandani yang terkejut aksinya di awasi oleh Nesya, sontak menormalkan kembali ekspresinya.

Mengerti sebentar lagi ibunya akan berkata sinis, secepat kilat Nesya kabur bergabung dengan sang papa yang sedang bersiap keluar menuju mobil mereka.

"Astaga! Anak itu," keluh Chandani tak habis pikir menyaksikan Nesya berkelakuan seperti anak kecil.

Nola tersenyum tipis memaklumi interaksi Chandani dengan Nesya. Kini sehubung sudah sah menjadi menantu, dengan sopan Nola menggenggam tangan mertuanya lalu berkata.

"Terimakasih untuk sarannya, Ma. Nanti biar aku sama Mas Malik diskusi dulu."

Diperlakukan lembut oleh Nola setelah sekian lama anak Gayatri acuh tak acuh padanya. Chandani merasa tersentuh dibuatnya.

Let It Flow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang