kembali lah

15 1 0
                                    

Kini langit telah gelap, bulan telah menggantikan posisi matahari sebagai penerang malam, angin berhembus secara perlahan dan beberapa hewan malam mulai berkeliaran

Azrial melompat dari satu dahan ke dahan yang lain, matanya yang bulat berwarna hijau bersinar di kala gelap

Kuku-kukunya yang tajam menancap di setiap batang yang ia pijak, bukunya bergoyang terkena angin dan lonceng di lehernya terus berbunyi di setiap gerakannya

"Sebenarnya apa yang zombi itu pikiran sih?" geramnya

"Dulu ia menyuruhku untuk tinggal di perpustakaan sekarang memarahiku karena menghabiskan waktu di perpustakaan? Dasar gila!!"

Telinganya berkedut saat mendengar bunyi semak-semak di bawahnya namun ia tetap melanjutkan perjalanannya di atas pohon-pohon yang tinggi

Sampai ia berhenti di batang pohon yang besar dan kokoh, ia berubah menjadi seekor rubah hitam setengah manusia lalu mendudukkan dirinya di sana

Kakinya yang putih dengan gelang kaki yang memiliki lonceng di sekitarnya terus berbunyi saat ia mengayunkan kakinya, ekornya yang hitam lebat berkibar kesana kemari

Matanya yang hijau menyala terang bersamaan dengan sinar rembulan, angin berhembus menerpa wajahnya menerangkan beberapa helai rambutnya yang panjang

"Terkadang rasanya aku ingin pergi dari rumah" ucapnya lirih

Ia melihat dua tangannya yang penuh dengan memar "tapi aku sadar jika tidak ada lagi jalan pulang selain rumah" lanjutnya sambil mengepalkan erat kedua tangannya

"Ano, kemana kau pergi?" Tatapannya yang sayu memandang luasnya langit yang di taburi bintang-bintang yang berkilauan

"Kenapa kau pergi di saat seperti ini?" Ia terkekeh "padahal waktu kita sangat singkat" lanjutnya menatap ke bawah

"Andai saja rubah kecil ini dapat menyempurnakan rupanya, aku tidak akan pernah mau membebani siapapun!!" ranungnya pada sang rembulan

Air mata perlahan mengalir dari pelupuk matanya yang indah "tapi aku juga tidak ingin menyempurnakan rupa ini agar bisa terus bersama dengan mereka" lirihnya

Hening malam menjadi saksi bisu atas kerapuhan sang kucing hitam

...

Di sisi lain Arkano masih menatap sang rembulan dengan air sungai di depannya yang memantulkan cahaya, di sampingnya sang Dewi hujan setia menemani

"Sampai kapan kau akan duduk diam di sini?" tanya sang Dewi

Arkano menoleh "apa aku tidak boleh menghabiskan waktuku di sini?" tanyanya balik

Sang Dewi mengulas senyumannya, mereka berdua menatap langit malam di atas mereka

"Dulu aku pikir aku telah mengenalmu luar dan dalam" ungkap sang Dewi "tapi nyatanya tidak" lanjutnya

Tidak ada rasa kekecewaan ataupun sedih dalam perkataannya hanya saja tersirat rasa rindu yang mendalam

"Seberapa banyak?" tanya Arakno

Sang Dewi terkekeh kecil "dulu kau sangat pemarah, tidak suka jika ada seseorang yang mendekatinya, kau suka menyiram bunga di pagi hari dan memainkan seruling di malam purnama" jelasnya

Arkano mengangguk "aku memang suka menyiram bunga di pagi hari, tapi untuk yang lainnya maaf sepertinya kau salah orang" ungkapnya

Sang Dewi menggeleng pelan "tentu tidak, selama ini kau hanya memperlihatkan sikapmu yang seperti itu hanya saat bersamaku" sangkal nya

Arkano terkekeh "sepertinya aku sangat tidak menyukaimu"

Sang Dewi mengangguk "kau sangat membenciku, aku mengerti itu" ungkapnya

Ariani terdiam, ia tidak menolak perkataan itu. Ia mendongak lalu menghela nafas panjang "ah... sepertinya aku mengingatnya walaupun itu samar" ungkapnya

Sang Dewi menoleh, tatapan mereka saling bertemu namun tidak ada rasa atau apapun di antaranya

"Kita bertemu dalam kehidupanku yang ke tiga, saat itu kau masih belum menjadi Dewi" ucap arkano

Sang Dewi terkekeh kecil "aku tidak menyangka kau akan mengingatnya setelah melalui banyak hal"

Arkano mengulas senyum tipis "itu berkata buku kuno" gumamnya

"Jadi kau telah mendapatkannya?" tanya sang Dewi

Arkano mengangguk "iya, dan aku telah membaca akhirnya" jawabnya

Sang Dewi tersenyum perhentian namun ia tidak berbicara sepatah kata pun

"Aku tidak menyangka ini yang terakhir" ungkapnya "pada akhirnya kita berjudi pada tiga dewa takdir" lanjutnya

Sang Dewi menggeleng "ini telah di putuskan, cepat atau lamabatnya itu terjadi tergantung pada apa yang kau pilih"

"Aku tau itu" balas Arkano I memejamkan matanya

"Pulang lah" titah sang Dewi

Arkano melirik "kenapa?" tanyanya

"Karena ini bukan tempatmu" jawab sang Dewi

"Apa salahnya, kau juga tinggal di sini" balas arakno

Sang Dewi menggeleng "ini tidak cocok untuk mu"

Arkano terkekeh, semilir angin menerpa wajahnya yang putih pucat "bagaimana perasaanmu kali ini?" tanyanya

Sang Dewi terlihat ragu, ia mengepalkan tangannya "kau harus pergi" ucapnya dengan yakin

Lalu daun-daun berguguran, angin berhembus membuat daun-daun itu berterbangan mengelilingi tubuh Arakno "pada akhirnya apa yang kau rasakan?" tanyanya lagi

"Tidak ada" jawab sang Dewi

"Kapan kita akan bertemu?" tanyanya untuk terakhir kalinya

"Saat hujan turun"

Lalu tubuh Arakno tertutup oleh daun-daun yang berputar, setelahnya gelap tidak ada lagi cahaya yang bisa ia lihat di dalam sana

...

Azrial masih setia mendudukkan dirinya di atas pohon

"Hei musnah hitam, apa kau tidak ingin pulang?" teriak seseorang yang sangat ia kenal

Azrial menunduk dan ia mendapat jika arkano tengah menatapnya dari bawah dengan beberapa buah yang ia peluk

"Kau tidak ingin pulang?" tanyanya saat melihat Azrial kembali melamun setelah melihatnya

"Ayo pulang" ajaknya lagi lalu pergi

Azrial yang telah tersadar mengelus senyuman tipis lalu melompat ke bawah dan mengejar langkah kaki Arkano, ia memeluknya erat

"Hei ada apa?" tanya arkano atas sikap aneh dari kucing nakalnya itu

Namun Azrial tidak menjawab, ia berubah menjadi seekor kucing hitam dan naik di atas bahu Arkano lalu menyelimuti leher polos Arkano dengan kehangatan bulunya

"Ayo pulang" ucapnya teredam oleh kulit Arkano

5 Legenda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang