CHAPTER 3

143 18 19
                                    

Farhan, Rafa, dan Denis berjalan mengitari deretan para penjual jajanan yang berkolaborasi di depan gerbang SMA Ksatria Baja Ungu pagi itu. Sejak awal, Denis yang berniat untuk membeli jajanan demi memuaskan lambungnya yang tengah mengalami perluasan daerah antar organ dalam tubuh, belum juga memutuskan ingin membeli apa. Farhan--yang mulai agak gerah dengan kelakuan Denis saat memerankan karakter Chef Juna dari acara Master Chef--melirik le arah Rafa yang terlihat datar-datar saja sejak tadi.

"Lo sebenarnya mau makan apa sih, Den? Perasaan dari tadi kita cuma muter-muter doang, tapi enggak ada jajanan yang lo pilih," protes Farhan.

"Gue lagi mencari kecocokan antara makanan yang gue temui dengan lambung gue yang akan menerima makanan itu. Hitung-hitung belajar cari jodoh, Han," jawab Denis, dengan santai.

"Alah! Sok-sokan pilih-pilih makanan. Biasanya juga itu mulut selalu main asal caplok aja kalau udah lihat makanan. Belagu amat, lo," sindir Rafa.

"Bukan begitu, Raf. Terkadang kita juga harus memberikan servis yang baik pada lambung, agar lambung enggak ngambek saat kita makan banyak," sanggah Denis.

"Kalau elo memang berniat memberi servis yang baik pada lambung, maka seharusnya elo makan dengan porsi sewajarnya, Den. Lah ini makanan yang masuk ke perut lo aja bisa sampai satu drum minyak tanah, kalau diukur-ukur. Bahkan Tanboy Kun yang selalu bikin konten mukbang di Youtube dan suka makan dengan banyak porsi, kalau diadu sama elo pasti dia bakalan angkat bendera putih, Den," ujar Farhan, menasehati.

"Dan bahkan Tanboy Kun juga bakalan ngomong dalam hati, 'gila nih bocah, ternyata dia jauh lebih enggak waras daripada gue'," Rafa memberikan contoh instan.

Denis pun menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap kedua sahabat yang tengah menyinyirinya tersebut.

"Eh, dengar ya. Kita ini benar-benar masih berada di dalam masa-masa pertumbuhan. Gimana mau tumbuh, kalau makan aja kurang?" tanya Denis.

Rafa mulai merasa amat sangat sebal terhadap Denis.

"Lo tahu definisi dari kata 'kurang' enggak, sih? Yang disebut kurang itu, adalah sesuatu yang jumlahnya sedikit dan tidak mencukupi. Kalau elo makan nasi padang cuma seperempat piring, itu baru namanya kurang. Tapi kalau elo makan nasi padang sepuluh piring dalam sekali lahap, itu namanya elo Genderuwo!" tegas Rafa, yang tak bisa lagi menahan emosinya pada Denis.

Denis pun mulai menciut sedikit demi sedikit, setelah melihat kegarangan Rafa yang sangat jelas di matanya.

"Sekarang cepat beli makanan yang lo mau, dan jangan bikin darah tinggi gue kumat sebelum waktunya!" perintah Rafa.

Denis pun bergegas menoleh ke arah penjual yang ada di sampingnya.

"Mang, tolong gorengin cimolnya satu plastik, ya. Yang super pedas," pesan Denis.

"Plastiknya yang kecil atau yang besar, ujang?" tanya Mamang penjual cimol tersebut.

"Yang plastik super jumbo, Mang," jawab Denis, yakin dengan pilihannya.

Rafa pun kembali cengo di tempatnya. Rasa-rasanya ia baru saja menyebut Denis dengan sebutan Genderuwo. Tapi nyatanya, hal tersebut tidak juga memberikan efek apa pun pada sahabatnya tersebut. Farhan hanya bisa menepuk-nepuk pundak Rafa, untuk mentransfer stok energi kesabaran yang ia miliki kepada sahabatnya itu.

"Udah, Raf. Maklumin aja, dia dalam masa pertumbuhan," bujuk Farhan.

"Iya, Han. Gue tahu, kok. Tapi yang namanya tumbuh itu harusnya ke atas, bukan ke samping, dan yang tumbuh itu harusnya daging, bukan lemak!" geram Rafa, terang-terangan.

Denis pun akhirnya mengunyah cimol super pedas yang dibelinya di depan gerbang, ketika ia selesai berdebat dengan Farhan dan Rafa. Farhan mencomot cimolnya beberapa kali sambil mengiringi jalan pria itu. Rafa berjalan di belakang mereka sambil membaca buku cetak Fisika yang dibawanya.

Sohib By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang